SURABAYA | duta.co – Jagat media sosial hari ini, Rabu (10/10), dijejali komentar tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne edisi terbaru, Selasa (9/10) dengan tajuk ‘Di Balik Drama Hoax Ratna Sarumpaet’.

Penjelasan Dahnil Anzar Simanjuntak, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. memperoleh banyak komentar. Banyak netizen sadar, bahwa, drama kebohongan Ratna ‘disiapkan’ sedemikian rupa untuk ‘menamatkan’ Prabowo.

“Dahnil anak muda yang hebat. Ketenagannya, kedewasaannya, logika kalimatnya bisa mengubah nalar penonton. Saya sendiri baru sadar, ini drama politik, Prabowo harus jadi korban,” demikian ditulis Mohammad Sabri, salah seorang netizen, Rabu (10/10).

Gaya Dahnil memang lugas. Mirip dosen menjelaskan kepada mahasiswanya. “Saya menikmati Puisi Mas Budiman (Budiman Sudjatmiko adalah politisi PRD kini PDI-P red.), sepertinya elok didahului dengan pantun. ‘Buya Karni Duduk Termangu, Pikiran dan Hati Sedang Ragu. Meski Prabowo-Sandi Tertipu, Insya-Allah Tak akan Pernah Menipu’,” demikian pantun Dahnil yang membuat Karni Ilyas tersipu.

Dahnil lalu menjelaskan kronologinya. Ada sekitar 7 orang yang mengirim pesan ke Prabowo Subianto tentang Ratna Sarumpaet. Kalimatnya macam-macam, termasuk pesan yang dikirim Fadli Zon dan staf, termasuk Said Iqbal.

“Mereka ini telah mendapat pesan dari Bu Ratna Sarumpaet, termasuk gambar dari Fadli Zon yang kemudian menyebar. Isinya, hampir semua sama, kejadian 21 September di area parkir Bandara Bandung,” jelasnya.

Ratna, kata Dahnil, mengakui foto ‘bonyok’ yang tersebar adalah foto dirinya. Dia minta 08 (sebutan Prabowo Subianto red.) harus tahu itu, karena mengancam dirinya. Pesan ini juga disampaikan kepada Ketua BPN Pak Djoko Santoso, isinya sama, konsisten seperti itu.

”Nah dari cerita-cerita itu, akhirnya, hari Senin, benar-benar sampai ke Pak Prabowo. Juga diperlihatkan fotonya. Pak Prabowo langsung kaget, bertanya: Ini siapa? Ketika dijelaskan itu Bu Ratna, Pak Prabowo ingin jenguk ke rumah. Tetapi, Bu Ratna malah tidak mau, minta bertemu di suatu tempat, Cibinong. Di sana sudah ada Pak Amien dan Fadli Zon,” tegasnya.

Apa yang terjadi? “Di depan Pak Prabowo, cerita Bu Ratna sama, persis dengan apa yang disampaikan 7 pesan tadi. Bahkan ditunjukkan jahitan dan lain-lain. Pak Prabowo langsung menyarankan lapor polisi, segera visum. Tetapi Ratna menolak dengan alasan tidak percaya polisi, karena kasus dugaan makar saja, katanya SP3, juga belum jelas,” lanjutnya.

Ratna bahkan menjelaskan, bahwa, alam demokrasi sekarang sedang sakit seperti ini, bisa-bisa nggak dapat keadilan. “Kemudian Pak Prabowo memberi solusi, bahwa dirinya siap berkomunikasi dengan Kapolri, tetapi, tetap menyarankan lapor polisi,” tegas Dahnil.

Disadari bersama, bahwa ada memori kolektif, di mana yang terjadi sekarang banyak kasus tidak tuntas. Persekusi terhadap sejumlah tokoh, juga tidak selesai.

“Akhirnya sepakat mengkomunikasikan masalah Bu Ratna ini ke Kapolri dan menyampaikan ke pulkik, supaya kasus serupa tidak terjadi. Ini sepakat. Tetapi, (ini juga janggal red.) Bu Ratna ternyata tidak berkenan bersama Pak Prabowo saat menyampaikan masalah ini ke pulbik,” tambahnya.

Mau jadi Apa Negara Ini?

Jadi kenapa memutuskan ke publik? “Sederhana, ini soal memori kolektif, kolektif publik, kasus-kasus persekusi banyak yang belum tuntas. Jadi murni karena empati Pak Prabowo terhadap Bu Ratna, seorang perempuan,  bagian dari tim pemenangan, setelah itu berencana bertemu dengan Kapolri.”

Koordinasi dengan polisi. “Saya diminta untuk komunikasi dengan polisi, terkait Bu Ratna ini. Ternyata, esok harinya, sudah dengar kabar yang berbeda. Bu Ratna kontak orang dekat Pak Prabowo. Dia bertanya: Apakah Pak Prabowo dan Pak Amien itu, orangnya pemaaf?.”

“Ada apa? Mereka selalu memaafkan? Ternyata dia menyatakan sendiri, telah berbohong. Sampailah itu ke Pak Prabowo? Beliau benar-benar terkejut! Merasa dibohongi. Maka, saat itu juga, minta maaf ke pulbik. Karena kebohongan Ratna itu sudah sampai ke publik. Ini langsung dilakukan karena Ratna sendiri bilang dia berbohong. Terlepas benar tidaknya,  yang penting ini harus segera sampai ke publik.”

“Jadi, tidak ada satu pun narasi politik yang berlebihan, fokus ada aniaya, ada persekusi,” jelasnya.

Nah, lanjut Dahnil, justru yang mengejutkan muncul pelaporan Pak Prabowo dan lain-lain. Bahkan ada desakan ke Bawaslu segala macam. “Yang lebih mengagetkan kami, ini semua politicking. Bukankah peristiwa pembohongan selama ini sering terjadi? Bahwa Pak Prabowo bisa dibohongi, itu wajar, karena beliau tidak punya intelijen, instrumen yang cukup. Dan tidak pernah buruk sangka ke Bu Ratna.”

Danil kemudian memberikan contoh simple. Ada seorang perempuan lari, dikejar orang. Dia teriak dirampok. Maka, rasa empati, kemanusiaan seseorang pasti ‘selamatkan dulu’ ini orang. Bahwa kemudian ternyata dia justru perampoknya, maka, jangan salahkan orang yang berniat menolong.

“Sekarang ada laporan Bawaslu, agar Prabowo-Sandi dianulir, silakan saja. Kalau empati dianggap salah, empati dianggap kejahatan, maka, kita harus menjadi makhluk seperti apa?,” terangnya.

Dahnil kemudian mengingatkan kebohongan yang pernah dialami negara. Ketika Archandra Tahar diangkat sebagai menteri, ternyata dia bukan WNI, ini negara dipermalukan, presiden dipermalukan, kita juga tidak salahkan dia.

“Lalu ada juga karya tulis (Afi Nihaya Faradisa) yang plagiat, padahal sudah diapresiasi Presiden Jokowi. Artinya presiden tertipu, presiden salah, lalu kita mau bilang apa?,” tegasnya.

Dahnil mengingatkan Budiman, yang berusaha menyeret kasus ini ke luka lama, kasus Ahok. Ini menunjukkan kasus lama masih tersisa luar biasa. “Tidak sehat buat politik kita, ini sudah diarahkan menjadi narasi stigma. Mau jadi apa politik kita?” tegasnya.

Penjelasan Dahnil mendapat pujian banyak pihak. Netizen memberikan tiga jempol untuk Dahnil. “Sing Waras Ngalah. Tapi demi bangsa dan negara, kita tidak boleh sembarang ngalah Bung!. Bravo Bang Dahnil,” tulis salah seorang warganet.  (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry