Gerakan bela HTI mulai digelindingkan. Aparat harus mengantisipasi agar tidak terjadi benturan massa. Tampak Poster pro HTI yang sudah beredar luas. (FT/IST)

JAKARTA | duta.co – Masjid Sunda Kelapa kembali menjadi titik konsentrasi massa. Jumat (19/5/2017), usai jumatan umat Islam yang tergabung dalam Alumni 212 menggelar  longmarch, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah. Salah satu yang mereka protes adalah pembubaran HTI (Hizbut Tahrir Indonesia).  “Dukung petisi untuk keadilan. Bela ulama, bela aktivis dan bela HTI,” demikian selebaran yang tersebar di sejumlah masjid di Jakarta hingga Jumat (19/5/2017) pagi.

Menurut sumber duta.co aksi bela HTI ini terus digelindingkan, mereka terus melakukan konsolidasi, termasuk dalam agenda menghadap ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tempo hari. Aksi ini bakal semakin mengeras seiring dengan ancaman Pemerintahan Jokowi yang akan menggebuk seluruh gerakan yang bertujuan mengubah konstitusi.

Presidium Alumni 212 menilai pembubaran HTI bertentangan dengan HAM. “Kami sampaikan juga bahwa ada penambahan korban baru, apa itu? HTI. Pembubaran HTI oleh presiden adalah bentuk pelanggaran HAM,” demikian disampaikan Ketua Presidium Alumni 212, Ansufri ID Sambo ketika berada di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (12/5/2017).

Menurut Sambo, langkah pembubaran sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas), salah satunya HTI ini harus melalui proses pengadilan. “Jadi yang berhak membubarkan ormas itu pengadilan. Ini dia sudah mengadakan ancaman dan intimidasi kepada kebebasan berpendapat,” tegasnya.

Pemerintah sendiri sudah menyatakan bakal membawa pembubaran HTI ini ke pengadilan. Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, pembubaran ormas seperti HTI memerlukan proses hukum. Pemerintah mempunyai bukti kuat bila HTI selama ini terindikasi bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, seperti yang diatur dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas. Pemerintah masih enggan membeber bukti-bukti HTI telah melanggar Pancasila dan UUD 1945, serta rencana mereka mengganti sistem di Indonesia dengan Khilafah.

Yang ironi, lucu dan masih sulit dipahami, adalah sikap HTI sendiri yang tidak setuju dengan HAM. Menurut mereka HAM itu ide berbahaya dan merusak Islam. Selama ini HTI menyatakan tidak setuju adanya HAM.  Menurutnya  HAM itu “barang impor” dari Barat yang bertentangan dengan akidah Islam. Masih menurut HTI di negeri ini suara sumbang HAM (Hak Asasi Manusia) dinyanyikan untuk membela kepentingan ide menyimpang sekaligus untuk menohok keagungan ajaran Islam. Ini bisa dilihat melalui situs HTI, http://hizbut-tahrir.or.id/2016/02/29/hak-asasi-manusia-ham-barat-ide-berbahaya-merusak-islam.

Selain link di atas, HTI juga menulis dalam link https://hizbut-tahrir.or.id/2010/12/15/ham-alat-propaganda-dan-penjajahan-barat/ bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini digembar-gemborkan kalangan sekular sesungguhnya bagian dari ide demokrasi yang dipropagandakan Barat sekaligus dijajakan di negeri-negeri Islam. Demokrasi sendiri didasarkan pada paham kebebasan. Ide HAM yang didasarkan pada liberalisme (kebebasan) ini berbahaya dalam beberapa aspek. Kebebasan beragama (freedom of religion), misalnya, bukanlah semata-mata ketidakbolehan memaksa seseorang untuk memeluk agama tertentu; tetapi kebebasan untuk murtad dari Islam, bahkan untuk tidak beragama sama sekali. Atas dasar kebebasan juga, keyakinan dan praktik yang menyimpang dari Islam dibiarkan. Nah? Lalu bagaimana bisa membela HTI lewat Komnas HAM?  (hud,mm)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry