Keterangan foto rmol.co

JAKARTA | duta.co – Setelah dicap gagal kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU), kini lembaga pengawal demokrasi itu diberi kartu merah oleh aktivis dari Pro Demokrasi (Prodem) dalam aksi di depan Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta, Kamis (2/5/2019).

Jaringan Aktivis Pro Demokrasi ini mendesak KPU menghentikan penanyangan Sistem Informasi Perhitungan (Situng). Tuntutan tersebut disampaikan Aktifis Prodem, Nico Silalahi.

“Data yang diinput mengalami perubahan, tidak sesuai dengan data C1 yang ada di lapangan. Bahkan terjadi pemutarbalikkan fakta dan data hasil Pemilu yang menguntungkan calon presiden tertentu,” ujar Nico.

Selain tuntutan itu, Nico menyebutkan ada lima tuntutan lain kepada KPU. Adapun tuntutan lengkap Prodem.

Pertama, Meminta KPU segera hentikan segala kecurangan terkait hasil perolehan suara.

Kedua, Hentikan pengumuman real count yang kemudian disosialisasikan di berbagai media partner KPU di saluran  informasi media TV, Elektronik dll, yang menimbulkan dampak negatif pada psikologis dan sosial masyarakat. Mengingat dalam UU KPU telah diatur bahwa perhitungan suara yang sah adalah melewati perhitungan secara manual.

Ketiga, Segera lakukan forensik digital yang diduga ada rekayasa dalam sistem IT.

Keempat, Ganti dan periksa semua komisioner KPU dan segera bentuk team independent untuk proses perhitungan suara dan perbaikan segala sistem terkàit pelaksanaan KPU.

Kelima. Segera periksa KPU terkait anggaran yang kami duga terjadi penyelewengan uang rakyat untuk penyelenggaran Pemilu 2019.

Selain Prodem masyarakat luas semakin tidak percaya dengan kinerja KPU. Media-media sosial terus dibanjiri kesalahan hitung. Tidak sedikit yang menyebutnya sebagai data sampah.

“Hentikan situng KPU sementara, bagaimana rakyat disuguhi data seperti ini? 57 ribu lebih kesalahan ditemukan hari ini, kok bisa?” demikian  Soegianto Soelistiono pakar IT Surabaya.

Sementara anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan KPU harus tetap berhati-hati dalam mempublikasikan data dalam sistem informasi penghitugan (situng). Meski bukan merupakan hasil resmi, informasi dalam situng KPU tetap diperhatikan oleh masyarakat.

“Kami sebenarnya sudah bersurat resmi juga kepada KPU setelah melihat banyaknya kejadian salah entry. Tujuannya supaaya KPU lebih cermat dalam melakukan entry data. Walau tidak jadi acuan data resmi, situng itu menjadi informasi yang dipublikasikan sehingga kehati-hatian tetap harus jadi perhatian,” ujar Ratna. (rmol)