Tim Pengmas Unusa di Dapur PMBA di Bireuen Aceh. DUTA/ist

ACEH | duta.co – Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) membuka dapur PMBA (Pemberian Makanan Bayi dan Anak) di wilayah Pantee Lhong, Kabupaten Bireuen, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Program ini merupakan bagian dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan Unusa bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen.

Fokus utamanya adalah penguatan layanan kesehatan, pemenuhan gizi, serta praktik sanitasi yang layak bagi kelompok masyarakat rentan, khususnya dalam situasi darurat dan pascabencana.

Inisiatif tersebut mendapatkan dukungan pendanaan dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM), Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan (Dirjen Risbang), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek), sebagaimana tertuang dalam Surat Pengumuman Nomor 1737/C3/AL.04/2025.

Dukungan ini menjadi bukti kepercayaan pemerintah terhadap peran perguruan tinggi dalam menghadirkan solusi konkret atas persoalan kemanusiaan di masyarakat.

Keberadaan Dapur PMBA tidak sekadar dimaknai sebagai bangunan fisik. Lebih dari itu, dapur, ini dirancang sebagai ruang aman untuk memastikan bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai standar kesehatan, terutama pada masa-masa krisis ketika akses pangan dan layanan kesehatan sering kali terganggu.

Selain itu, Dapur PMBA juga diharapkan menjadi pusat edukasi dan praktik sanitasi yang baik di tingkat komunitas.

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unusa, Achmad Syafiuddin menegaskan bahwa program ini lahir dari kesadaran akan pentingnya perlindungan kelompok rentan sebagai bagian dari keadilan sosial.

“Dalam situasi bencana maupun pascabencana, kelompok rentan sering kali menjadi pihak yang paling terdampak, namun justru paling mudah terabaikan. Melalui pembangunan Dapur PMBA ini, Unusa ingin memastikan bahwa hak dasar mereka, khususnya terkait pemenuhan gizi dan kesehatan, tetap terpenuhi secara layak dan bermartabat,” ungkapnya.

Menurut Achmad Syafiuddin, pendekatan yang digunakan dalam program ini bersifat komprehensif dan berkelanjutan. Pembangunan dapur hanya menjadi pintu masuk untuk program yang lebih luas, yakni penguatan kapasitas masyarakat.

“Kami tidak berhenti pada pembangunan sarana fisik. Tim Unusa juga melakukan edukasi kesehatan dan gizi, pendampingan praktik pemberian makanan bayi dan anak yang benar, serta penguatan peran masyarakat lokal agar mampu mengelola dan melanjutkan program ini secara mandiri,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa kolaborasi dengan pemerintah daerah dan masyarakat setempat menjadi kunci keberhasilan program. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, Dapur PMBA diharapkan tidak hanya berfungsi saat terjadi bencana, tetapi juga dapat dimanfaatkan dalam kondisi normal sebagai pusat layanan gizi berbasis komunitas.

“Kelompok masyarakat rentan selama ini memang berada pada posisi yang paling berisiko dalam situasi krisis. Keterbatasan mobilitas, kondisi kesehatan, serta kebutuhan khusus sering kali membuat mereka sulit mengakses bantuan secara cepat dan merata. Bahkan, dalam beberapa kasus, kelompok ini luput dari proses evakuasi maupun distribusi bantuan,” ungkapnya.

Dapur PMBA Unusa jadi tempat bermain anak-anak korban bencana di Bireuen Aceh. DUTA/ist

Pria yang juga sekaligus sebagai Ketua Center for Environmental Health of Pesantren (CEHP) Unusa ini menuturkan, dapur PMBA Unusa berupaya menghadirkan pendekatan yang lebih inklusif dalam penanganan kesehatan masyarakat. Dapur ini tidak hanya menyediakan makanan bergizi, tetapi juga menjadi ruang interaksi, edukasi, dan pemulihan, baik secara fisik maupun psikologis, khususnya bagi ibu dan anak.

“Program ini sekaligus menegaskan peran strategis perguruan tinggi sebagai agen perubahan sosial. Dengan mengintegrasikan keilmuan, riset, dan pengabdian, Unusa berkomitmen untuk terus hadir di tengah masyarakat, menjawab kebutuhan nyata, dan mendorong terwujudnya ketahanan kesehatan yang berkeadilan,” ungkapnya.

Syafiuddin menambahkan, ke depan, Unusa berharap model Dapur PMBA di Kabupaten Bireuen dapat menjadi contoh praktik baik yang dapat direplikasi di wilayah lain, terutama daerah-daerah yang rentan terhadap bencana.

“Sinergi antara perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan masyarakat, upaya perlindungan kelompok rentan diharapkan dapat berjalan lebih sistematis, berkelanjutan, dan berdampak luas,” pungkasnya. ril/lis

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry