TUKANG CATUT: Pasang spanduk seolah mendapat dukungan NU.

JAKARTA | duta.co – Saat ini tinggal sikap tegas Pemerintah saja terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sikap yang ditunggu semua warga bangsa.

Apakah benar-benar ingin membubarkan HTI dengan alasan tak terdaftar di Kemendagri, menolak Pancasila, ingin menerapkan khilafah, dan membuat resah masyarakat lantaran sistem dakwahnya yang masif menyasar warga NU serta sering mencatut nama NU dan tokoh Nahdliyin, atau tidak. Bila benar, masalahnya bisa jadi memang akan selesai sebab ada keputusan resmi negara. Tapi bila tidak, pasti akan terus terjadi benturan di antara masyarakat. 

“Harus kita akui, masyarakat kita masih sulit menerima keberagaman. Sebab pluralisme sendiri tidak plural. Tapi hanya dipakai alat saja untuk kepentingan sekelompok orang. Apalagi ini masalah ideologi negara dan mungkin aqidah, soal keyakinan, sehingga harus ada keputusan negara. Negara tak boleh lemah dalam menyikapi masalah ini. Bila Pemerintah bersikap mengambang, kesannya membiarkan benturan HTI vs NU,” kata Muhyashor, tokoh muda NU, Kamis 4 Mei 2017.

Namun sejumlah tokoh menyarankan agar tokoh HTI berdialog dengan ulama NU. Pimpinan Ar Rahman Qur’anic Learning (AQL) Islamic Center, Ustadz Bachtiar Nasir, misalnya.

Menurut Ustaz Bachtiar, masing-masing pemimpin kedua ormas Islam tersebut harus bertemu untuk melakukan dialog di depan pemerintah, sehingga semua permasalahan menjadi jernih.

“Usul saya, saran saya, bertemulah ketua HTI dengan GP Ansor. Membicarakan baik-baik di hadapan pemerintah, dialog baik-baik. Saya kira itu lebih banyak kesalahpahamannya. Insya Allah pintu dialog yang akan mempertemukan mereka,” ujarnya saat melakukan konferensi pers terkait Aksi Simpatik 55 di Kantor AQL, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (2/5).

Ustaz Bachtiar juga mengungkapkan, bahwa selama ini banyak yang salah paham tentang HTI. Pasalnya, kata dia, selama ini HTI juga belum diberikan ruang untuk berdialog secara terbuka dengan para penentangnya. Karena itu, sekali lagi, dia mengingatkan, agar dilakukan dialog.

“Saya yakin banyak yang salah paham tentang HTI. Dan HTI juga mungkin belum diberikan ruang untuk berdialog secara terbuka dengan mereka-mereka ini. Insya Allah kalau sudah terjadi dialog sebetulnya akan ada solusi-solusi. Itu yang bisa saya katakan,” kata Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) tersebut.

Seperti diketahui, baru-baru ini terjadi aksi pembubaran kajian yang diisi oleh Ustaz Felix Siauw di salah satu hotel di Malang pada Ahad (30/4) kemarin. Pembubaran tersebut dilakukan oleh Polres Malang.

Namun, pihak polisi mengaku, mendapat tekanan dari aktivis Ansor. Setelah dikonfirmasi ke pihak Ansor, ternyata pembubaran tersebut dilakukan untuk mencegah pengajaran Ustaz Felix yang dianggap sebagai kader HTI. Karena ini kasus lama, sebenarnya sudah sering dilakukan dialog HTI vs NU. Namun memang tak dihadiri Pemerintah.

“Seharusnya Pemerintah yang memelopori dialog nasional itu. Kalau dengan NU, sudah ada dialog. Salah satunya yang digelar di Ponpok Syeichona Cholil Madura beberapa tahun lalu,” kata Muhtasyor sambil membagikan link facebook yang memuat hasil dialog HTI vs NU tersebit. Suasana dialog bisa dilihat di sini:

https://m.facebook.com/notes/warga-nahdliyin-dukung-pancasila-tolak-khilafah/debat-terbuka-nu-vs-hti/386237731271/

Melihat sejarah HTI di Indonesia sudah cukup lama. Sejumlah buku sudah ditulis. Sikap ulama Indonesia sudah lama pula ditegaskan menolak HTI. Namun yang aneh HTI dinilai lebih banyak merecoki NU. Mereka mencatut NU, lambang NU, ulama NU dalam setiap aksinya seolah NU mendukung HTI. Bahkan ada tokoh HTI menyebut NU yang benar adalah yang mendukung HTI. Seolah ada NU yang tidak benar dan itu yang tidak pro-HTI. Ini jelas adu domba. Selain itu HTI juga mengklaim didukung TNI.

“Jadi wajar kalau warga NU marah sebab paling banyak dicatut HTI. Tapi Muhammadiyah juga menolak HTI, jadi tunggu apalagi Pemerintah harus bersikap,” katanya. (gas, rp)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry