SURABAYA | duta.co – Makin ruwet! Geger soal nasab habaib semakin ruwet. Kini muncul desakan agar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) segera menggelar bahtsul masail soal nasab. Menurut mereka, manuver buruk oknum habib sudah kelewatan. Tidak jarang main peras.
“Kalau dibiarkan, kita berdosa. Maka PBNU harus segera menggelar bahtsul masail soal nasab ini. Kalau tidak, dosa paling besar di PBNU,” demikian disampaikan KH Munawwir, dalam sebuah youtube yang dirilis @pondoknusantara, berdurasi 13:37 menit, terlihat duta.co, Jumat (10/5/24).
Dalam video youtube yang sudah dilihat 28.548 itu, Kiai Munawwir, merasa harus berbiacara apa adanya. “Saya harus ikut berbicara. Pertama, masalah nasab habaib ini. Memang perlu sekali ada keilmuan. Karena apa? Karena di Indonesia ini sudah menjadi benang ruwet. Kalau terjadi fitnah, saling menyalahkan — ini menurut saya — kita itu punya bapak, yaitu PBNU,” terangnya.
Jadi, tambahnya, kalau PBNU tetap menolak bahstul masail masalah nasab? “Ini Jangan-jangan dosanya paling besar yang memikul PBNU. Ini satu, saya sampaikan kepada akhinal karim, KH Imaduddin untuk langsung kepada PBNU. Dan PBNU harus bisa melaksanakan bahtsul masail. Karena keilmuan harus kejujuran, sehingga ilmu itu tidak diremehkan,” urainya.
Yang memprihatinkan, menurut Kiai Munawwir, PBNU tidak merasa penting. Tapi di bawah setiap habaib yang bicara merendahkan pribumi, kemudian pribumi menjawab, (akan ada) saling argumentasi merasa benar. Tetapi tidak ada mediator.
“Ini kan semua (warga NU) yang dirugikan. Muhammadiyah tidak ada hubungannya dengan habaib. Di NU namanya tawadlunya terhadap ulama, apalagi pakai jubah, sehingga orang-orang bodoh melihat lebih hebat dari ulama NU. Ini sangat saya sayangkan,” tegasnya.
Ia kemudian menyarankan NU bangkit. NU di bawah, katanya, bisa menguggah dan benar-benatr bangkit untuk melaksanakan bahtsul masail. “Kalau tidak mau, digeruduk oleh Banser, GP Ansor, Pagar Nusa. Geruduk PBNU, ini bangsa Indonesia (warga NU) menangis, warga NU (dibawah) menangis mengapa kamu diam saja,” katanya.
Kiai Munawwir juga cerita tentang kasus-kasus yang memalukan. Makanya, dirinya selalu menolak hadir dalam ceramah, kalau ada habib. “Saya tidak mau diundang. Kalau pembacaan ratib al haddad oleh pribumi, saya mau ngaji. Kalau yang baca habaib, cari muballigh lain,” tegasnya.
“Saya tegas! Karena saya ikut merasakan, merasakan diframing habib. Ada habib sering ke rumah saya. Saya senang banyak habib dari Yaman datang, dengan jenggotnya yang basah, pakai jubah masuk rumah langsung doa. Amien-amien. Begitu rampung ‘Kiai Munawwir ini mas kawinnya sekian juta’. Ini memalukan,” terangnya.
Baru puasa kemarin, lanjutnya, saya mengaji di PP Al-Falah Sukoharjo. Mas Setyo (Kiai Setyo) itu teman saya. Puasa kemarin beliau seperti kena gendam. Didatangi lima habib, minta 10 juta. “Masuk rumah berdoa, minta mas kawin. Tidak sadar, istrinya disuruh ke ATM ambil 10 juta dan diberikan. Setelah pulang, baru sadar. Kalau ini ke mana-mana, yang menjadi korban orang NU,” urainya.
Menurutnya, sebagai tamu kita mesti hormat. “Kalau minta (mestinya) tidak menetukan. Yang namanya tamu, habaib mesti disangoni. Tapi kalau sudah minta sekian, itu melanggar hukum. “Kalau kita yang didatangi masih bisa bicara, masih bisa membantah, bisa padu. Saya sampai kalau Anda memaksa akan saya panggil polisi ke sini. Saya siap panggilkan lewat HP. Akhirnya mereka takut, pamitan. Tapi uang yang sudah saya siapkan, tetap disabet. Dengan komentar: ’Apa ini, tidak ada tujuh juta’. Kemudian pulang, dibawa seadanya. Inilah, mengapa saya harus bicara,” pungkas Kiai Munawwir. (mky)