Prof Dr H Rochmat Wahab, MPd, MA Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016.

“Sejalan dengan spirit reformasi, maka kepengurusan NU perlu ada pembatasan dua kali periode berturut-turut. Hal ini untuk memberikan kesempatan generasi potensial memperoleh kesempatan untuk aktualisasi dan menjadikan institusi lebih dinamis.”

Oleh Rochmat Wahab*

KAPAN Muktamar ke-34 NU berlangsung? Tahun ini atau depan? Masing-masing punya reasoning. Yang jelas, pandemi Covid-19 membuat pelaksanaan Muktamar ke-34 NU harus mundur dari jadwal semestinya, 22-27 Oktober 2020 di Lampung.

PBNU secara resmi sudah mengukuhkan panitia melalui penyerahan Surat Keputusan (SK) kepada Gus Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Steering Committee (SC) dan H Robikin Emhas sebagai Ketua Organizing Committee (OC).

Tema juga sudah ada: “NU Mandiri, Indonesia Bermartabat.” (Baca: https://www.nu.or.id/post/read/116064/kiai-said-resmikan-susunan-panitia-muktamar-ke-34-nu). Tetapi, karena alasan wabah Covid-19 kian mengganas, terjadilah penundaan.

Sekarang, kondisinya In sya Allah sudah landai. Sejumlah kiai sepuh Jawa Timur pun, berharap Muktamar ke-34 NU berlangsung tahun ini. Terlepas dari semua itu, menghadapi hajat Nasional 5 tahunan ini, maka, proses dan hasilnya harus lebih baik dari Muktamar ke-33 di Alun-alun Jombang. Meminjam bahasa para kiai, Muktamar ke-33 kemarin dinilai paling buruk, pahit dan mengerikan.

Sekarang ini sejumlah grup medsos nahdliyin mulai menyorot posisi SC dan OC muktamar. Maklum, disiplin dan etika organisasi serta kredibilitas SC dan OC sangat menentukan kelancaran dan keberhasilan muktamar. Bahkan keputusan-keputusan yang legitimate menjadi kunci kredibilitas Muktamar ke-34 itu sendiri.

Jangan sampai timbul kondisi sebaliknya, kemudian menimbulkan persoalan serius yang sama-sama tidak kita inginkan. Muktamar nanti harus benar-benar menjadi pintu akhir dari persoalan yang telah dilewati PBNU dan menjadi pintu baru untuk memulai bangunan dan iklim baru PBNU MASA DEPAN.

Harapan kita semua, tentu, semoga SC dan OC mampu menjunjung tinggi tupoksi dengan menetapkan AD-ART secara jujur dan bertanggung jawab. Soal siapa, tidak penting, yang panting bertindak objektif dan kredibel serta demokratis demi NU masa depan.

Ada beberapa catatan penting tentang Muktamar ke-33 di Jombang. Pertama, terjadi kegaduhan dan kericuhan pada awal dan proses Muktamar, sehingga banyak agenda pleno yang ditunda berhari-hari.

Kedua, Komisi Organisasi yang pesertanya Ketua Tanfidziyah PW dan PC menetapkan bahwa AHWA bisa berlaku pada Muktamar ke-34. Ketiga, muncul Komisi Khusus yang pesertanya Rais (PW dan PC) tentang pemberlakuan AHWA (Ahlul Halli wal  ‘Aqdi) pada Muktamar ke-33.

Keputusan-keputusan ini anehnya justru menganulir keputusan keputusan Komisi Organisasi. Walau demikian pimpinan sidang mengesahkan hasil Komisi Khusus. Di mana Komisi Khusus tidak menjadi satu agenda sebelumnya.

Keempat,  pemilihan AHWA tidak melalui pemilihan langsung, tahu-tahu pimpinan Sidang membacakan hasil suara calon AHWA dengan ranking-nya. Padahal tidak ada proses pemberian suara setelah disahkan pemberlakuan AHWA pada Muktamar ke-33.

Kelima, Walaupun prosedur muktamar tanpa melalui prinsip-prinsip demokrasi, ternyata muktamar menetapkan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU 2015-2020.

Kiai Sepuh Pengendali

Atas dasar kejadian itulah kita berharap sekali, MUNAS ALIM ULAMA & KONBES NU 2021 hari ini, dapat mempersiapkan dengan sebaik-baiknya, dan semua itu harus berdasarkan AD/ART yang sah, sehingga proses suksesi kepemimpinan PBNU ke depan lebih kredibel dan akuntabel.

Materi MUNAS ALIM ULAMA & KONBES jelas mencerminkan keterlibatan semua peserta secara aktif, bukan hanya sekedar pemberian legitimasi draft yang sudah panitia buat. Karena itu proses persidangan perlu mendapat dorongan, partisipasi  peserta secara optimal, sehingga keputusannya benar-benar mencerminkan kerja peserta MUNAS ALIM ULAMA & MUBES NU 2021.

Untuk mewujudkan MUKTAMAR NU yang kredibel, maka, para Kiai Sepuh dapat menjadi pengendali proses MUKTAMAR NU, dengan mengupayakan adanya jaminan penyelenggaraan MUKTAMAR NU yang DEMOKRATIS, BERSIH, DAN BERMARTABAT.

Sejalan dengan spirit reformasi, maka kepengurusan NU perlu ada pembatasan dua kali periode berturut-turut. Hal ini untuk memberikan kesempatan generasi potensial memperoleh kesempatan untuk aktualisasi dan menjadikan institusi lebih dinamis.

Selain itu, perlu penegasan implementasi butir-butir khitthah secara konsekuen, dengan memprosisikan NU memiliki jarak yang sama dan semua Partai. Tidak ada perangkapan jabatan pada kepengurusan NU dan Parpol.

Jadikan NU sebagai pelat putih atau hitam, bukan plat merah, sehingga NU benar-benar memiliki kemandirin dan berkomitmen pada politik kebangsaan, sebagaimana tema yang sudah terpatri “NU Mandiri, Indonesia Bermartabat.” Selamat ber-MUNAS ALIM ULAMA dan KONBES semoga lancar dan sukses. Aamiin. (*)

*Prof Dr H Rochmat Wahab, MPd, MA adalah Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry