Mukari, S.S., M.Si., Akademik Fisipol UNDAR.

Di tengah jeritan rakyat akibat kenaikan PBB dan tingginya angka stunting, pemerintah Kabupaten Jombang justru menaikkan tunjangan perumahan dan transportasi DPRD.

Pada tahun 2025, pemerintah Kabupaten Jombang menaikkan tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD, yang mencuat dalam pemberitaan lokal dan menuai pro kontra. Keputusan ini berangkat dari Peraturan Bupati Jombang Nomor 42 Tahun 2025 yang mengatur perubahan tunjangan anggota DPRD. Meskipun kebijakan ini dinilai sebagai kelanjutan dari peraturan sebelumnya, kenaikan tunjangan tersebut memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan aktivis. Dalam kondisi sosial-ekonomi yang penuh tantangan, kebijakan ini menimbulkan pertanyaan tentang prioritas pembangunan dan alokasi anggaran daerah.

Kenaikan tunjangan ini berlandaskan pada Peraturan Bupati Jombang Nomor 42 Tahun 2025, yang merubah kebijakan terkait tunjangan anggota DPRD. Aturan ini merujuk pada PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan serta Anggota DPRD, yang memberikan dasar hukum bagi pemberian tunjangan anggota DPRD, termasuk tunjangan perumahan dan transportasi. Kebijakan ini juga merupakan bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan anggota dewan agar lebih optimal dalam menjalankan tugasnya.

Masalah pertama yang muncul adalah ketidaksesuaian antara kebijakan yang menaikkan tunjangan bagi anggota DPRD dengan kondisi sosial-ekonomi yang dialami oleh sebagian besar masyarakat Jombang. Dalam laporan terakhir, PDRB per kapita Jombang tercatat sebesar Rp39,553 juta, dengan sektor perdagangan dan industri menjadi kontributor terbesar terhadap perekonomian.

Namun, banyak sektor lain seperti pertanian yang masih menghadapi banyak tantangan dan keterbatasan. Selain itu, tingginya angka stunting, ketimpangan sosial, serta kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Jombang, menunjukkan adanya masalah yang lebih mendesak yang memerlukan perhatian lebih dari pemerintah daerah. Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan rendahnya produktivitas DPRD, kebijakan ini semakin menambah ketidakpuasan publik.

Secara teoritis, kebijakan ini dapat dianalisis melalui pendekatan keuangan publik. Musgrave dan Musgrave (1989) menyebutkan bahwa salah satu fungsi utama pemerintah adalah mengalokasikan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam konteks ini, kebijakan kenaikan tunjangan DPRD perlu dilihat dalam hubungan dengan distribusi sumber daya yang ada. Seharusnya, alokasi dana yang meningkat untuk anggota dewan tidak mengabaikan kebutuhan mendesak lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan pengurangan kemiskinan.

Sementara itu, teori good governance menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik. Kenaikan tunjangan tanpa adanya penjelasan yang memadai dan keterlibatan publik dapat mengarah pada persepsi ketidakadilan, yang akhirnya mengurangi legitimasi pemerintah di mata rakyat.

Kritik utama yang muncul terkait dengan kebijakan ini adalah ketidaksesuaian antara tunjangan dewan yang naik dengan kondisi masyarakat yang masih menghadapi kesulitan ekonomi. Anggota DPRD harus lebih peka terhadap perasaan rakyat yang mereka wakili. Kenaikan tunjangan ini berisiko menimbulkan kesan bahwa pemerintah lebih mementingkan kesejahteraan internal ketimbang menanggulangi masalah sosial yang jauh lebih mendesak, seperti stunting dan akses pendidikan yang masih terbatas.

Lebih lanjut, rendahnya produktivitas DPRD, yang hanya berhasil menghasilkan 12 Peraturan Daerah (Perda) selama setahun dengan hanya 3 di antaranya berasal dari inisiatif dewan, menunjukkan bahwa kebijakan ini belum dibarengi dengan kinerja legislatif yang signifikan. Oleh karena itu, kenaikan tunjangan tanpa prestasi yang jelas dapat menambah ketidakpercayaan publik terhadap kualitas pelayanan publik yang diberikan.

Ke depan, pemerintah Kabupaten Jombang sebaiknya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas dan produktivitas DPRD sebelum mengambil kebijakan terkait kesejahteraan anggota dewan. Lebih penting lagi, kebijakan semacam ini seharusnya dibarengi dengan peningkatan kualitas kinerja legislasi yang lebih transparan dan berbasis pada kepentingan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan internal dewan.

Saran selanjutnya adalah memperhatikan sektor-sektor yang lebih membutuhkan perhatian lebih besar dari pemerintah, seperti sektor pertanian, pendidikan, dan kesehatan. Anggaran daerah sebaiknya diprioritaskan untuk memperbaiki sektor-sektor tersebut, yang lebih berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat Jombang secara keseluruhan. Selain itu, untuk menjaga kredibilitas, pemerintah perlu lebih terbuka dalam menjelaskan alasan di balik kebijakan kenaikan tunjangan ini, serta memberikan ruang bagi partisipasi publik dalam pengambilan keputusan anggaran.

Kenaikan tunjangan DPRD Jombang pada tahun 2025 adalah sebuah kebijakan yang perlu dipertimbangkan dengan hati-hati. Meskipun ada argumen yang mendukung perbaikan kesejahteraan anggota dewan, kebijakan ini harus dijalankan dengan memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan internal pemerintah dan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, keadilan dalam pengelolaan anggaran daerah sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa kebijakan tersebut dapat membawa dampak positif bagi pembangunan.

Oleh: Mukari, S.S., M.Si., Akademik Fisipol UNDAR

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry