Rektor Unair, Prof Mohammad Nasih (kanan) bersama dengan Prof Dr Drs Prasetio Ak CA SH MHum, sebagai Ketua Pelaksana sekaligus perwakilan keluarga Roestono usai bedah buku Perjuanganmu Kuteruskan Sampai Akhir Zaman usai bedah buku di Universitas Airlangga, Sabtu (11/11/2023). DUTA/ist

SURABAYA | duta.co – Buku berjudul Perjuanganmu Kuteruskan Sampai Akhir Zaman, Catatan tentang Perjuangan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dalam Perang Kemerdekaan I 1947, dibedah di Universitas Airlangga, Sabtu (11/11/2023).

Buku ini merupakan terjemahan dari buku asli berjudul TRIP – The Uneven Battle Along Mt. Salak Street, Malang, and the Surrounding Area Thursday, July 31, 1947; TRIP face-to-face with The Dutch Colonial Forces yang disusun oleh (Alm.) Roestono Soeparto Koesoemo. Roestono merupakan TRIP yang menulis buku itu selama 10 tahun, 31 Juli 1992–31 Juli 2002.

Atas pesan Roestono sebelum wafat, naskah asli ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Prof Dr Drs Prasetio Ak CA SH MHum, sebagai Ketua Pelaksana sekaligus perwakilan keluarga Roestono yang menerjemahkan buku dalam Bahasa Inggris itu ke Bahasa Indonesia menjadi setebal 700 halaman. Nanda sendiri adalah menantu dari Roestono.

“Sudah lama ibu mertua meminta saya menerjemahkan buku itu tapi karena kesibukan tidak jua saya lakukan. Sampai akhirnya saya bisa melakukan dan akhirnya terbit buku dalam Bahasa Indonesia,” ujarnya saat ditemui di ruang Garuda Mukti Kampus C Unair.

Buku ini kata Prof Prasetio sebagai sebuah apresiasi buat bapak mertuanya. “Atas apa yang sudah beliau lakukan di masa itu. Semoga menjadi amal jariyahnya,” tuturnya.

Bukti Semangat Pelajar Surabaya Melawan Penjajah

Pembedah buku, Prof Dr Purnawan Basundoro, SS MHum, Dekan Fakultas Ilmu Budaya sekaligys Guru Besar Universitas Airlangga mengatakan kagum dengan buku ini. Karena di buku ini menggambarkan dengan jelas aksi para pelajar di Surabaya melawan penjajahan Inggris. “Buku tentang TRIP itu banyak tapi saya membaca buku ini berbeda. Seakan saya ikut terlibat dalam peperangan itu,” kata Prof Purnawan.

TRIP sendiri itu kata Prof Purnawan, tidak lepas dari Kota Surabaya. Lahirnya TRIP itu saat pertemburan di Surabaya. “Surabaya bagaikan bidan dari lahirnya TRIP,” tandasnya.

Diakui Prof Purnawan, anak-anak Surabaya usia 12-20 tahun ikut bertempur melawan penjajah di Surabaya. Pertempuran sangat heroik. Bagkan Presiden Soekarno sampai didatangkan dari Jakarta untuk meredam pertempuran. Karena rakyat Surabaya membabibuta melawan tentara Inggris. Hingga akhirnya terbunuhlah Jenderal Mallaby. “Semua ikut bertempur tidak terkecuali para pelajar,” tandas Prof Purnawan.

Dari mana para pelajar bisa mendapatkan keahlian berperang? Ternyata di masa akhir penjajahan Jelang,  para pelajar itu dilatih militer yang terorganisasi Gakuto Gositai. Walau sangat singkat, hanya 20 hari tapi cukup membuat para pelajar mampu mengangkat senjata.

“Ini buku semibiografi yang menceritakan pengalaman pribadi. Bagaimana penceritakan pengalaman bertempur. Peperangan di Gunungsari diceritakan secara dramatis,” jelas Prof Purnawan.

Dengan buku ini kata Prof Purnawan akan memberikan rasa patriotic bagi anak-anak muda di Indonesia untuk mencintai tanah air, bangsa dan negaranya.

Jadi Literatur Perkuliahan di Unair

Nanda Avalist mengapresiasi Unair yang telah menyediakan tempat untuk bedah buku ini. Rektor Unair, Prof Mohammad Nasih mengaku tidak ada alasan bagi Ubair untuk tidak melakukan hal itu. Terutama momen Hari Pahlawan dan Dies Natalis ke69 Unair.

Yang lebih utama kata Prof Nasih adalah buku ini dari materi dan isinya sangat bagus. Jika seandainya buku ini yang menulis mahasiswa S3 maka akan diakui sebagai sebuah disertasi. Karena originalitas dari buku ini luar biasa.

“Bobot bukunya sebobot dengan disertasi. Ini sangat menarik bagi lingkungan kampus. Karya seperti ini harus dipublish, harus disemarakkan,” kata Prof Nasih yang akan menjadikan buku ini sebagai literatur di Unair.

Destry Damayanti, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang hadir dalam kesempatan itu menuturkan bahwa perjuangan TRIP dapat memberikan inspirasi kepada masyarakat. Patriotisme, tekad, dan kesetiaan pada negara tetap hidup dalam diri masyarakat.

Destry berharap bahwa perjuangan TRIP akan selalu abadi meski dalam bentuk yang lain. “Meskipun bentuknya berbeda, melalui teknologi dan digitalisasi tetap harus berjuang,” tuturnya. ril/end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry