Berpotensi Munculnya Berbagai Penyakit di Indonesia

Edza Aria Wikurendra, S.KL, M.KL

Dosen S1 Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan

SEIRING dengan bertambahnya jumlah penduduk yang semakin tahun mengalami peningkatan yang signifikan tentu akan memberikan berbagai masalah. Salah satu masalah yang pasti akan terjadi adalah berkaitan dengan perubahan iklim yang tentu berdampak pula terhadap potensi munculnya berbagai penyakit.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik bahwa hingga tahun 2017, jumlah penduduk di Indonesia sebesar 262 juta jiwa. Hasil tersebut akan terus mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2035. Sedangkan laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, jumlah penduduk Indonesia pada 2020 bakal mencapai 271 juta jiwa atau bertambah 10 juta dari jumlah penduduk pada tahun lalu.

Pada 2035, jumlah penduduk Indonesia akan menembus 300 juta. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan bagi iklim dan kesehatan kita. Mengapa demikian ? Perubahan iklim akan terjadi jika jumlah penduduk bertambah.

Bertambahnya jumlah penduduk diindikasikan dapat meningkatkan jumlah kebutuhan energi, yang selama ini lebih didominasi oleh sumber energi dari bahan bakar fosil. Penggunaan sumber energi kotor dari bahan bakar fosil akan memicu terjadinya emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global dan perubahan iklim.

Pertumbuhan penduduk dapat mengurangi laju emisi gas rumah kaca hingga mencapai angka 16 – 29 persen dan dapat menjaga suhu global dari efek-efek serius tertentu salah satunya berkaitan dengan munculnya berbagai penyakit (O’neill et. al, 2010).

Hasil tersebut sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 2007 bahwa penyebab terbesar global warming adalah hasil kegiatan manusia yang mengeluarkan Gas Rumah Kaca (GRK). Gas yang secara alami didapatkan dari sumber penguapan dan erupsi ini akan mengisi lapisan atmosfer dan akan memantulkan radiasi matahari kembali ke bumi sehingga suhu bumi meningkat.

Gas Rumah Kaca (GRK) hampir dihasilkan oleh semua sektor kegiatan berbahan bakar fosil, limbah organik, dan bahan pendingin pada alat elektronik. Kegiatan-kegiatan seperti deforestasi, pengelolaan sampah yang buruk, dan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara pun menambah produksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Bagaikan pedang bermata dua, program yang awalnya ditujukan untuk membantu masyarakat mendapatkan akses listrik, justru menuntut harga yang lebih mahal untuk dibayarkan dikemudian hari.

Menurut laporan Bastin et. al (2019), beberapa kota di Indonesia akan mengalami kenaikan temperatur pada tahun 2050. Seperti Jakarta, yang akan mengalami kenaikan sebesar 3,1 derajat Celcius, Bogor naik 2,6 derajat Celcius, Bandung 1,8 derajat Celcius, Surabaya 1,4 derajat Celcius, dan Malang 1,8 derajat Celcius.

Di Sumatera juga mengalami kenaikan serupa di tahun 2050. Yakni Bandar Lampung naik 2,2 derajat Celcius, Palembang 3 derajat Celcius, Padang 1,8 derajat Celcius, Pekanbaru 1,9 derajat Celcius, serta Medan 2,1 derajat Celcius. Perubahan iklim ditandai dengan bertambahnya suhu pada setiap kota akan berpotensi terhadap munculnya penyakit antara lain :

  1. Perubahan iklim membuat temperatur bumi meningkat sehingga dapat menaikkan konsentrasi ozon permukaan yang merupakan salah satu pencemar udara utama yang dapat menyebabkan penyakit pernafasan.
  2. Perubahan iklim memicu semakin berkurangnya keanekaragaman hayati sehingga dapat menyebabkan kelangkaan bahan baku obat dari tumbuhan.
  3. Perubahan iklim yang membuat adanya degradasi lahan dan perubahan fungsi ekosistem dapat menyebabkan perubahan penyebaran vektor penyakit dan penurunan sumber daya air sehingga akses pada air bersih dan sanitasi yang sehat makin terbatas.
  4. Perubahan iklim mempengaruhi kesehatan melalui jalur kontaminasi mikroba dan transmisi dinamis di mana dampak kesehatan yang dapat terjadi dari proses tersebut di antaranya efek peningkatan temperatur terhadap kesakitan dan kematian, bencana akibat cuaca ekstrem, peningkatan pencemaran udara, penyakit bawaan air dan makanan, dan penyakit bawaan vektor dan hewan pengerat.
  5. Peningkatan temperatur udara sebesar 2-3 derajat Celsius akan meningkatkan jumlah penderita penyakit tular vektor sebesar 3-5 persen karena peningkatan temperatur akan memperluas distribusi vektor dan meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan parasit menjadi infektif.
  6. Pemanasan global mengubah penyebaran geografis penyakit malaria, malaria kini muncul di dataran tinggi yang sebelumnya bebas malaria.

Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan perubahan iklim ini, perlu kolaborasi dari berbagai disiplin keilmuan dan saling bersinergi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul akibat perubahan iklim. Diharapkan pada periode 2025-2030 masyarakat Indonesia akan memiliki generasi terbaik dan produktif karena pada saat itu Indonesia akan memasuki puncak bonus demografi tertinggi. *