SIDANG KASUS PWU: Dahlan Iskan di Pengadilan Tipikor Juanda, Waru, Sidoarjo, dalam sidang beberapa waktu lalu. (ist)

SURABAYA | duta.co – Mantan Dirut PT Panca Wira Usaha (PWU) Dahlan Iskan mengaku sempat diserang penyakit lupus selama menjalani perkara dugaan korupsi pelepasan aset  BUMD Pemprov Jawa Timur tersebut. Penyakit itu di luar terapi rutin transplantasi hatinya, yang dia jalani sejak sepuluh tahun terakhir.

Dahlan menyampaikan ‘curhat’-nay itu saat sidang dengan agenda duplik (tanggapan atas tanggapan jaksa terhadap pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda, Waru, Sidoarjo, Selasa (18/4/2017). Mantan BUMN itu membacakan dupliknya, selain duplik yang disampaikan tim penasihat hukumnya.

Dahlan mengaku senang replik yang dibacakan jaksa penuntut umum kemarin, tidak menyentuh pledoi, atau pembelaannya. Dia menyebut jalannya perkara aset PWU seperti rujak sentul. “Kami ngalor, jaksa ngidul (kami ke utara, jaksa ke selatan),” ujar mantan Dirut PT PLN itu.

Selama jalani sidang perkara aset, Dahlan mengaku sempat didiagnosis gejala penyakit lupus oleh dokter RSU dr Soetomo Surabaya. Karena itu, dia mengajukan izin berobat ke luar negeri beberapa waktu lalu. “Ternyata hasil pemeriksaan di RS Di Yi Zhong Xin Yi Yuan, Tianjin, (Tiongkok) sama (di ambang serangan lupus). Alhamdulillah, langsung ditangani,” tuturnya.

Imunitas atau daya tangkal tubuh Dahlan terhadap penyakit memang rentan. Minum obat rutin harus dilakukan untuk meminimalisasi serangan. “Namun, saya tidak mungkin tidak minum obat tersebut, karena hati yang terpasang di tubuh saya sejak sepuluh tahun yang lalu itu tetap dianggap benda asing oleh sistem tubuh saya yang asli,” katanya.

Dahlan lalu bercerita soal muasal penyakitnya. 14 tahun lalu, dia mengaku didiagnosis terkena sirhosis dan kanker hati. Dua tahun (2003-2005) dia mondar-mandir Surabaya-Singapura, untuk kemoterapi. Tujuannya, untuk mengatasi gelembung darah di saluran pencernaan. Hasilnya tidak memuaskan.

Waktu itu, Dahlan mengaku sudah jadi Direktur Utama PWU. Tetapi, penyakit jadi kendala, sehingga dia harus lebih banyak meninggalkan kantor dan berobat ke luar negeri. Sejak 2005, dia lebih banyak tinggal di Tiongkok. Di provinsi Shandong dan Heilongjiang, dia menjalani terapi. Tapi masih gagal.

Dahlan terus berupaya membunuh sel kanker yang menyerang hatinya. Singapura-Tiongkok, dia jalani, dari terapi tradisional hingga penanganan medis secara modern. Hatinya pernah dibakar, tetapi kanker tumbuh lagi setelah sempat mati.

“Akhirnyam saya jalani upaya sapu jagat: ganti hati. Belum tentu berhasil, tetapi tidak ada pilihan lain. Berhasil pun ada syaratnya: saya harus minum obat penurun imunitas setiap hari. Seumur hidup. Risiko berikutnya adalah saya mudah terkena dan tertular penyakit,” katanya.

Pada akhir curahan hati tertulisnya, Dahlan menyampaikan doa kepada saksi kunci perkara aset PWU, Sam Santoso, dan jaksa. “Kepada saudara Sam Santoso yang mengakibatkan saya jadi terdakwa ini, saya tetap mendoakan agar cepat sembuh, kian kaya-raya dan berumur panjang,” ujar Dahlan.

“Kepada jaksa yang masih muda-muda dan ganteng-ganteng ini, saya doakan kariernya lancar, pangkatnya terus naik dan jabatannya meningkat, setelah selesainya perkara ini,” tutur Dahlan.

Jaksa menuntut Dahlan enam tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan dalam perkara aset PWU. Jaksa juga menuntutnya dengan ganti rugi negara Rp4,1 miliar, separuh dari total kerugian negara Rp8,3 miliar subsider tiga tahun enam bulan kurungan. eno, viv

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry