Muhammad Yunus adalah Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Islam Malang. Anggota Pengurus Wilayah Lembaga Pendidikan Maarif PWNU Jawa Timur

“Inilah yang tidak ditemukan di negara-negara lain. Setidaknya berita itu tidak saya dapatkan sampai detik ini kecuali Hadramout, Yaman sebagai negara yang bebas dari Covid-19 ini.”

Oleh : Muhammad Yunus*

SEJAK corona virus disease atau Covid-19 muncul, November 2019 di Wuhan, China, berbagai spekulasi dan pencarian dilakukan untuk menemukan patient zero atau orang yang pertama kali terinfeksi virus ini. Karena ini yang kemudian mengakibatkan penyebaran dan menjadi kasus pandemic global, hampir 153 negara terdampak virus tersebut.

Meskipun telah ditemukan patient zero, pada manusia berusia 55 tahun, terjangkit Covid-19 pada 17 November 2019, ternyata keyakinan itu masih menimbulkan sanksi banyak orang. Karena pada tanggal itu, sudah ditemukan sekitar puluhan, bahkan ratusan orang yang sama, positif corona, sehingga pencarian patient zero belum menemukan kata final. Maka, masih banyak yang harus dilakukan untuk menemukan titik terang dari berbagai spekulasi yang muncul.

Indonesia sebagai negara dengan populasi penduduk nomor 5, terbanyak dunia, baru mengumumkan pada tanggal 2 Maret 2020. Saat itu Presiden Jokowi sendiri yang mengumumkan, jika 2 warganya ada yang positif Covid-19. Meski ada yang menyakini, bahwa, data di luar itu lebih banyak dan lebih dulu ada, tapi ditutup-tutupi. Keyakinan itu menggunakan acuan Pemerintah Arab Saudi yang melarang sejumlah negara untuk umrah pada tanggal 27 Februari 2020, termasuk Indonesia.

Dari 2 orang, ditanggal 2 Maret 2020 tersebut, hingga data pertanggal 2 April 2020 atau 30 hari setelah itu, secara resmi tercatat 1790 orang positif Covid-19 di Indonesia. 112 orang (6,27%) dinyatakan sembuh, 170 orang (9,5%) dinyatakan meninggal. Jumlah yang meninggal lebih banyak dari pada yang sembuh.

Dari jumlah yang terpapar Covid-19, DKI Jakarta menempati peringkat 1 dengan jumlah 897 kasus, diikuti Jawa Barat 223 kasus, Banten 164 kasus, dan Jawa Timur 104 kasus. Sekali lagi, ini data 2 April 2020.

Jika kita membandingkan kasus di Indonesia dengan negara lain, terkait Covid-19, tertinggi adalah Italia. Di Italia tanggal 21 Februari 2020, adalah permulaan Covid-19. Data pertanggal 19 Maret 2020 Italia mencatat sebanyak 41.335 orang yang terpapar Covid-19.

Dari data itu 3.405 atau 8.3% diinfokan meninggal dan 4.440 orang atau 10.83% sembuh. Yang mencengangkan, data di Italia pertanggal 1 April 2020 tercatat 105.792 kasus positif Covid-19 dan 12.428 darinya meninggal atau sekitar 11.75%. Data yang sembuh dan meninggal berada dikisaran 8-11% dari total kasus yang diinfokan.

Berbagai sektor telah terdampak, baik langsung maupun tidak langsung dari Covid-19 ini. Sektor hotel dan pariwisata dimungkinkan paling berdampak kerugian dari pandemi ini, karena anjuran untuk stay at home, membuat orang tidak berani keluar rumah kecuali urusan sangat penting. Sektor maskapai penerbangan, event organizer, industry, sampai dunia pendidikan pun tidak lepas dari dampak ini.

Saat ini yang paling sibuk adalah tim kesehatan dan tim satuan tugas penanggulangan Covid-19 ini. Kita patut ucapkan terima kasih kepada mereka-mereka yang berada di garda paling depan.

Logika dan Spiritualitas

Menarik untuk dilihat dari konteks Indonesia adalah pergulatan logika dan spiritualitas atau keTuhanan. Awal Covid-19 mewabah di Wuhan, China, berbagai spekulasi bermunculan dari sebagian mereka yang paham agama.

Menurutnya itu adalah azab Allah karena Wuhan telah menelantarkan kaum muslimin. Sehingga Allah membalasnya dengan azab yang pedih. Seakan membawa drama bahwa Allah selalu ikut campur dalam urusan ini.

Namun yang mencengangkan ketika Arab Saudi mulai menutup dua tempat suci, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi untuk umum. Maka, hujjah itu sudah tidak lagi berlaku. Artinya wabah ini sudah tidak kenal jenis kelamin dan agama seseorang, ahli maksiat atau ahli ibadah, orang kaya atau orang miskin, kaum terpelajar atau tidak, pejabat atau orang biasa, semua bisa kena. Seakan-akan Covid-19 mengajarkan kita akan arti sebuah keadilan.

Jika di China kita melihat bagaimana negara ini menghadapi virus dengan membangun rumah sakit khusus pasien Covid-19 dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan melakukan karangtina massal atau lockdown, dan China tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang kepadanya, Indonesia justru sebaliknya. Nilai-nilai spiritualitas cukup mewarnai kehidupan kita semua bagaimana menghadapi virus ini.

Menurut saya inilah kehidupan ideal itu. Orang Indonesia melakukan itu. Menyeimbangkan kekuatan akal dan kekuatan hati (spiritualitas). Kehidupan yang hanya mengandalkan kemampuan otak saja, tidaklah cukup. Begitu juga yang hanya mengandalkan spiritualitas saja, tidaklah cukup. Harus dilakukan keduanya.

Inilah ciri Ahlussunnah wal jamaah itu. Sehingga kita lihat bagaimana gerakan protokol untuk mengantisipasi Covid-19 berjalan seirama dengan banyaknya amalan (doa-doa) yang viral. Pejabat pemerintahan mengeluarkan berbagai kebijakan, ulama memberikan bacaan-bacaan doa. Sehingga rakyatnya dapat menjalankan keduanya secara harmoni.

Gubernur Jawa Timur, Ibu Khofifah Indar Parawansah telah memberikan contoh keteladanan itu. Melalui media sosial Beliau mampu menyampaikan pesan itu. Ajakan kepada masyarakat untuk menghindari kerumunan dan menunda kegiatan yang mendatangkan masa banyak, satu sisi Beliau membuat video tentang bacaan lima benteng untuk menghindari penyakit ijazah dari Hadratus Syeich KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Inilah yang tidak ditemukan di negara-negara lain. Setidaknya berita itu tidak saya dapatkan sampai detik ini kecuali Hadramout, Yaman sebagai negara yang bebas dari Covid-19 ini.

Akhirnya marilah kita berdoa kepada Allah SWT. Saya mengajak kepada diri saya dan pembaca semua untuk tidak sedetikpun hilang harapan kepada Allah SWT.

Tidak ada kejadian yang terjadi di dunia ini kecuali atas kehendak-Nya. Jangan pernah hilang harapan sedetikpun atas rahmat-Nya. Sebesar apapun masalah yang kita hadapai, mari kita katakana kepada masalah itu Allah SWT Maha Besar.

*Muhammad Yunus adalah Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Islam Malang. Anggota Pengurus Wilayah Lembaga Pendidikan Maarif PWNU Jawa Timur.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry