Foto kiri (dari kiri) Drs H Mim Syaiful Hadi. Mokhammad Kaiyis dan Ir Bimo Wardoyo. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – Jajaran guru dan wali murid harus satu langkah untuk mengamankan anak didik dari pengaruh negatif. Jika perlu, dibuat resolusi atau deklarasi bersama, agar anak-anak kita mampu menghadapi modernisasi, westernisasi yang semakin tak beradab.

Demikian disampaikan Mokhammad Kaiyis, Pemred Harian Umum Duta Masyarakat dan duta.co di depan jamaah Masjid Sabilillah, Kebraon, Surabaya, didampingi Drs H Mim Syaiful Hadi salah satu Mentor Pendidikan Al-Hikmah Surabaya dan Ir Bimo Wardoyo, Bendahara Yatim Mandiri, dalam Kajian Nurul Fajri, Minggu (18/2/2018) pagi.

Kisah tragis Guru Achmad Budi, yang harus merenggang nyawa di tangan murid sendiri, membuat ratusan jamaah Masjid Sabilillah benar-benar terpukul. Belum lagi menyaksikan ada kepala sekolah yang harus bersimbah darah oleh wali muridnya, seperti yang terjadi di Sulawesi Utara.

“Tragedi itu (memang) terjadi di Madura dan di Sulawesi Utara. Tetapi, bukan tidak mungkin bibit-bibit kekerasan itu ada di sekitar kita, di sekitar anak kita,” demikian disampaikan Kaiyis, yang juga alumni Fakultas Dakwah IAIN (UIN) Surabaya dan Universitas Hasyim Asyari, Tebuireng, Jombang.

Hari ini, lanjutnya, Indonesia benar-benar darurat pendidikan karakter. Penekanan pemerintah melalui Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) terasa telat. Tetapi, lebih baik ketimbang tidak.

“Mendikbud Muhadjir Effendi mengajak kita untuk kembali kepada kitab Ta’limul Muta’allim, anak didik harus dibekali tata karma dalam proses belajar mengajar. Bagaimana anak-anak kita diajari menghormati guru, menghormati ilmu, waktu sampai menghormati buku,” jelasnya.

Mantan wartawan Majalah Editor dan Panji Masyarakat ini, juga mengajak jamaah untuk ‘melawan lupa’. Modernisasi telah memaksa setiap individu untuk menjadi materialistis, uang dan uang. Hampir seluruh kehidupan dijejali dengan pikiran harta. “Kita terlalu hubbul mal (cinta harta) sehingga ‘lupa jalan’, mana rute yang harus dilalui sebagai hamba Allah swt.,” katanya.

Salah satu ayat Alquran yang menjadi bahasan adalah surat Luqman ayat 17. Ayat ini mengajak seluruh orangtua (muslim) untuk meneladani nasehat orang sholeh bernama Luqman. Dia bukan nabi. Tetapi namanya dipatri dalam Alquran. Nasihat Luqman itu, kini kita lupakan.

“Mulai hari ini jangan pernah lewatkan tiga hal soal anak. Pertama sejauh mana kualitas salatnya. Kedua dorong anak bergerak ke amar makruf nahi munkar sehingga memiliki mental perjuangan dan pengorbanan. Ketiga jadikan anak-anak kita tahan banting, sabar menghadapi musibah atau cobaan. Dengan itu akan terbentuk karakter baik anak,” tegasnya.

Ketika dibuka tanya jawab, sejumlah jamaah mengaku prihatin menyaksikan kondisi sekarang. Pertanyaannya, dimulai dari mana, dari rumah atau dari sekolah? Di samping itu masih ada lingkungan yang bisa membentuk karakter buruk anak.

“Problem ini tidak akan bisa diselesaikan sendiri. Wali murid dan guru harus memiliki kesamaan pandang. Demi masa depan anak, jika perlu buat sebuah resolusi, deklarasi ‘perang’ melawan budaya asing yang membuat anak-anak kita ‘terkapar’,” tambahnya.

Kajian rutin ‘Nurul Fajri’ ini, ditutup dengan salat dhuha berjamaah. “Alhamdulillah kajian ini menjadi media jamaah untuk memperbaiki kualitas iman, termasuk mengantisipasi problema kehidupan di masyarakat luas,” terang Ustadz Agil. (sov)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry