Dr. Ubaidillah Zuhdi
Dosen S1 Manajemen, Fakultas Ekonomi Bisnis dan Teknologi Digital
TULISAN berikut merupakan bagian ke-12 dari seri bedah buku “The 360° Leader” karya John C. Maxwell. Bagian akhir dari tulisan sebelum ini menjelaskan mengenai pedoman pertama pada saat mengambil waktu pemimpin Anda, berinvestasi 10 kali.
Inti dari pedoman tersebut adalah seseorang harus mempersiapkan dirinya secara matang sebelum mengambil waktu pemimpin (berdiskusi dengan pemimpin).
Pedoman berikutnya adalah jangan biarkan atasan Anda berpikir untuk Anda. Buku di atas menjelaskan kepada kita bahwa kondisi yang membolehkah para pemimpin menengah bertanya kepada atasan mereka adalah saat di mana para pemimpin menengah tersebut tidak bisa menjawab pertanyaan itu.
Tentu ada berbagai alasan mengapa para pemimpin mengengah tersebut tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Salah satu alasannya adalah karena mereka tidak bisa berpikir.
Pedoman ketiga adalah bawa sesuatu ke atas meja.
Ringkasnya adalah seorang pemimpin menengah perlu memberikan nilai tambah kepada pemimpin, kolega, dan karyawan mereka melalui ide, sumber daya, ataupun peluang. Para pemimpin menengah diharapkan tidak terus-menerus menjadi “tamu” saat berdiskusi dengan atasan mereka.
Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa
Pedoman keempat adalah saat diminta untuk berbicara, jangan berimprovisasi. Buku di atas menggambarkan poin ini dengan sangat jelas melalui kalimat “Jika Anda tidak melakukan persiapan, pada akhirnya Anda akan selalu ketahuan.” Poin ini terkait dengan persiapan. Improvisasi sebenarnya bukanlah hal yang dilarang. Namun demikian, jika tidak melakukan persiapan, improvisasi yang dilakukan akan terkesan begitu-begitu saja.
Hal tersebut mungkin tidak akan terlalu nampak pada improvisasi pertama. Namun ceritanya bisa jadi akan berbeda pada kesempatan-kesempatan improvisasi berikutnya.
Poin berikutnya adalah belajar untuk berbicara dengan menggunakan bahasa atasan Anda. Para pemimpin menengah perlu memahami seperti apa bahasa yang dipakai oleh atasan mereka. Tujuannya bukan agar para pemimpin menengah menjadi penurut, namun agar para pemimpin menengah bisa berhubungan dengan baik dengan atasan mereka.
Saat mereka memahami gaya bahasa atasan, tidak hanya bisa berkomunikasi dengan baik dengan atasan, mereka juga bisa berkomunikasi dengan baik dengan pihak lain atas nama atasan.
Coba bayangkan jika seorang bawahan tidak memahami (atau lebih dari itu, tidak mau memahami) gaya bahasa atasan. Si bawahan tersebut pastinya akan sulit berkomunikasi dengan atasan.
Bahkan bisa jadi akan muncul ketegangan di antara keduanya karena terjadi miskomunikasi. Penyebabnya adalah si bawahan merasa gaya bahasa yang dia pakai tidak ada masalah, sedangkan atasan merasa si bawahan tersebut kurang profesional.
Poin keenam adalah langsung ke inti permasalahan. Menurut buku di atas, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang ingin langsung sampai ke inti permasalahan. Dengan kata lain, pemimpin tersebut tidak mau membuang-buang waktu untuk hal-hal yang kurang penting. Berdasarkan penjelasan buku di atas, seseorang mungkin akan beragumen bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berorientasi pada hasil.
Tentu detil-detil dari proses pengerjaan sesuatu tidak boleh dilupakan. Hanya saja perlu diketahui bahwa Anda tidak perlu menceritakan segala detil tersebut kepada atasan Anda. Atasan Anda bisa bertanya kepada Anda jika atasan Anda menginginkan informasi yang lebih detil terkait sesuatu.
Poin ketujuh adalah berikan keuntungan untuk investasi pemimpin Anda. Saat pemimpin Anda mengetahui bahwa Anda selalu siap pada saat berdiskusi dan berlari dengan membawa nasihat-nasihat dari dia, maka dia akan merasa investasi yang dia lakukan pada Anda berhasil. Pemimpin Anda akan merasa investasi yang dia lakukan pada Anda menguntungkan. *