Dr Sri Setyadji – Salah Satu Pendiri Koperasi Kaum Marhaenis Sejahtera (Kopimanis). (FT/IST)

“… yang diketahui masyarakat Jawa Timur, sosialisasi justru banyak dilakukan partai pengusung, sehingga tugas atau fungsi lembaga pelaksana seperti KPU Provinsi seakan mendompleng dalam setiap kegiatan partai. Ini yang terjadi.”

Oleh: Dr Sri Setyadji*

DEBAT perdana Paslon Cagub-Cawagub Pilgub Jatim, sudah digelar. Sebentar lagi, Selasa 8 Mei 2018 debat kedua dilakukan. Debat kedua nanti akan disiarkan stasiun Kompas TV dan Metro TV. Hari ini, opini publik dari pelbagai strata sosial masih terus bermunculan mewarnai media, mulai medsos, media cetak, media elektronik radio dan televisi, dll.

Perang opini terus dilakukan. Mencermati fenomena dan fakta yang ada, tentu, dapat ditebak, bahwa opini adalah bagaian dari strategi kampanye, sehingga siapa mengomentari siapa, dan hasil komentarnya seperti apa, semua sah-sah saja.

Wajar, bahkan sangat wajar karena masing masing Paslon, punya tim pemenangan yang tersistemik, mulai dari struktur partai, tim survey, tim komentator, relawan hingga pasukan siber. Hiruk-pikuk politik saat ini, masih terasa karena debatnya tim pemenangan masing-masing paslon, belum mampu melibatkan masyarakat secara umum.

Sehingga masyarakat yang berada di luar sistem pemenangan, masih asyik dan enjoy dengan membaca dan melihat komentar daripada menelaah esensi dan substansi debat Paslon itu sendiri.

Jangan heran, kalau kemudian debat paslon masih terkesan saur manuk, asal menang dalam pembicaraan, tidak peduli dengan data yang diperdebatkan, apakah itu benar atau justru bertentangan dengan kenyataan.

Di sinilah terjawab. bahwa debat Paslon secara substansial adalah debat terkait visi, misi. Tentunya, ini sudah dirancang atau diplaning dan dikaitkan dengan kondisi sosial ekonomi, pendidikan, kemiskinan  dan sosial politik dan lainya yang sistematikanya didasarkan pada data primer sebagai problem solving dan solusinya dalam 5 tahun ke depan. Inilah mestinya yang dipertajam dalam debat, bukan asal kelihatan menang dalam perdebatan.

Pertanyaanya: Sudahkah masing masing Paslon dalam memberikan jawabanya atas pertanyaan para panelis substansinya konsisten dengan visi-misinya. Di sini letak penilaian yang secara substansial terdapat relasi antara pertanyaan, jawaban dan konsistensi terkait visi misi masing masing Paslon.

Kemudian, sudahkan visi misi masing masing Paslon tersosialisasi dengan tepat sasaran pada masyarakat Jawa Timur, tanggung jawab siapakah sosialisasi visi misi Paslon agar masyarakat Jawa Timur mengerti dan paham terhadap gagasan besar yang tertuang dalam visi misi itu. Ini juga persoalan yang mendasar, karena sosialisasi tersebut menjadi bagaian dari sistem pemilu di NKRI yang secara kebetulan saat ini dilaksanakan  dalam Pilgub dan Pilbup.

Artinya, sosialisasi merupakan bagaian dari sistem Pemilu dan sistem pendidikan politik harus terukur dengan parameter yang jelas, karena sosialisasi akan menentukan tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan Pemilu.

Secara empiris, harusnya masyarakat Jawa Timur dapat memberikan respon dan penilaian terhadap tingkat keberhasilan sosialisasi ini, termasuk tugas dan tanggung jawab siapa? Karena yang diketahui masyarakat Jawa Timur, sosialisasi justru banyak dilakukan partai pengusung, sehingga tugas atau fungsi lembaga pelaksana seperti KPU Provinsi seakan mendompleng dalam setiap kegiatan partai. Ini yang terjadi.

Dalam konteks ini, nampaknya yang perlu diberikan suport agar dalam tahapan debat berikutnya, masyarakat  mengetahui, memahami dan sekaligus dapat memberikan penilaian pada masing masing Paslon atas relasi, substansi dan konsistensi terhadap visi-misi yang diusung. Dengan begitu, tahapan debat paslon nanti (kedua) masyarakat Jawa Timur dapat melihat, mengerti dan memahami serta memberikan komentar dengan parameter yang jelas. Bukan menyaksikan saur manuk yang tidak bermutu. (*)

Dr Sri Setyadji – Salah Satu Pendiri Koperasi Kaum Marhaenis Sejahtera (Kopimanis).

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry