Sampah adalah persoalan klasik dari seluruh daerah di Indonesia. Mengatasi tumpukan sampah bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah melainkan semua pihak terutama warga.

Padahal, jika sampah dikelola dengan baik tidak hanya mengurangi penumpukan tapi bisa menghasilkan rupiah.

Pengelolaan sampah yang benar, memang menjadi program pemerintah dengan memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas.

Namun, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri mengingat luasnya wilayah dan padatnya penduduk terutama di perkotaan.

Peran serta akademisi pun dibutuhkan untuk mewakili pemerintah untuk melakukan edukasi dan sosialisasi bagaimana mengelola sampah yang benar.

Itu pula yang dilakukan tiga dosen Fakultas Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa).

Muslikha Nourma. R, Merry Sunaryo dan Dwi Handayani melakukan pengabdian masyarakat (pengmas) di RW 08 Dukuh Menanggal, Kecamatan Gayungan Kota Surabaya.

Ketiganya membentuk bank sampah mandiri dengan melatih warga sekitar untuk bisa mengolah sampah dengan benar.

Dikatakan Muslikha Nourma, dipilihnya kawasan Dukuh Menanggal karena di daerah itu kebiasaan masyarakatnya masih belum peduli akan sampah yang dihasilkannya.

Bahkan 72,8 persen  masyarakat belum memilah sampah dan 96% masyarakat tidak pernah mendaur ulang sampah.

“Dari data tersebut dapat diketahui sebagian besar masyarakat masih membuang semua sampah, belum memanfaatkan sampah dalam bentuk atau manfaat lain. Hal ini tentu memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar,” ujar Muslikha Nourma.

Dijelaskan Muslikha Nourma, sampah itu jika sudah menumpuk apalagi jika terjadi kendala dalam pengangkutan, dapat menimbulkan bau, mendatangkan lalat dan tentu akan mengganggu lingkungan secara estetika.

“Di sisi lain kita melihat tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Benowo yang terus meningkat dan menggunung,”tukasnya.

Muslikha Nourma dan dua rekannya dibantu mahasiswa mencoba untuk melakukan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat. Metode yang digunakan adalah penyuluhan mengubah sampah menjadi berkah.

Juga dengan melakukan 3 R yakni reuse (digunakan kembali), reduce (diproduksi lagi) dan recycle (didaurulang).

“Kita juga mengajarkan praktik pengelolaan sampah mandiri dengn cara mengumpulkan, mengangkut dan menjualnya.

“Juga kita ajarkan bagaimana melakukan penjualan secara online produk-produk dari mendaurulang sampah itu. Karena sekarang ini era digital, jadi penjualannya harus online. Percuma kalau bisa memproduksi tapi tidak bisa menjual,” jelas Muslikha.

Dari penyuluhan itu, ternyata diakui Muslikha ada peningkatan pengetahuan warga setelah dilaksanakan penyuluhan sebesar 82 persen.

Sayangnya peningkatan pengetahuan ini tidak diimbangi dengan praktik pemilahan sampah oleh warga.

Antusiasme warga mengikuti pelatihan ini sebanyak 78 persen dari jumlah warga di RW 8. Memang lebih banyak diikuti kawula muda yang ingin ikut memasarkan hasil karya ke media online.

Hal ini tentu merupakan respon posif dari anak-anak muda untuk lebih peduli kepada lingkungan tempat tinggal mereka.

 Mereka memiliki impian bahwa uang hasil penjualan akan dapat menjadi pemasukan terbesar hasil pengelolaan sampah warga. Ide kreatif mereka dalam menambah nilai jual sampah bekas yang mampu disulap menjadi bahan yang bermanfaat.

Tim Unusa yang melakukan pengmas. DUTA/istimewa

Selain itu, dalam praktik pengelolaan sampah mandiri (pengumpulan- pengangkutan- penjualan) antusiasme warga saat minggu kedua lebih banyak dibandingkaan saat minggu pertama.

Dari 300 kepala keluarga (KK) di minggu pertama yang antusias mengiku kegiatan ini sebanyak 100 KK.

Di minggu kedua, warga yang antusias mengiku kegiatan ini meningkat dua kali lipat lebih menjadi 267 KK.

Hal ini tentu semakin menambah semangat kawula muda untuk lebih giat mengajak masyarakat untuk mau mengelola sampah menjadi berkah dan bermanfaat.

“Memang perlu komitmen semua pihak, agar program ini bisa berjalan dengan sempurna,” tukasnya.

Atas usaha ketiga dosen ini, Unusa memberikan apresiasi dengan menobatkannya sebagai juara kedua Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Award 2018. end/ril