SURABAYA | duta.co – Sholikhul Huda, MFil , Wakil Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Jatim, yang juga dikenal sebagai Pengamat Gerakan Transnasional, mengatakan, bahwa, posisi NU dan Muhammadiyah sebagai penjaga Indonesia, pengawal NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah sangat penting. Kedua organisasi ini, berada dalam  satu langkah menghadapi radikalisme yang bisa meruntuhkan persatuan dan kesatuan bangsa.

“Karena itu, NU-Muhammadiyah seduluran sak lawase (menjadi saudara selamanya red.). Tidak boleh dipecah-belah, apalagi faktanya, para pendiri kedua organisasi ini adalah ‘saudara seperguruan’. Maka, seduluran (persaudaraan red.) antara almaghfurlah KH Hasyim Asyari dan KH Achmad Dahlan harus dirawat dengan baik oleh generasi kedua organisasi ini,” demikian disampaikan Sholikhul Huda, kepada duta.co, Minggu (10/6/2018).

Diakui oleh Sholikhul Huda, bahwa, paham radikal juga terus menggerogoti Muhammadiyah. Untuk itu, Muhammadiyah juga tak pernah letih menghadang radikalisme ini. Selasa (12/6/2018), Ketua Pusat Studi Agama Budaya ( PSAB) UMSurabaya dan Mahaswa Doktor Pascasarjan UIN Sunan Ampel ini, akan membedah ‘Konversi Ideologi Radikal ke Muhammadiyah’. Acara yang berlangsung di Jabon, Jombang tersebut mengambil moment buka puasa berikut salat tarawih bersama.

“Bersama para pemuda Jombang, kita akan beberkan bahaya radikalisme di Muhammadiyah berikut cara mencegahnya. Biar pemuda tahu, bahwa, ada fenomena pertarungan ideologi radikal versus moderat di Muhammadiyah, ini fakta yang harus dihadapi bersama,” jelas penulis buku The Clash of Muhammadiyah Ideologi ini.

Peluang masuknya paham radikal itu, lanjut Sholikhul Huda, karena dua faktor. Pertama, internal (kritik kondisi internal Muhammadiyah) yang dianggap model dakwahya kurang keras atau terlalu lembek, tidak seperti kelompok Islam lainnya yang dianggap tegas dan keras. Kedua, faktor eksternal, pengaruh kondisi luar, arus globalisasi dan informasi serta menyebarnya ideologi Islam transnasional.

“Kedua faktor tersebut membuat sebagian aktivis Muhammadiyah terpengaruh, lalu ikut dalam gerakan Islam radikal, sehingga di saat mereka kembali ke Muhammadiyah, mereka masih membawa ideologi radikal, terjadilah clash (benturan) di internal,” jelasnya.

Sekarang, radikalisme membesar, bahkan mengarah ke terorisme. Umat beragama dibuat terbelalak dengan aksi bom Gereja di Surabaya. Ironisnya, kasus ini dijadikan isu politik untuk kepentingan tertentu dengan politik belah bambu (devide at impera) oleh pihak-pihak yang tidak ingin melihat NU-Muhammdiyah bersaudara.

“Anda bica baca narasi Saudara Ade Armando di media sosial. Ini politik belah bamboo. Dia menginjak kelompok satu dan mengangkat kelompok satunya. Harapannya memicu konflik antarkeduanya. Dan kalau itu terjadi, mereka akan tersenyum puas. Kita tidak boleh terpancing politik Armando, ini membahayakan Indonesia,” jelasnya.

Sholikhul Huda sangat menyayangkan komentar Armando di media sosial terkait respon Ormas NU dan Muhammadiyah terhadap gerakan radikal di Indonesia yang menyatakan NU lebih tegas dari Muhammadiyah kurang jelas. “Saya kira pernyataan itu tidak tepat dan cenderung mengadu domba dan merusak persatuan umat Islam di Indonesia. Kita harus cermat dengan gerakan seperti ini,” urainya.

Masih menurut Sholikhul Huda, Muhammadiyah secara tegas menolak cara-cara kekerasan, pengeboman dalam berdakwah. Muhammadiyah mengusung ideologi moderat yaitu ideologi tengahan yang menjunjung prinsip tawasuth, tawazun dan tasamuh. Muhammadiyah menolak keras gerakan ekstrem agama, baik yang liberal kiri maupun radikal kanan.

“Di sini saya kira saudara Armando perlu banyak membaca lagi terkait gerakan Muhammadiyah, sehingga tidak muda melakukan simplifikasi dan kesimpulan yang dangkal,” tegasnya.

Dikatakan, dalam menghadapi radikalisme dan terorisme Muhammadiyah punya cara sendiri dan semua organisasi punya cara masing-masing termasuk NU dan itu hal lumrah dan saling mnghargai. Dalam konteks menyikapi radikalisme dan terorisme Muhammdiyah lebih mengedepankan counter opini dengan penyebaran ideologi moderasi Islam dan cara cara santun, manusiawi dan mengikuti koridor hukum.

“Saudara Armando perlu tahu, cara dia memeta konflik NU-Muhammadiyah kurang pas sebagai seorang cendikiawan, dan perlu juga diketahui bahwa NU-Muhammadiyah adalah seduluran sak lawase demi Indonesia,” tegasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry