
Togi mengaku momen itu adalah puncak dari rasa bangga dan bahagia. “Ini sebuah kebanggaan kami. Debora bisa membuktikan bahwa dia bisa merantau untuk kuliah,” ujarnya saat ditemui usai prosesi.
Memang tidak tega, Togi dan Rika melepas anak pertamanya untuk kuliah di luar pulau dengan keterbatasan penglihatan. Namun, karena keinginan Debora yang ingin merantau, membuat Togu dan Rika rela melepas.
“Saya memang tekankan, kalau mau merantau, silahkan, tapi harus mandiri walau ada keterbatasan. Debora mau, ya sudah jalani. Kita punya Tuhan yang akan selalu menjaga,” tukas Togi.
Pemanfaatan Chat GBT bagi Disabilitas
Keterbatasan penglihatan memang menjadi kekurangan Debora. Tapi itu pula yang menjadi kelebihan ya. Debora tidak ingin kekurangan itu menghambat cita-citanya untuk menjadi guru bagi rekannya sesama disabilitas.
Dengan kuliah di program studi (prodi) Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Debora bisa mewujudkan cita-citanya itu.
Selama empat tahun menempuh kuliah, Debora menjalani perkuliahan dengan mandiri. Dia hanya butuh bantuan jika harus membeli kebutuhan untuk kuliah. Dua meminta bantuan temannya atau relawan disabilitas yang ada di Unesa.
Sebelumnya dia melakukannya sendiri. Bahkan berjalan dari asrama mahasiswa ke kampusnya dia lakukan sendiri.
“Menghafal jalan butuh waktu enam bulan. Akhirnya semua bisa dilalui dengan baik,” katanya.
Dengan skripsi yang mengambil tema tentang pemanfaatan chat GBT bagi siswa disabilitas khususnya yang mengalami kendala penglihatan, Debora berhasil mencatatkan IPK 3,8. Sebuah prestasi yang sangat tinggi dan pantas diapresiasi.
Selama skripsi kesulitannya hanya saat harus cek plagiat. Dia harus mengirim file ke papa mamanya di Medan.
“Saya mengambil tema chat GBT karena saat ini eranya AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan). Semua orang berhak untuk memanfaatkan AI tanpa terkecuali. Apalagi chat GBT ini bisa membantu para tuna netra,” jelasnya.
Dengan kelulusan ini, Debora mengaku ingin menerapkan ilmu yang didapatnya dengan menjadi guru. Kembali ke Medan merupakan salah satu tujuannya. Namun, jika kampus tercintanya, Unesa memberikan beasiswa untuk melanjutkan ke jenjang S2, Debora mengaku tidak akan menyia-nyiakannya.
Di Wisuda yang mengusung tema “Mencetak Wisudawan Unesa yang Inovatif, Adaptif, Kolaboratif untuk Mendukung Terlaksananya Bonus Demografi menuju Indonesia Emas 2045” ini diikuti 1.508 wisudawan.
Rektor Unesa, Prof Nurhasan, mengatakan
para lulusan Unesa didorong untuk memberikan kontribusi nyata bagi bangsa dan negara Indonesia. Mereka juga dibekali dengan ilmu, dedikasi, dan tanggung jawab moral bagi bangsa dan negara, sehingga diharapkan menjadi lulusan yang inovatif dan adaptif dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.
“Saya berdoa semoga wisudawan bisa mengikuti jejak beliaunya yang hebat-hebat, dan akan menjadi pemimpin bangsa Indonesia ke depan,” ujarnya. ril/lis