DAKWAAN: Ustad Alfian Tanjung saat mendengarkan dakwaan atas kasus ujaran kebencian di PN Surabaya. Alfian kembali didakwa atas kasus yang sama pasca dibebaskan karena kesalahan administrasi di berkas dakwaan. Duta/Henoch Kurniawan

SURABAYA | duta.co – Setelah sebelumnya eksepsi dikabulkan oleh hakim dan dinyatakan lepas dari dakwaan jaksa, kini Ustad Alfian Tanjung kembali didudukan di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya setelah jaksa memperbaiki materi dakwaan, Rabu (4/10).

Sidang perdana kasus dugaan ujaran kebencian ini digelar di ruang Cakra PN Surabaya. Sama seperti sidang sebelumnya, pada persidangan kali ini juga dipenuhi oleh pendukung terdakwa.

Tampak terdakwa mengenakan baju putih dan dibalut jas hitam, celana coklat gelap serta mengenakan songkok hitam.

Ada pemandangan haru pada sidang perdana ini. Saat memasuki ruang sidang, Alfian Tanjung langsung mencari anaknya terlebih dahulu, dan memeluk anaknya tersebut. Setelah Itu, ia duduk di kursi pesakitan.

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin langsung oleh Kepala Kejari Tanjung Perak Surabaya, Rahmat Supriadi, kemudian membacakan dakwaan di hadapan majelis hakim.

Di dalam dakwaan, jaksa menjelaskan seperti di dakwaan sebelumnya, Alfian Tanjung pada pukul 05.00 WIB di masjid Mujahidin, jalan Perak Barat Surabaya pada 26 Januari 2017.

Di masjid itu, Alfian Tanjung diundang untuk memberikan ceramah, pada kegiatan Gerakan Sholat Subuh Berjamaah. Dalam kegiatan tersebut, Alfian Tanjung berceramah dengan judul sikap umat Islam menghadapi invasi cina (PKI/PKC).

Di tengah-tengah ceramahnya, ia sempat menyinggung pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Selain itu menghina mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.

Dalam ceramah tersebut juga menyebutkann pemerintahan Jokowi dengan sebutan pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) dihadapan ratusan Jamaah yang ada di masjid tersebut.

Usia dakwaan dibacakan, tim penasehat hukum terdakwa langsung mengajukan eksepsi. Pihak Alfian Tanjung menyatakan, perkara diskriminasi ras dan etnis hanya bisa disidangkan ketika pihak pelapor adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), bukan individu.

Hal itu mengacu dalam UU No. 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. “Komnas HAM yang berwenang untuk mengadu, bukan orang yang bernama Sujatmiko. Maka saya minta majelis hakim menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan,” ujar kuasa hukum Alfian Tanjung, Munarman.

Munarman menambahkan, sejauh ini, Komnas HAM tidak pernah mengadukan perkara ujaran kebencian dan diskriminasi ras etnis yang dilakukan terdakwa Alfian Tanjung. Dalam sidang yang dipimpin Dedi Fardiman ini, terdakwa menyampaikan eksepsi yang tertuang dalam berkas setelah 48 halaman.

Eksepsi ini dibacakan secara bergantian oleh belasan penasehat hukum terdakwa. “Yang disampaikan terdakwa dalam pengajian adalah bagian dari tugas umat muslim untuk berdakwa. Apa itu perbuatan pidana. Jadi, kami menilai, terdakwa adalah ulama yang dikriminalisasi,” ujar salah satu penasehat hukum terdakwa.

Sementara itu, puluhan pendukung Alfian Tanjung memenuhi ruang sidang dan meneriakkan dukungan pada dosen di Universitas HAMKA itu.

Puluhan aparat keamanan juga berjaga selama sidang berlangsung guna mengantisipasi tindakan anarkis yang dilakukan pendukung terdakwa. Sebelum sidang diakhiri, penasehat hukum terdakwa meminta pada majelis hakim agar terdakwa di tahan di Surabaya untuk memudahkan proses persidangan. Saat ini, terdakwa di tahanan di Polda Metro Jaya, Jakarta.

Sesuai dengan dakwaan yang dibacakan oleh JPU, perbuatan terdakwa didakwa telah melakukan ujaran kebencian, tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.

Selain itu, Alfian Tanjung juga terjerat pasal 156 KUHP dan pasal 16 UU No. 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. eno/mg2

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry