Saifuddin SPd, petugas Museum NU (kiri) dan santri Roudhotut Thullab. (FT/MKY)

SURABAYA | duta.co –  Sejumlah santri Pondok Pesantren Sunan Sendang ‘Roudhotut Thullab’ Paciran, Lamongan, Senin (28/3/22) mampir ke Museum NU (Nahdlatul Ulama) di jalan Gayungsari Timur 35, Surabaya.

“Banyak agenda (ziarah) yang kami lakukan, tetapi, pesan Mbah Yai mampir dulu ke Museum NU. Setidaknya kami bisa lebih mengerti sejarah NU,” demikian salah seorang santri kepada duta.co.

Seperti sudah ‘tertata’. Padahal, lazimnya, setiap hari Senin, Museum NU tutup. Tetapi, kali ini, Saifuddin SPd, petugas Museum NU, ternyata sudah berada di tempat. “Alhamudulillah, Anda bisa masuk. Mas Udin ternyata sudah berada di dalam Museum NU,” demikian Gunto Dwi Wasono, keamanan yang menjadi Museum NU.

Paham Sejarah NU

Udin, demikian akrab dipanggil, kemudian menemani puluhan santri Roudhotut Thullab. Satu peratu peninggalan para masyayikh ia perkenalkan. “Di atas ada keris, kitab-kitab klasik, juga ada sepeda kiai yang biasa dipakai mengaji. Di sebelah, ada surat dari Raja Saud saat menjawab tim Komite Hijaz agar Arab Saudi memperbolehkan umat Islam di sana mengamalkan empat madzhab,” jelasnya.

Menurut Udin, warga NU, apalagi yang berasal dari pondok pesantren, adalah wajib mengetahui dan memahami sejarah berdirinya NU. Termasuk santri Sunan Sendang Roudlatut Thullab yang diasuh KH Salim Azhar, Rois Syuriah PCNU Cabang Lamongan.

Seperti kita tahu, pesantren ini berdiri di atas tanah sendiri, berstatus waqof seluas 10.311 m². Selain gedung TPQ Roudlotut Thullab, ada Gedung BPI Roudlotut Thullab, asrama Putri Roudlotut Thullab, PondokPutra Roudlotut Thullab, serta pertanian dan perkebunan.

Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Sunan Sendang Roudlotut Thullab adalah Model Salafiyah Plus, memberikan bimbingan kepada santri meliputi, Pendidikan Akhlaq, Ilmu Fiqih dan Tauhid, Ilmu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Ilmu Falak dan Faroidl. Keterampilan, olah raga dan seni. Al Qur’an Bin Nadhor, Bil Hifdhi, Bittaghonni. Ta’limul Muta’allim, Kifayatul Atqiya’, Qishoh-qishoh Shufiyah. Alfiyah, Imrithi, Shorof, Balaghoh, ’Arudl. Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Tanwirul Qulub, Fathul Majid. Durusul Falakiyah, Sullamun Nayyiroin, ’Uddatul faridl dan, tak lupa Bertani, Menjahit serta seni bela diri. (mky)