DINILAI BERMASALAH: Muhaimin Iskandar saat pemberian gelar kehormatan (Dr HC) dalam bidang Sosiologi Politik di Unair, Selasa (3/10). (duta.co/wiwiek wulandari)

SURABAYA | duta.co –  Forum Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair siap melaporkan pemberian gelar Doktor Honoris Causa (Dr HC) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) ke Polda Jatim. Pemberian gelar kehormatan dalam bidang Sosiologi Politik kepada ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, Selasa (3/10), dinilai cacat karena tidak melalui prosedur semestinya.

Juru Bicara Forum Dosen FISIP Unair Airlangga Pribadi menegaskan, dalam waktu dekat ini FISIP akan membentuk tim investigasi yang akan menelusuri mengapa gelar kehormatan ini bisa diberikan. Sebab, semua pihak yang ada di FISIP Unair mengaku tidak mengetahui kalau gelar itu diberikan.

“Kita akan mencari celah hukum dari kasus ini. Jika memang ada temuan yang sekiranya itu pidana atau perdata, maka kami akan lakukan gugatan hukum secepatnya,” tandasnya saat pertemuan bersama seluruh civitas akademika FISIP Unair, Selasa (3/10).

Proses hukum yang akan ditempuh ini, kata Erlangga, nantinya diharapkan bisa menjadi pembelajaran bagi seluruh civitas akademika. Terutama para petinggi Unair, agar tidak melakukan kesalahan yang lebih besar. Karena ke depan, di era politik praktis, semua akan serba menghalalkan segala cara. Sehingga akademisi tidak boleh dicemari dengan hal-hal yang negatif permainan kotor politik.

“Kalau nanti terbukti memang tidak prosedural, kami meminta gelar itu dicabut. Karena gelar itu yang memberikan rektor, maka kalau memang terbukti, rektor ya harus mencabutnya. Karena itu gelar kehormatan dan harus diberikan kepada mereka yang memang terhormat,” tukas Airlangga.

 

Tak Lihat Personal tapi Karya Nyata

Ketua Forum Dosen FISIP Unair Ucu Mardianto juga mengungkapkan, pihaknya akan melakukan penelusuran terkait kasus ini. Sebab, pemberian gelar kehormatan ini adalah yang pertama bagi FISIP Unair, sehingga memang harus benar-benar diberikan kepada orang yang tepat. “Kita tidak melihat personalnya, tapi karya nyata,” tandasnya.

Dikatakan Ucu, tim investigasi yang akan dibentuk ini, juga segera bergerak dan bekerja. “Kita ingin ini menjadi pelajaran berharga. Karena dengan kejadian ini, sebagai sebuah sinyalemen bahwa pimpinan di Unair itu tidak bagus dalam melakukan tata kelola universitas. Ini sudah telanjur diberikan. Kami ingin yang menerima bisa berempati untuk menggunakan gelar itu. Karena pemberiannya masih bermasalah,” jelas Ucu yang juga dosen dari Departemen Politik ini.

Pemberian gelar Dr HC untuk Cak Imin ini memang tidak melalui proses yang semestinya. Semula, pihak rektor meminta FISIP untuk melakukan pengkajian gelar politik multukulturalisme. Namun, hal itu ditolak Departemen Politik karena tidak ada karya nyata Cak Imin dalam bidang tersebut.

Sehingga pihak rektor mengalihkannya ke bidang sosiologi politik. Bidang ini tentu saja melibatkan dua departemen yang ada di FISIP, yakni Departemen Politik dan Departemen Sosiologi. Kedua departemen itu juga menolak melakukan kajian kepada Cak Imin.

“Departemen Sosiologi tidak tahu-menahu masalah ini. Karena kami tidak menyetujuinya. Ini prosesnya sangat cepat,” tandas dosen FISIP perwakilan dari Departemen Sosiologi, Novri Susan.

Para dosen FISIP Unair ini mengakui pemberian gelar ini cacat secara akademik. Para dosen pernah mengutarakan keberatan mereka kepada rektor dengan menanyakan dasar dari pemberikan gelar Dr HC ini kepada Cak Imin. Sementara departemen politik dan sosiologi menolaknya. Namun pihak rektorat tidak bersedia menjawabnya.

 

Disebut Sangat Transaksional

Dengan kondisi ini, Airlangga Pribadi dan teman-temannya menyimpulkan bahwa pemberian gelar ini sangat transaksional. Ini membuktikan bahwa ada problematik yang lebih besar terjadi di Unair, yakni ketidakterbukaan dan kurang komunikatif.

“FISIP tidak pernah melakukan penilaian terhadap karya akademik yang dibuat Cak Imin. Kami tidak pernah menerima karyanya, tidak melakukan pemeriksaan apalagi melakukan penilaian. Kok sudah diberi gelar kehormatan,” jelas Airlangga geram.

Konon pemberian gelar ini, karena Cak Imin menjanjikan akan membangun gedung sebagai Pusat Kajian Multikulturalisme di Unair khususnya di FISIP. Namun, yang dipertanyakan, sumbangan itu belum dilakukan sudah diberi gelar. Padahal seharusnya sumbangan itu sudah ada, bukan hanya fisiknya tapi isi pemikiran Cak Imin tentang multikulturalisme di gedung itu.

“Ini kasarannya, mau gelar Doktor Honoris Causa tapi kontribusinya nyicil dulu. Kok mau Unair ini. Karena itu aksi kami ini untuk mengembalikan citra dan marwah Unair sebagai lembaga akademik yang dihormati.

 

Tema Kebhinnekaan

Pemberian gelar Dr HC ke-5  sudah dilakukan dan diberikan Rektor Unair Surabaya Prof Nasih. Cak Imin yang juga mantan Menakertrans itu menyampaikan pidato tematik bertema, “Mengelola Kebhinnekaan untuk Kemajuan dan Kesejahteraan Bangsa”.

Ia menjelaskan, para pendiri bangsa dengan kearifannya berupaya mewujudkan konsensus nasional, baik dari proklamasi 17 Agustus 1945. “Ini juga diperkuat dalam Muktamar NU 1984 yang menegaskan Pancasila dan NKRI berasal dari muwahadah. Karena Pancasila adalah menjadi konsensus wajib yang harus pertahankan,” kata Cak Imin.

Sementara itu, Rektor Unair Surabaya Prof Nasih, mengatakan, sejak Unair berdiri selama 63 tahun ini, Muhaimin tercatat sebagai penerima gelar doktor honoris causa ke-5 di Unair. “Selama 63 tahun berdiri, masih lima orang yang diberi gelar doktor honoris causa. Dan dalam gelar doktor honoris Causa ini Muhaimin berada pada nomor register doktor honoris causa 005,” ungkap Prof Nasih.

Ia menjelaskan, keempat Doktor Honoris Causa Unair sebelumnya di antaranya diberikan kepada mantan Menteri Luar Negeri Triono Wibowo, mantan Menteri Perekonomian Chaerul Tanjung, Gubernur Jatim Soekarwo, peraih nobel ekonomi 2003 Prof Robert Fry III.

Diketahui, dalam sidang senat pemberian gelar doktor Honoris Causa Cak Imin juga dihadiri tokoh-tokoh nasional. Di antaranya, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhammad Hanif Dhakiri, Menteri Olahraga dan Pemuda Imam Nahrowi, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, Ketua MPR Zulkifli Hasan, dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

Sementara itu, pejabat pemerintahan Jatim yang hadir langsung di antaranya Gubernur Soekarwo (Pakde Karwo) dam Wagub Saifullah Yusuf. Hadir juga Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj.

 

Janji Muhaimin Iskandar

Sehari sebelum ditahbiskan mendapat gelar Dr Hc di Unair, Muhaimin Iskandar memang menyatakan ingin mendirikan pusat studi multikulturalisme di kampus berwarna kuning dan biru itu.

“Saya berkeinginan ke depan Unair sebagai pusat IPTEK tidak jadi menara gading, tapi berperan langsung di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Salah satu yang belum ada di tanah air kita adalah pusat studi multikultural atau pusat studi kebinekaan,” ujar Cak Imin sapaan akrabnya saat konferensi pers di Ruang Rektor, Kantor Manajemen​ Unair, Senin (2/10).

Ia mengatakan, pusat studi multikulturalisme ini akan menjadi satu-satunya yang ada di Indonesia. Pusat studi ini diharapkan dapat menutup berbagai ancaman kebhinnekaan yang selama ini sering menjadi polemik tersendiri di Indonesia.

“Senergi fraksi maupun organ kemasyarakatan bisa dilibatkan untuk solusi potensi terutama bidang kajian ini. Saya siap untuk mengerahkan potensi-potensi dari berbagai kalangan yang sebagian dari pusat studi kebhinnekaan,” terangnya.

Saat itu, Rektor Unair Prof Moh Nasih menyambut baik rencana pendirian pusat studi multikulturalisme. Ia juga telah menyiapkan mengenai hal itu. “Sedang kita siapkan. Karena kalau di Unair tidak mudah untuk mendirikan pusat studi seperti itu. Tempatnya masih kita pilih mana yang cocok dan sesaui. Nanti kalau sudah siap insya allah Cak Imin akan datang lagi,” terang Prof Nasih.

Dengan dibukanya pusat studi multikulturalisme di Unair, tambahnya, Unair akan dapat mengilmiahkan ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusian) yang selama ini banyak diajarkan di kalangan pondok pesantren.

“Banyak pemikiran Cak Imin dan kalangan NU. Kalau munculnya dari kalangan NU, dianggap selalu kurang ilmiah. Kalau munculnya dari kalangan kampus tentu rasanya beda, magnetnya beda. Kita ingin mendorong dan terus mengembangkan hal-hal yang seperti itu,” ujar Nasih. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry