Oleh: Abdul Halim Fathani*

PEMERINTAH masih dan terus akan tetap berjuang agar masa pandemi covid-19 ini segera berakhir. Tentu perlu kerjasama dengan semua elemen masyarakat. Dalam wawancara eksklusif di Mata Najwa (22/4), Presiden Jokowi menegaskan akan pentingnya menerapkan kedisplinan yang tinggi bagi masyarakat dalam mengikuti protokol pencegahan Covid-19 ini. Tak terkecuali bagi dunia pendidikan tinggi. Dalam pengamatan penulis, masih ada mahasiswa yang berada pada posisi dilematis, terutama mahasiswa tingkat akhir yang tengah menyelesaikan tugas akhir (skripsinya).

Kebijakan protokol yang mengharuskan adanya penerapan physical distancing, pembelajaran dari rumah, bekerja dari rumah, ibadah di rumah, serta melakukan pembatasan sosial, membuat mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi ‘galau’. Mereka harus mampu beradaptasi untuk dapat menyelesaikan permasalahan dan menjawab tantangan baru di era covid-19 ini.

Skripsi, bagi mahasiswa S1 merupakan karya wajib dan penting. Menurut Dr Bramastia, MPd, Pengamat kebijakan pendidikan, doktor Ilmu Pendidikan UNS Surakarta, sebagaimana dalam artikelnya yang dimuat detik.com (9/4), menegaskan bahwa skripsi mahasiswa memiliki bobot tinggi bagi kaum akademisi. Ketahanan dan keuletan dalam mengerjakan skripsi menjadi potret diri mahasiswa saat menyusun kerja mandiri.

Kata kuncinya adalah Bramastia berpendapat bahwa skripsi harus tetap berjalan sebagaimana ‘khittah’nya, meskipun di masa Pandemi covid-19. Karena, dalam proses pengerjaan skripsi itulah, mahasiswa akan ‘ditempa’ ketahanan intelektualnya. Sementara, fakta di lapangan, sebagian mahasiswa ‘menunggu’ kebijakan yang arif untuk memberikan ‘perlakuan’ yang adil terhadap mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi, di waktu situasi kita sedang menghadapi pandemi yang belum tahu kapan akan berakhir ini.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), melalui Surat Edaran Nomor 302/E.E2/KR/2020 tentang Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan, mengimbau agar perguruan tinggi dengan otonomi yang dimilikinya dapat memberikan fleksibilitas dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh di masa darurat covid-19.Termasuk di dalamnya adalah penyelesaian tugas akhir (skripsi).

Ditjen Dikti sudah memberikan lampu hijau agar tugas akhir yang dikerjakan mahasiswa, tidak harus berupa pengumpulan data primer di lapangan atau laboratorium. Namun, mahasiswa harus diberikan kelonggaran untuk menyesuaikan metode dan waktunya yang lebih fleksibel sesuai dengan bimbingan dari dosen pembimbing. Yang penting tetap mengacu pada capaian pembelajaran (learning outcome) yang diharapkan.

Skripsi dari Rumah

Merespon Surat Edaran Ditjen Dikti itu, bagi pihak perguruan tinggi, hemat saya tidak ada kendala yang berarti. Tetapi, di kalangan mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi, bisa jadi ada yang terkendala.

Mahasiswa yang sudah mendapatkan persetujuan dalam proposalnya, harus ‘segera’ melihat kembali proposalnya tersebut. Apakah dalam menjawab proposal skripsi tersebut, dapat dilakukan secara online dari rumah atau tidak? Jika bisa, maka mahasiswa tinggal melanjutkan saja ke tahapan berikutnya untuk pengambilan data kemudian menganalisisnya.

Sedangkan bagi mahasiswa yang dalam menuntaskan penyelesaian proposal skripsinya, harus terjun ke lapangan atau laboratorium, maka mahasiswa harus ‘berpikir ulang’ untuk melakukan penyesuaian proposalnya. Bisa jadi, mengubah metode penelitiannya, mengganti lokasi penelitiannya, instrumen penelitiannya, atau lainnya. Tentu, ‘ini akan menjadi ‘tantangan’ baru bagi mahasiswa, karena mereka harus menyiapkan ‘modal pengetahuan’ baru untuk menuntaskan skripsinya.

Bagi mahasiswa yang dapat terus melanjutkan proposal yang sudah disetujui pembimbing, tidak akan banyak tantangan yang dihadapi. Mahasiswa tersebut cukup saja konsentrasi pada penyiapan instrumen penelitian, yang semula dilakukan secara offline, berubah menjadi online. Gampang saja. Bisa saja menggunakan form online, wawancara online, diskusi online, dan seterusnya. Materi dan metode penelitian yang digunakan tetap sama sebagaimana pada proposal yang sudah disetujui.

Berlaku sebaliknya, bagi mahasiswa yang harus mengubah ‘metode, lokasi, instrumen, dan sejenisnya’, harus menyiapkan secara serius revisi penyesuaiannya. Misalnya, saja, yang awalnya metode penelitian eksperimen berbasis tindakan di lapangan, kemudian dirubah menjadi penelitian kepustakaan (library research), maka mahasiswa tersebut harus belajar mendalami tentang metode tersebut. Atau mengganti dari aspek lainnya. Prinspinya adalah bagaimana caranya agar skripsinya tetap dapat dikerjakan hingga selesai.

Soft Skills Baru

Skripsi di masa pandemi covid-19 ini ternyata juga membawa hikmah positif. Hemat saya, mahasiswa yang mendapatkan tantangan baru tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut akan memperoleh banyak pengalaman dan keterampilan-keterampilan (soft skills) baru yang sangat berharga. Keterampilan ini, bisa jadi tidak akan diperoleh jika mahasiswa mengerjakan skripsi pada situasi dan kondisi ‘normal’.

Di antara soft skills yang diperoleh adalah Pertama, mahasiswa dapat mengasah kemampuan berpikir kritis melalui aktivitas pembacaan ulang akan proposal skripsinya; Kedua, mahasiswa mendapatkan pengalaman baru bagaimana mengambil sebuah keputusan penting terhadap penyelesaian dari permasalahan yang terjadi, dengan perubahan (penyesuaian) proposal skripsi;

Ketiga, mahasiswa terasah lebih terampil dalam penggunaan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai alat bantu mengerjakan skripsi, baik mulai dari instrumen penelitian maupun bimbingan online; keempat, kemampuan percaya diri mahasiswa juga meningkat; kelima, mahasiswa dituntut memiliki kemampuan etika komunikasi yang baik dengan dosen pembimbing dan mitra penelitian, seiring dengan penerapan komunikasi secara online;

Keenam, mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan memimpin diri sendiri dan mengatur waktu secara baik; Ketujuh, kemampuan untuk melakukan kreasi, inovasi dalam hal berbagai kemungkinan keterlaksanaannya penelitian skripsi; kedelapan, kemampuan untuk mengontrol emosi diri secara internal; dan kesembilan, tentunya kemampuan untuk beradaptasi, dari situasi normal menuju situasi pandemi covid.

Kesembilan soft skills tersebut bisa menjadi energi baru bagi mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi. Mahasiswa, dengan bekal pengalaman dan kemampuannya selama di bangku perkuliahan, harus bisa menangkap segala peluang yang ada. Seolah-olah yang ada di hadapan adalah sebuah permasalahan, maka mahasiswa harus hadir untuk menjawab tantangan itu, agar bisa ketemu jalan keluarnya. Walhasil, skripsi di masa pandemi tetap bisa terpecahkan. Dilema membawa hikmah. Semoga.

*Penulis adalah Pemerhati Pendidikan dan Dosen Pendidikan Matematika Universitas Islam Malang.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry