SURABAYA | duta.co – Ada dua yang sedang ramai di jagat medsos nahdliyin. Pertama, rencana Musyawarah Akbar di Pesantren Lirboyo, Minggu, 21 Desember 2025. Kedua, perihal Musyawarah Besar (Mubes) warga NU di hari yang sama, Minggu 21 Desember 2025, tempatnya di Ciganjur, Jakarta.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Pendidikan, Hukum dan Media Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof Dr H Moh Mukri M.Ag, angkat suara. Nahdliyin tidak perlu bingung. Termasuk dalam menyikapi rencana pertemuan para kiai di Pesantren Lirboyo.

Menurutnya pertemuan yang dijadwalkan berlangsung pada Minggu, 21 Desember 2025 ini, merupakan pertemuan aspiratif-kultural. Dengan demikian, bukan merupakan forum jam’iyah yang mengambil keputusan organisasi.

“Pertemuan di Lirboyo adalah pertemuan kultural dan aspiratif. Kita hormati dan kita hargai. Namun, itu bukan keputusan organisasi, sehingga tidak mengikat bagi PBNU,” ujar Prof Moh Mukri, Sabtu (20/12/2025) sebagaimana diunggah be1lampung.com.

Mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, menjelaskan, jika memang terdapat perbedaan pandangan atau perselisihan di internal PBNU, maka penyelesaiannya harus ditempuh melalui mekanisme organisasi. Ini sebagaimana yang telah diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PBNU. “PBNU memiliki mekanisme penyelesaian yang jelas. Dewan Tahkim PBNU adalah salah-satu forum resmi yang disediakan AD/ART untuk menyelesaikan persoalan internal,” kata dia.

Masih menurut Prof Moh Mukri, setiap aspirasi dan harapan yang muncul dari pertemuan kultural, tetap penting dan patut dihormati. Ini sebagai bagian dari dinamika jam’iyah. Aspirasi tersebut, nantinya dapat menjadi masukan konstruktif bagi perbaikan NU ke depan.

“Harapan dan aspirasi para kiai tentu kita hormati. Itu bisa menjadi bahan evaluasi dan perbaikan jam’iyah. Namun penyelesaian formal tetap harus melalui forum-forum resmi jam’iyah,” tegasnya.

Selain majelis atau Dewan Tahkim, PBNU juga memiliki forum tertinggi lainnya yang sah secara organisasi untuk menyelesaikan persoalan. yakni melalui Musyawarah Nasional (Munas), Konferensi Besar (Konbes) dan Muktamar. “Jadi sekali lagi, semua persoalan PBNU pada akhirnya dapat dan harus diselesaikan melalui mekanisme jam’iyah yang telah disepakati bersama,” pungkasnya.

Di sisi lain, beredar kabar Musyawarah Besar di Ciganjur. “Sama-sama musyawarah besarnya, sama-sama kubronya, sama-sama dihadiri beberapa kiai sepuhnya dan sama-sama diadakan non struktur PBNU dan tidak menggunakan landasan AD/ART & Perkum NU, serta hasil musyawarah juga sama-sama tidak mengikat bagi jam’iyah NU,” tulis warganet

Keduanya, tulisnya, lebih bersifat gerakan NU Kultural. Bukan bagian permusyawaratan struktural PBNU. Karena hasil permusyawaratannya tidak mengikat, maka tidak akan mengubah atau menganulir keputusan yang diambil oleh PBNU dalam rapat pleno minggu lalu.

“Mau ke Lirboyo, monggo !! Mau ke Ciganjur, silahkan !! Atau pilih musyawarah kecil sambil ngopi – ngopi saja di Bakmi Aceh, asyik juga. Namanya juga boleh, bukan wajib dan bukan pula sunnah, ya monggo, terserah!!,” tambahnya.

NU, ujarnya, sejak dulu demokratis dan selalu ada beda pendapat dan pendapatan. Jadi, sudah biasa-biasa saja. Malah yang tidak biasa adalah sama pendapat dan pendapatannya. “Hebat, pemainnya sama-sama hebat,” komentar nahdliyin. (mky)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry