
SURABAYA | duta.co – Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Jawa Timur (Jatim) menyatakan, pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) telah memasuki titik kritis. Program yang seharusnya menjadi wujud nyata keberpihakan negara terhadap anak-anak justru menimbulkan risiko sistemik yang membahayakan kesehatan, martabat, dan masa depan mereka.
“Anak-anak bukan angka. Mereka adalah jiwa. Mereka adalah masa depan. Ketika anak-anak keracunan, dipaksa makan makanan yang tidak layak, atau diperlakukan sebagai objek distribusi tanpa perlindungan, maka kita sedang gagal sebagai bangsa. Ini bukan sekadar kelalaian. Ini adalah pengabaian terhadap hak dasar anak sebagai konsumen. Dan pengabaian ini terjadi dalam skala nasional dan sistemik,” kata MH Said Sutomo, koordinator organisasi LPKSM di Jatim.
Menurut Said, kasus keracunan massal yang terus berulang bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan bentuk nyata pelanggaran hak asasi manusia (HAM), khususnya hak anak atas kesehatan, perlindungan, dan kehidupan yang layak.
“Ketika anak-anak dipaksa mengonsumsi makanan yang tidak aman, tidak layak, dan tidak sesuai kebutuhan mereka, maka negara telah gagal memenuhi kewajiban perlindungan. Ketika keracunan massal terjadi dan tidak ada satupun penyedia MBG yang dimintai pertanggungjawaban pidana, maka negara telah gagal menjamin akses ke keadilan,” ungkap pria yang juga menjabat Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim ini.
Padahal jika kondisi itu terus dipertahankan, lanjut Said, bisa menjadi ancaman nyata bagi Indonesia Emas 2045. “Jika hari ini kita gagal melindungi anak-anak dari sistem pangan yang tidak aman, maka kita sedang menggagalkan generasi emas Indonesia. Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Said mengingatkan, hal ini bukan hanya soal ekonomi dan teknologi. Tapi soal kualitas manusia. Dan kualitas manusia dimulai dari makanan yang mereka konsumsi setiap hari. “MBG yang tidak aman, tidak adil, dan tidak transparan adalah ancaman langsung terhadap visi besar bangsa,” tegasnya.
Untuk itulah, LPKSM meminta evaluasi bagi penerima manfaat dan dampak sosial ekonomi bagi masyarakat. Selanjutnya kompensasi untuk sekolah yg tidak mendapatkan MBG adalah dengan memberikan edukasi atau meningkatkan literasi anak-anak tentang makanan sehat. “Anak-anak jangan hanya jadi obyek tetapi harus menjadi subyek dengan menjadi agen perubahan di lingkungan teman-temannya,” paparnya.
MBG, seharusnya melibatkan LPKSM dalam pengawasan yang bersinergi dengan Dinas terkait agar kacamata Dinas tidak hanya fokus pada tupoksinya saja, tetapi juga melihat ekosistem yang mempengaruhi dan dipengaruhi adanya MBG
“Konsep MBG mestinya dapat mencontoh Jepang dan Korea Selatan, disana MBG dikelola oleh masing-masing sekolah, Dengan dapur khusus yg mengolah makanan, sementara siswanya tinggal bawa wadah dan alat makan sendiri dari rumah. Sistem pengelolaan MBG ada baiknya berbasis komunitas sekolah, sehingga lebih kecil satuannya. Ini meminimalisir makanan basi sebelum dikonsumsi dan pemerataan ekonomi bagi komunitas sekolah,” pintanya.
Untuk itu, LPKSM Jatim mendesak pemerintah untuk segera:
1. Menghentikan sementara distribusi MBG dari SPPG yang tidak transparan dan tidak terverifikasi.
2. Melakukan audit independen terhadap seluruh penyedia MBG dan rantai pasok bahan makanan.
3. Melibatkan aktif dinas kesehatan, perdagangan, pangan, dan pemerintah daerah dalam pengawasan.
4. Melibatkan Lembaga Perlindungan Konsumen dalam pengawasan dan bersinergi dengan lembaga dan dinas terkait.
5. Memberdayakan kantin sekolah sebagai mitra penyedia makanan sehat dan aman
6..Menyusun SOP ketat dan wajib untuk pengadaan, pengolahan, dan distribusi makanan bergizi.
LPkSM mengajak seluruh masyarakat, organisasi perlindungan konsumen, pendidik, orang tua, dan media untuk:
* Menolak sistem MBG yang tidak transparan dan membahayakan anak.
” Melaporkan kasus keracunan dan pelanggaran MBG secara terbuka
* Mendorong model MBG yang adil, aman, dan berbasis kebutuhan nyata anak.
“Anak-anak Indonesia tidak boleh menjadi korban dari sistem yang lalai. Mereka berhak atas makanan yang sehat, aman, dan bermartabat. Dan mereka berhak atas negara yang melindungi mereka,” tandas Said. rum







































