SURABAYA | Duta.co – BRUIN Nusantara (Badan Riset Urusan Sungai Nusantara) mendatangi kantor BBWS Brantas di Wiyung, Surabaya. Organisasi tersebut, yang diwakili oleh koordinator programnya, Muhammad Kholid Basyaiban, S.H, menyerahkan satu bundel berkas yang berisi surat aduan dan beberapa dokumen pelanggaran alih fungsi bantaran Kali Surabaya.
“Surat aduan yang kami kirimkan hari ini berdasar temuan tim BRUIN atas pelanggaran alih fungsi bantaran Kali Surabaya. Sekitar 1000 lebih bangunan warung, toko, pergudangan dan pemukiman permanen maupun semi permanen berhasil kami inventarisasi dalam giat susur sungai,” ungkap Kholid, Rabu, (29/5/2024).
Kegiatan susur sungai dilakukan tim BRUIN sebanyak tiga kali sejak bulan Oktober hingga Desember 2023, mulai dari Kecamatan Wringinanom, Gresik sampai Terminal Joyoboyo, Kota Surabaya.
“Selain pengumpulan bukti serta dokumentasi bangunan liar/ilegal lewat susur sungai, kami juga melakukan pemetaan dan mapping bangunan liar dengan memanfaatkan aplikasi Google Earth untuk melihat secara langsung lewat satelit pelanggaran bangunan liar yang sengaja dibiarkan tanpa penertiban oleh pemerintah,” imbuh Kholid.
Alumni Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo tersebut menjelaskan bahwa pemetaan bangunan liar menggunakan aplikasi Google Earth mendukung kevalidan data yang memperlihatkan jarak bangunan liar yang ada di bantaran dengan bibir sungai. Ini melanggar regulasi Permen PUPR No. 28/PRT/M/2015 tentang Garis Sempadan Sungai & Garis Sempadan Danau. Kewajiban BBWS Brantas serta pemerintah terkait adalah menertibkan dan membongkar bangunan tersebut.
“Sesuai fungsi dan peruntukannya dan berdasarkan Permen PUPR 28/PRT/M/2015, Kali Surabaya merupakan sungai yang berada di tengah kawasan perkotaan dengan kriteria kedalaman 3-20 meter sehingga ketentuan garis sempadannya adalah paling sedikit 15 meter dari tepi kanan kiri palung sungai. Namun, nyatanya bangunan yang kami temukan berada di atasnya yang jelas-jelas melanggar regulasi,” tambah Kholid.
Diperlukan sosialisasi dan pemahaman terhadap penduduk yang hidup di bantaran sungai Brantas, khususnya aliran Kali Surabaya yang berada di pusat metropolitan, terkait mekanisme pemanfaatan dan larangan kegiatan apapun di bantaran sungai. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air (UU SDA) junto Pasal 1 angka (7) Permen PUPR No. 28/PRT/M/2015 menjelaskan bahwa wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air, termasuk di dalamnya tanah bantaran sungai.
“Pemanfaatan bantaran sungai tidak sesuai dengan fungsinya jelas merupakan pelanggaran pidana yang larangannya dijelaskan dalam Pasal 5 junto Pasal 7 UU SDA, yang menafsirkan bahwa sumber daya air termasuk (bantaran sungai) dikuasai negara dan tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, dan atau badan usaha,” tegas Kholid.
Ia juga menambahkan bahwa hanya dengan izin pemanfaatan yang diberikan oleh Kementerian PUPR setelah mendapat rekomendasi teknis dari BBWS Brantas, penggunaan bantaran sungai diperbolehkan.
Temuan lapangan, tim BRUIN mengungkapkan bahwa pembiaran bangunan liar di kawasan bantaran Kali Surabaya menunjukkan kinerja BBWS Brantas khususnya Bidang Operasi dan Pemeliharaan dalam pengendalian dan pengawasan sumber daya sungai Brantas yang “sangat lemah”. “Kami menduga ada permainan oknum BBWS Brantas dengan mafia tanah bantaran dalam memberikan izin dan rekomendasi teknis terhadap perseorangan atau pelaku usaha dalam pemanfaatan tanah bantaran di Kali Surabaya yang marak digunakan untuk pemukiman dan kawasan usaha komersil,” ungkap Kholid.
Lebih lanjut, Kholid menegaskan bahwa pengawasan dan penegakan hukum melalui penyidikan tindak pidana bidang sumber daya air dalam pelanggaran bantaran sungai di kawasan Kali Surabaya harus segera rutin dan masif dilakukan oleh BBWS Brantas, berdasarkan mekanisme tugas dalam Pasal 16 Permen PUPR Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Kementerian PUPR.
Melalui surat aduan dan dokumen bukti pelanggaran yang diajukan tim BRUIN kepada BBWS Brantas dan ditembuskan ke beberapa institusi, BRUIN berharap segera ada tindakan nyata berupa:
• Penyidikan menyeluruh atas pelanggaran di bantaran Kali Surabaya tanpa tebang pilih.
• Penetapan dan pemberian sanksi terhadap pelaku atau oknum mafia tanah baik dari institusi BBWS Brantas maupun pihak lain.
• Pemetaan kerusakan bantaran sungai maupun tanggul terdampak dari aktivitas bangunan liar.
• Penertiban rutin bangunan liar di sepanjang Kali Surabaya dengan menggandeng institusi Pol PP, kepolisian maupun militer.
• Upaya untuk menjadikan kawasan lindung di sepanjang bantaran Kali Surabaya agar tidak ada lagi tindakan alih fungsi bantaran sungai oleh oknum.
• Pemasangan papan himbauan yang disertai aturan tegas dan hukuman terkait larangan mendirikan bangunan liar/ilegal di sepanjang bantaran Kali Surabaya.
Hilangnya fungsi bantaran sebagai daerah resapan, penyempitan dan pendangkalan sungai, ancaman banjir, dan potensi menurunnya kualitas air serta dampak merugikan lainnya akan terjadi jika pelanggaran alih fungsi bantaran Kali Surabaya dibiarkan tanpa tindakan serius dari BBWS Brantas dan pemerintah. (gal)