Rudi Umar Susanto, M.Pd – Dosen Matakuliah Bahasa Indonesia dan Pengajaran Sastra Prodi S1 Pendidikan Bahasa Inggris

Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi.

Tujuan pembelajaran (instructional objective) adalah perilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Hal ini didasarkan berbagai pendapat tentang makna tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.

Sebenarnya, tujuan  pembelajaran sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh  peserta didik sesuai kompetensi.

Sedangkan Dejnozka dan Kavel (1981) mendefinisikan tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan spefisik  yang dinyatakan dalam bentuk perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan  yang menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.

Namun, kali ini pembelajaran yang dibahas bukan pembelajaran pada umumnya. Pembahasan kali ini, difokuskan dalam sebuah apresiasi karya sastra yang menghasilkan nilai-nilai yang diperoleh peserta didik melalui membaca sastra.

Melalui membaca sastra, pembaca akan bertemu dengan bermacam-macam orang dengan bermacam-macam masalah.

Melalui sastra, pembaca diajak berhadapan dan mengalami secara langsung kategori moral dan sosial dengan segala parodi dan ironinya.

Ruang yang tersedia dalam karya sastra itu membuka peluang bagi pembaca untuk tumbuh menjadi pribadi yang kritis pada satu sisi, dan pribadi yang bijaksana pada sisi lain.

Pribadi yang kritis dan bijaksana ini bisa terlahir karena pengalaman seseorang membaca sastra telah membawanya bertemu dengan berbagai macam tema dan latar serta berbagai manusia dengan beragam karakter.

Sastra dalam banyak hal memberi peluang kepada pembaca untuk mengalami posisi orang lain, yang menjadikannya berempati kepada nasib dan situasi manusia lain.

Melalui sastra,  seseorang dapat  mengalami menjadi seorang dokter, guru, gelandangan, tukang becak, ulama, ronggeng, pencuri, pengkhianat, pengacara, rakyat kecil, pejabat, dan sebagainya.

Karya sastra adalah rekaan, tetapi jelas karya sastra dikontruksi atas dasar kenyataan, dalam setiap karya sastra terkandung unsur-unsur tertentu yang merupakan fakta objektif.

Dalam setiap karya sastra terkandung tiga muatan: imajinasi, pengalaman, dan nilai-nilai. Melalui kegiatan apresiasi sastra, kecerdasan siswa dipupuk hampir dalam semua aspek.

Apresiasi sastra melatih kecerdasan intelektual (IQ), misalnya dengan menggali nilai-nilai intrinsik dalam karya sastra, seperti tema, amanat, latar, tokoh, dan alur cerita.

Juga mengembangkan kecerdasan emosional (EQ) siswa, misalnya sikap tangguh, berinisiatif serta optimis menghadapi persoalan hidup, dan sebagainya.

Hal ini dapat terjadi karena sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat dengan segala problem kehidupannya. Mempelajari sastra berarti mengenal beragam kehidupan beserta latar dan watak tokoh-tokohnya.

Membaca kisah manusia yang bahagia dan celaka, serta bagaimana seorang manusia harus bersikap ketika menghadapi masalah, akan menuntun siswa untuk memahami nilai-nilai kehidupan. Sedangkan pula sastra dapat mengembangkan kecerdasan spiritual (SQ).

Bukankah banyak kita temukan karya sastra yang bertema religius? Misalnya, sekadar contoh, puisi Padamu Jua (Amir Hamzah), cerpen Robohnya Surau Kami (A.A. Navis), dan sebagainya.

Karya sastra dengan tema-tema religius semacam ini akan menuntun siswa lebih memahami hubungan antara manusia dengan Tuhannya.

Pembelajaran sastra yang relevan untuk pengembangan karakter peserta didik adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik tumbuh kesadaran untuk membaca dan menulis karya sastra yang akhirnya mampu meningkatkan pemahaman dan pengertian tentang manusia dan kemanusiaan, mengenal nilai-nilai, mendapatkan ide-ide baru, meningkatkan pengetahuan sosial budaya, berkembangnya rasa dan karsa, serta terbinanya watak dan kepribadian.

Oleh karena itu, apresiasi sastra akan tumbuh sesuai dengan harapan bilamana guru Bahasa dan Sastra Indonesia juga menyukai sastra. Karena itu, guru Bahasa dan Sastra Indonesia harus memiliki minat baca karya sastra yang tinggi.

Karya sastra harus ada unsur unity (keutuhan), balance (keseimbangan), harmoni (keselarasan), dan right emphasis (tekanan yang tepat), mengungkapkan isi jiwa sastrawan dengan baik.

Karya sastra tersebut harus bisa mengungkapkan isi pikiran, perasaan, emosi, keinginan, dorongan, ciri khas, atau cita-cita dari pengarangnya, penafsiran kehidupan dan mengungkapkan hakikat kehidupan. Karya sastra yang baik dapat mengungkapkan hal-hal yang orang lain tidak bias mengungkapkannyadan melihatnya, tidak bersifat menggurui.

Di dalam karya sastra memang bisa ditemui adanya ajaran moral, tidak terikat oleh nilai-nilai dan fakta-fakta setempat, tetapi lebih bersifat universal. makin baik karya sastra, makin universal masalah hidup yang diungkapkannya, tidak melodramatis, tidak mempunyai  kesan diatur-atur. harus menujukan kebenaran, keindividualan, dan keaslian. Untuk itu melalui karya sastra akan muncul pengetahuan baru yang didapatkan siswa dalam proses apresiasi sastra, baik di sekolah maupun apresiasi secara mandiri. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry