SURABAYA I duta.co – Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jawa Timur (DPW GNPK Jatim) Rizky Putra Yudhapradana melayangkan surat ke Ombudsman RI di Jawa Timur. Dia meminta atensi agar pelayanan administrasi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya 1 dapat berjalan dengan baik.

Rizky menduga, banyak ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan BPN Surabaya 1 yang ditengarai berbelit-belit dan menggunakan standart ganda. “Jadi dari laporan pengaduan yang kami terima, masih banyak pelayanan di BPN Surabaya 1 yang berbelit-belit, mengada-adakan aturan yang tidak ada, dan yang perlu diperhatikan menggunakan standart ganda, yaitu dalam suatu permohonan yang sama misal, ada 2 perlakuan yang berbeda,” ujarnya, Rabu (10/7).

Menurutnya, BPN sebagai lembaga administrasi yang melakukan encatatan, diduga overlap dengan melakukan tindakan-tindakan yang seolah melakukan uji materi terhadap suatu permohonan. Salah satu kasus yang dilaporkan ke DPW GNPK Jatim adalah kasus hilangnya SHM di Banyu Urip dan kasus permohonan Pendaftaran Sertifikat di daerah Tubanan.

Dalam kasus hilangnya SHM di Banyu Urip tersebut, pihak BPN Surabaya 1 diduga banyak menerapkan aturan tambahan yang harusnya tidak dipersyaratkan dalam proses pengurusan penerbitan sertifikat pengganti karena hilang.

“Jadi ada syarat-syarat yang diminta untuk proses penerbitan SHM pengganti karena hilang ini yang merupakan syarat tambahan, yang di mana hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian, namun malah overlap dari tupoksi BPN dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga administratif pencatatat. Padahal ada mekanisme gugatan apabila timbul sengketa dan hal-hal lainnya,” tambah Rizky.

Selain kasus SHM hilang, kasus permohonan pendaftaran SHM di Tubanan juga tidak kalah menarik, BPN Surabaua 1 diduga “menjaga” Hak Prioritas selama kurang lebih 20 tahun atas nama Hak yang sudah habis masa berakhirnya (bahkan sudah dianggap dibatalkan) dan BPN tidak pernah menyurati pihak pemegang hak prioritas tersebut.

“Ini yang dianggap standart ganda, di satu sisi BPN Surabaya 1 mempertahankan Hak Prioritas seseorang entah sampai kapan, di Kasus Banyu Urip, BPN tidak mengindahkan Hak Prioritas Pemegang Hak. Padahal di Kasus Banyu Urip adalah SHM dan di Kasus Tubanan adalah SHGB yang sudah mati. Jika tidak ada kadaluwarsa Hak Prioritas, buat apa memperpanjang SHGB?” Tutup Rizky.

Perlu diketahui, DPW GNPK Jatim juga membawa hal ini dalam agenda audiensi dengan Pemerintah Kota Surabaya pada Hari Rabu tanggal 10 Juli 2024 di Kantor Pemkot Surabaya. (zi)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry