“Sanggahan Kennedy ini menunjukkan kepresidenan butuh perencanaan, dan setelah menjadi presiden sering tampak minim persiapan.”
Oleh Rosdiansyah
BETAPA sibuk sang presiden negeri Abang Sam (AS). Tak ada pengecualian. Mau dari Partai Republik atau dari Partai Demokrat, sama saja. Presiden yang menang akan segera larut dalam jadwal. Berada dalam pusaran agenda yang sering menghadapi dua tantangan.
Pertama, mengetahui apa yang harus dikerjakan dan mencari waktu yang tepat untuk mengerjakannya. Penulis buku ini berusaha melacak bagaimana beban kerja seorang presiden berlangsung selama hari-hari kerjanya di kantor kepresidenan.
Pengalaman berbagai presiden menunjukkan bahwa mereka sering harus berhadapan dengan masalah-masalah yang tak mudah untuk diselesaikan. Berbagai masukan dan saran dari orang-orang terdekatnya belum tentu harus menjadi rujukan utama. Sebab, ada pertimbangan-pertimbangan lain yang harus dipikirkan sebelum sampai kepada sebuah keputusan.
Hal itu diakui oleh presiden ke-44 AS, Barack Obama. Menurutnya, permasalahan yang bisa dipecahkan memang datang silih berganti, bahkan mungkin ada yang bisa memberi masukan, namun yang tersulit adalah membuat keputusan yang baik dan tepat.
Nyaris seluruh presiden juga menghadapi hal yang sama. Membuat keputusan yang berdampak bagus untuk masyarakat jelas tidak gampang. Apalagi jika banyak kepentingan di sekitar persoalan yang harus dipecahkan. Belum lagi, jika keputusan tersebut harus dibicarakan terlebih dulu pada Kongres atau lembaga-lembaga perwakilan rakyat agar tak terjadi bentrok kepentingan. Oleh karena itu, kepresidenan kadang bisa direncanakan tapi belum tentu benar-benar dipersiapkan. Seperti saat Robert McNamara komplain kepada John Kennedy, presiden ke-35 AS.
Bahwa dirinya (Robert McNamara) tak siap menjadi menteri pertahanan. Spontan disanggah oleh John Kennedy dengan mengatakan ”Bob (sapaan akrab Robert McNamara), untuk jadi presiden pun, tak ada sekolahnya”. Sanggahan Kennedy ini secara implisit menunjukkan kepresidenan memang butuh perencanaan tapi setelah menjadi presiden sering tampak minim persiapan. Ini masalah kepemimpinan. Jika perencanaan itu diikuti persiapan matang, maka ketika seseorang terpilih menjadi presiden, ia tak mengalami kegagapan apalagi sampai kebingungan hendak melakukan apa.
Dalam enam bab isi buku ini, penulis yang juga gurubesar ilmu politik di Universitas California, AS, berusaha menampilkan kinerja presiden dari berbagai sisi. Studi ini memakai data atau arsip rekaman kegiatan presiden di Gedung Putih. Namun, hasil observasi serta penelitian mendalam pada arsip-arsip tersebut sesungguhnya menghasilkan berbagai pelajaran penting untuk semua calon pemimpin di negara-negara lain. Bukan saja pada personalitas presiden, melainkan juga bagaimana presiden mengelola hubungan dengan orang-orang dekatnya.
Belum lagi jika menyangkut lobi-lobi kepentingan. Maka, hubungan antara presiden dan orang-orang terdekatnya bisa menjadi lebih rumit lagi. Situasi ini merupakan tantangan bagi presiden mengingat hirarki dalam birokrasi pemerintahan juga harus menjadi pertimbangan.
The President’s Day merupakan studi inovatif tentang sejarah, teori, dan praktik manajemen waktu kepresidenan modern. Matthew N. Beckmann berpendapat bahwa tugas penjadwalan kepresidenan yang tampaknya biasa-biasa saja ternyata sama bisa menjadi urusan serius. Dalam memilih apa dan siapa yang akan ditemui sang presiden, maka presiden terlebih dulu menilai sang tamu, mendefinisikan peran sang tamu, dan apa agenda sang tamu.
Buku ini menggabungkan penelitian arsip yang ekstensif dengan wawancara yang mencakup pemerintahan dari John F. Kennedy hingga George W. Bush, penulis mengungkap pola khas setiap presiden dalam hal kapan harus bekerja, berapa lama bekerja, berapa banyak yang harus dikemas, apa yang harus diprioritaskan, dan siapa yang harus ditemui di sepanjang masa kepresidenan.
Akhirulkalam, buku ini tentu saja sangat berarti untuk mengetahui bagaimana seorang pemimpin harus bekerja. Tentu saja, kerja-kerja pemimpin berbeda dari kerja orang biasa. Lebih dari sekadar pekerjaan biasa.*