JAKARTA | duta.co – Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar, ternyata pernah melaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai proyek Meikarta di Bekasi. Dia mengungkapkan, ada “bola liar” dari pembicaraan yang dilakukan oleh beberapa pejabat publik terkait Meikarta.
“Karena kemarin banyak bola liar dari beberapa pejabat yang bicara Meikarta, saya lapor ke Pak Jokowi, ‘Pak ini beberapa pejabat publik udah main bola liar sama Meikarta. Ini faktanya begini’,” kata Deddy Mizwar usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di KPK, Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Selama diperiksa untuk tersangka Billy Sindoro, Deddy mengaku dirinya ditanyai 31 pertanyaan oleh penyidik KPK. Deddy menjelaskan perubahan tata ruang terkait dengan proyek Meikarta harus melalui persetujuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Sesudah itu, belum tentu juga bisa dilakukan, harus disetujui pusat, karena yang namanya tata ruang itu top down. Jadi, bukan karena kabupaten mengubah lantas bisa dilakukan. Tidak. Enggak bisa suka-suka, karena dampaknya besar andai terjadi bencana soal masalah ruang,” tutur Deddy.
Pemeran tokoh Naga Bonar dalam film dengan judul yang sama tersebut datang ke KPK sekitar pukul 10.20 WIB dan selesai diperiksa sekitar pukul 15.15 WIB. Namun Deddy tidak menjelaskan siapa saja pejabat yang bermain bola liar itu. Hanya saja sejumlah pejabat sudah ditangkap oleh KPK. Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Neneng disangka menerima suap dari pengembang Lippo Group terkait perizinan proyek Meikarta. Selain Neneng, KPK juga menetapkan delapan orang lain sebagai tersangka.
Polemik juga soal perizinan proyek ini. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, misalnya, menyayangkan terjadinya kasus suap perizinan Proyek Pembangunan Kawasan Hunian Meikarta. Luhut mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus tersebut. “Kalau kasus KPK kan urusan mereka, urusan hukum,” kata dia di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/10) lalu.
Pada 2017 lalu, Luhut turun tangan meresmikan langsung proyek kota terencana yang dibangun oleh PT Lippo Karawaci Tbk di Cikarang, Kabupaten Bekasi itu. Menurut Luhut, saat itu dia tidak mengetahui bahwa ada perizinan yang bermasalah. “Kan banyak izin di sana yang saya tidak tahu. Pas saya tanya, nggak ada masalah izin,” jelas Luhut.
Yang menarik CEO Lippo Group James Riady sebelumnya juga menyatakan masalah perizinan tidak menghalangi perusahaan tetap meneruskan pembangunan kota baru seluas 5.400 hektare tersebut. Ia mengakui, tahap pertama pembangunan Meikarta memang sempat terhambat aturan tata ruang dari pemerintah.
Meskipun begitu, James tidak menjadikan hal tersebut kendala yang menghambat pembangunan proyek paling ambisius Lippo Group itu. “Tahap pertama Meikarta pasti ada masalah. Nah, yang dibicarakan itu, yang tahap berapa? Itu tahap 1, 2, 3, on going terus. Tahap 1 semua yang kita bangun sudah selesai,” tutur James, di Hotel Aryaduta, Selasa, 20 Maret 2018, menanggapi Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Arie Yuriwin yang mengatakan proyek yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat, itu belum ada penyesuaian tata ruang. Padahal proses penyesuaian tata ruang harus tuntas sebelum memulai penjualan atau marketing sales.
Sesaat tiba di Gedung KPK sebelum menjalani pemeriksaan, Deddy Mizwar juga mengatakan bahwa sejak awal ada yang tidak beres dalam rencana pembangunan Meikarta. Menurut Deddy, ketidakberesan itu terkait rencana tata ruang pembangunan Meikarta.
“Ya sejak awal kan saya yang mengatakan bahwa ada yang kurang beres dalam masalah rencana pembangunan Meikarta,” ujar Deddy.
Menurut Deddy, proyek Meikarta terletak di kawasan strategis provinsi yang penggunaan lahan dan tata ruangnya harus mendapatkan rekomendasi dari provinsi. Pada 2017, menurut Deddy, provinsi mengeluarkan rekomendasi hanya 84,6 hektare. Permintaan bupati kepada provinsi itu sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Tahun 1993.
Namun, Deddy mengatakan, dia tidak mengetahui apakah lahan yang diberikan kepada pihak pengembang oleh bupati melebihi rekomendasi yang dikeluarkan provinsi. “Saya enggak mengerti kalau ada perubahan. Selama ini ada tidak ada perubahan, makanya segera dikeluarkan yang 84,6 hektare bukan yang 500 hektare ya,” kata Deddy.
*det/mi/okz
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry