JAKARTA | duta.co – Desakan rakyat untuk mengaudit dana kampanye Jokowi terus menguat. Ini lantaran Jokowi sebagai Capres tidak mengambil cuti, sehingga berpotensi meng-ghasab (memakai) duit rakyat, menguras Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Untuk itu,

Setelah Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam HMI (LKBHMI), Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) ke Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) terkait itu, kini  Koordinator Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Bersih, Marwan Batubara menuntut agar dana kampanye paslon nomor urut 02 segera diaudit.

“Kami minta supaya dilakukan audit menyeluruh terhadap dana kampanye Pak Jokowi karena sangat kuat diduga menggunakan dana APBN, dana rakyat,” tegasnya dalam diskusi bertajuk ‘Diduga Terlibat Manipulasi Suara Rakyat: KPU Tidak Layak Dipercaya?’ di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/5/2019).

Jokowi juga diduga melanggar Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Utamanya yang mengatur tentang pejabat negara harus mengambil cuti dan tak boleh menggunakan fasilitas negara, Pasal 28 ayat 1.

Tiru Kampanye SBY

Mahkamah Konstitusi (MK) memang memperbolehkan Capres petahan tidak cuti, tetapi, untuk menjunjung tinggi keadilan di depan publik, disamping potensi duit negara tersedot, maka harus ada moral politik yang mesti dikedepankan.

“Saya ingin mengatakan bahwa keinginan cuti itu merupakan asa publik yang semestinya didengar oleh Presiden, inikan yang menginginkan harus kita pisahkan, bukan pendukung 01, bukan pendukung 02 tetapi adalah keinginan masyarakat agar Presiden tidak terkontaminasi ketika melakukan kampanye,” demikian pernah disampaikan Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Erdi, M,Si seperti dikuti pontianak.tribunnews.com.

Kalau saya jadi Presiden, tambahnya, saya akan tunjukkan cuti yang dimaksud dalam UU bukan sampai tiga bulan, dua bulan, cukup sehari dua hari. “Oleh karena itu kita rujukannya kepada Pak SBY dulu, Pak SBY dulu cuti dua hari, satu hari, ketika kampanye, betul-betul kampanye dan penyelenggaraan negara diserahkan ke Wakil, karena Wakil juga sadar diri ketika mendapat mandat atau Plt sebagai Presiden dia tidak akan mengambil kebijakan-kebijakan yang menentukan strategis haluan negara,” tambah Erdi. (rmol,ptn)