
“Ramadan telah memasuki episode strategis di bilangan pekan terakhir Maret 2025. Itulah malam yang Alquran telah dipersembahkan kepada manusia teragung, Nabi Muhammad Saw.”
Oleh Suparto Wijoyo*
RAMADAN terus merangsek paripurna. Gerakan iktikaf semakin ramai. Anak-anak, tua muda dan laki perempuan. Ada semarak berkah. Rembulan tampak remang sempurna menjemput syawal. Warga melenggang ke masjid-masjid hendak melakukan proses taraweh. Tantunan tadarus Alquran mengumandang hingga malam menjelang linsir wengi. Imaji saya terbawa kehidupan di kampung kelahiran. Masa sepertiga malam seperti ini biasa dinikmati bersama anak-anak yang mengelana di tegalan. Mengeja perjalanan mendung beriringan yang kerap menutupi cahaya rembulan. Itulah saat-saat indah menerawang cakrawala dua jam sebelum sang fajar menyerbak. Sinar ataupun gelap dan terang bulan menyajikan kisah turunnya Alquran. Nuzulul Quran. Saat menuju masjid untuk subuh berjamaah, rembulan itu seolah menyapa: bagaimana engkau menjemput keberkahan yang keindahannya semakin sempurna di malam nuzulul Quran, 17 Ramadan ini? Kini sudah sampai malam menjemput lailatul qodar.
Bertadaruslah Alquran agar dapat memanen banyak hikmah, mengingat firman Tuhan itu manifestasi paling kasat mata nan amat komprehensif atas ajaran-Nya. Alquran surah Al-Baqarah ayat 185 memberikan suluh penerang: Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Ya Rabb, tersadarlah bahwa puasa Ramadan telah memasuki episode strategis di bilangan pekan terakhir Maret 2025. Itulah malam yang Alquran telah dipersembahkan kepada manusia teragung, Nabi Muhammad Saw. Deklarasi kenabian memang bermula dari sematan wahyu Alquran pada 17 Ramadan 610 M, di sebuah tempat yang sebut Gua Hira. Gua itu menyimpan misteri sekaligus kekayaan inspiratif membangun sejarah. Peredabanpenuh kemuliaan sedang di dikonstruksi Tuhan. Itulah Jabal Nur, Gunung Cahaya, gunung yang berjarak sekitar 2 mil saja dari Makkah. Gunung ini tampak seperlemparan pandang terlihat sederhana, tetapi sangat memukau bagi yang jeli menelisik dengan mata sukmanya.
Di puncak Jabal Nur inilah ada tebing dalam lereng yang sulit diraih yang menyediakan “ruang pewahyuan”: Gua Hira. Gua Hira hanya berukuran: panjang 1,8 meter dan lebar 0,8 meter. Di sinilah Kanjeng Nabi Muhammad SAW, Muhammad bin Abdullah, satu-satunya manusia yang mendapatkan gelar Al-Amin (jujur-terpercaya) dari bangsanya itu “menyatukan diri bersama alam”.
Pewahyuan Alquran itu pada bulan Ramadan merupakan “dekrit teologis” yang merombak secara “radikal” status manusia bergelar Al-Amin yang semula dikenal sebagai Muhammad bin Abdullah semata, berubah menjadi Baginda Muhammad Rasulullah Saw. Ini adalah peristiwa besar yang berasal dari ungkapan suci yang kini tertera dalam Alquran, Surat Al-alaq, ayat 1-5. Peristiwa kenabian dan kerasulan Muhammad Saw merupakan “proklamasi peradaban” yang spektakuler. Konstruksi sosial dan kenegaraan terombak secara total dari kejahiliaan, niradab, menuju era peradaban pencahaya semesta: rahmatan lilalamin. Pengaruhnya sangat luas, sehingga Rasulullah SAW menurut para ahli yang berkelas internasional, adalah sosok agung yang paling berpengaruh dalam sejarah. Tidak ada manusia, nabi dan rasul yang tingkat pengaruhnya melebihi Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Ragam buku menyibaknya. Salah satunya bacalah buku legendaris yang telah mewarnai publikasi dunia sejak saya membacanya di tahun 1984, waktu duduk di bangku sekolah menengah: The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History, karya Michael H. Hart, seorang astrofisikawan Yahudi-Amerika.
Pada lingkup itulah Allah Swt tidak membiarkan Ramadan tanpa ornamen yang mengesankan dalam menarik hati hamba-hambanya yang beriman. Puasa sendiri adalah tanda waktu spesial yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang beriman dan atas itulah Tuhan menyediakan bonus yang supermewah berupa malam lailatul qodar. Tadarus Alquran semoga sudah sampai pada Surat Al-Qodr, ayat 1-5 yang sudah biasa dingajikan: “innaaa anzalnaahu fil lailatil-qodr, wa maa adrooka maa lailatul-qodr, lailatul-qodri khorum min alfi syahr, tanazzalul-malaa’ikatu war-ruuhu fiihaa bi’izni robbihim, ming kulli amr, salaamun hiya hatta mathla’il-fajr (sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran pada malam qadar, dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?, malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan, pada malam itu turun para malaikat dan Roh Jibril dengan izin Tuhannya, sejahteralah malam itu sampai terbit fajar)”. Subhanallah. Ramadan berkah selalu.
*Prof Dr H Suparto Wijoyo, SH, MHum, CSSL adalah Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur dan Guru Besar, Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga serta Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan SDA MUI Jawa Timur.