PELATIHAN: Perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, dr Sulfi Dwi Anggraini, MKes, saat memberikan pelatihan PITC di RSUD Caruban. Duta/Aribowo

MADIUN | duta.co – Peran tenaga medis dalam melakukan deteksi dini HIV menjadi semakin penting. Berbagai layanan tes dan konseling HIV terus dilakukan, mulai dari konseling dan tes HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), VCT Mobile,  maupun di LSM peduli AIDS. Terbaru adalah Program Provider Initiated Testing and Counselling (PITC) pun diperkenalkan.

Program Provider Initiated Testing and Counselling (PITC) merupakan program yang mampu meningkatkan kapabicility tenaga medis. “Jika dulu tenaga medis lebih banyak pasif, dengan adanya program PITC  rekan-rekan medis kini dituntun untuk lebih proaktif. Dengan strategi ini, petugas medis harus lebih aktif menawarkan kepada pasien-pasien yang terindikasi kearah HIV/Aids. Berdasarkan data, dari propinsi Jawa timur dengan adanya PITC ini, penderita HIV/AIDS lebih banyak diketemukan jika dibandingkan dengan menggunakan program Voluntary HIV Counselling and Testing (VCT), dimana Program VCT ini lebih banyak pasif atau menunggu klien datang, kalau dia merasa beresiko terkena faktor HIV/AIDS, pasien baru datang dan petugas baru nerima,” ujar perwakilan Dinkes Provinsi Jawa Timur, dr Sulfi Dwi Anggraini, MKes, saat memberikan pelatihan PITC di RSUD Caruban, kemarin.

Menurutnya, Meski petugas medis sudah diperkenalkan dengan adanya program PITC,  Program PITC dan VCT harus tetap berjalan bersama. Mengingat, ketika ada pasien yang ditawarkan oleh tenaga medis dan pasien masih tetap menolak, maka akan dibantu petugas konselor yang berada di VCT.

Dengan pemberian program PITC kepada tim medis, dirinya berharap ada perubahan dari pihak medis RSUD. “Apabila ada pasien yang terindikasi menderita HIV/AIDA yang dulunya dirujuk, sekarang ini bisa ditangani sendiri, toh tidak ada perbedaaan penderita HIV/AIDS positif dengan penderita negatif. Pada dasarnya, mungkin paranoid atau ketakutan atau mungkin belum yakin dari pihak medis itu sendiri,” ujarnya.

Dengan diberikan informasi yang jelas dan benar ini, bahwasannya penularan hiv/aids tidak mudah sekali. “Rekan-rekan medis bisa memahami dan mulai sekarang ini tidak perlu dirujuk lagi, kecuali kalau pihak RS itu belum memiliki kompetensi soal itu, contohnya adalah pemberian obat ARV, karena obat ARV nya belum ada, maka itu boleh dirujuk,” tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan Direktur RSUD Caruban, dr Djoko Santoso bahwasannya, pemberian pelatihan PITC ini guna meningkatkan kapabicility tenaga medis. Tenaga medis kini dituntun untuk lebih pro aktif untuk penanganan kasus HIV/AIDS.

“Warga masyarakat harus memahami bahwa penyakit HIV/AIDS tidak mudah menular,baik melaui kontak darah maupun kontak seksual, sehingga pencegahan mereka harus faham, begitu pula, dengan rekan-rekan medis dalam menangani penderita Hiv/aids tidak boleh diskriminasi dan tidak boleh melayani setengah hati dan tetap dilayani sepenuh hati seperti penderita lainnya,” ujar dr Djoko Santoso.

Ke depan, pihak RSUD Caruban saat ini sedang dalam proses pengajukan obat anti retro viral (ARV) ke Kementrian Kesehatan, jika sudah di acc maka mereka tinggal droping melalui dinas Kesehatan Propinsi berikutnya, dari Dinkes Propinsi disalurkan ke Dinkes Pemkab Madiun.

Sementara itu, Dari data Dinas Kesehatan Propinsi Jwa Timur jumlah pengidahp HIV/AIDS hingga bulan Juni 201 tercatat mencapai 42.742 kasus dan sebanyak 3.925 penderita dinyatakan meninggal dunia. bow

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry