SURABAYA | duta.co —  Alumni Doktor Ilmu Administrasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya bicara soal membangun demokrasi dengan membedah buku ‘Membangun Demokrasi Indonesia’ (MDI).Kegiatan ini berlangsung secara Offline di Gedung Pasca UNTAG Surabaya dan Onlline yang diikuti Alumni Doktor Ilmu Administrassi  se Indonesia melalui Zoom Meeting pada Sabtu, 25 Juni 2022.

Dr. Kodrat Sunyoto selaku Ketua Alumni Doktor Ilmu Administrasi UNTAG Surabaya mengatakan Kontribusi Alumni Doktor Ilmu Administrasi UNTAG Surabaya sangat dibutuhkan untuk Kemajuan Bangsa, karena Indonesia Negara yang besar dan berbagai Suku Bangsa, sehingga Buku Membangun Demokrasi Indonesia sebagai Sumbangsih Alumni Doktor Ilmu Administrasi yang dapat bermanfaat Bagi Masyarakat.

”Saya Apresiasi kepada teman teman Alumni Doktor Ilmu Administrasi UNTAG Surabaya yang telah memberikan sumbangsih yang cukup berharga bagi kita semua,” ungkap Anggota DPRD Propinsi Jatim ini.

Acara dibuka Dekan FISIP Untag Surabaya Dr. Ayun Maduwinarti, dilanjutkan dengan Diskusi Bedah Buku Membangun Demokrasi Indonesia dengan Moderator Dr. Bambang Koesbandrio.

Ada empat pembicara yang juga Penulis Buku ini yaitu Dr. Moh. Mukhrojin, MSi, Dr. Nursobah, M.Kom,  Kolonel Laut Dr. Lukman Yudho, MAP dan Dr. Suwardi.

Salah satu pembicara dan penulis buku ini, Dr Moh Mukhrojin, MSi mengatakan bahwa Konsep Negara yang Ideal Menurut Alquran adalah Negara yang aman sebagaimana Firman Allah: ”Wattini Wazaitun Waturisinin Wahadzal Baladil Amin”.

Di sini, jelasnya, kata Balad atau negara bersanding dengan kata Amin yang maksudnya Konsep Negara yang ideal adalah Aman. Indonesia termasuk negara yang aman, meski negara yang besar dengan berbagai suku dan Bahasa namun relative aman dan itu tidak lepas karena mempunyai Ideologi Demokrasi Pancasila. Ideologi satu satunya di Dunia, perjuangan Founding Fathers ini harus dijaga dan dipertahankan ,

Namun Demokrasi Pancasila ini jangan sampai kemasukan Oligarki yang tidak diinginkan oleh Founding Fathers, seperti halnya Demokrasi Indonesia dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang mengikuti ambang batas pencalonan atau presidential threshold. Karena hal ini memunculkan isu mengenai oligarki.

Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan,keluarga, atau militer.
Menurut Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Kecamatan Sukolilo ini, Indonesia lahir dari bersatunya elemen civil society, mulai dari kalangan kerajaan dan kesultanan, kaum cendekiawan, kaum pergerakan, hingga ulama dan tokoh agama. Para tokoh tersebut menyumbangkan pikiran-pikiran luhur saat ideologi bangsa Indonesia disusun melalui BPUPKI dan PPKI.

“Sehingga lahirlah ideologi Pancasila dan tujuan serta cita-cita dari negara ini yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dan Indonesia menganut sistem presidensiil yang tidak sama dengan negara-negara lain,” tegasnya.

Sistem presidensial Indonesia, tambahnya, sangat khas karena demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila, atau sama dengan demokrasi perwakilan. Sehingga sudah seharusnya menempatkan musyawarah mufakat sebagai mekanisme pengambilan keputusan sehingga kedaulatan rakyat seharusnya berada di Lembaga MPR RI, sebagai Lembaga tertinggi negara, di mana Presiden mempertanggung jawabkan kinerjanya kepada rakyat melalui perwakilannya.

“Tapi kemudian semuanya berubah ketika Amandemen dilakukan di tahun 1999 hingga 2002 silam. Kita menganut sistem presidensiil murni yang diterapkan di barat. Semua dipilih rakyat langsung, mulai dari bupati/walikota, gubernur, presiden, anggota DPRD, DPR RI dan DPD RI,” ujarnya.

Dalam tulisanya, Doktor Zakat ini mengulas bagaimana dampak dari amandemen konstitusi itu juga menjadikan partai politik sebagai satu-satunya saluran untuk mengusung calon presiden yang disajikan kepada rakyat untuk dipilih. Amandemen konstitusi itu pun melahirkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur soal ambang batas calon presiden-wakil presiden atau presidential threshold.

Selanjutnya Dr Suwardi Pembicara dari Solo yang ikut Hadir secara Ofline mengulas tentang Indikator Political Personal, menurutnya seorang politikus yang akan berlaga dalam Kontestasi Pemilu harus mempunyai Modal yang ada pada Pribadi seorang Politisi tersebut untuk memenangkan Kontestasi Pemilihan Umum.

“Ada tiga yang harus dimiliki yaitu: Popularitas, Aseptabilitas, dan Elektabilitas” ungkap Dosen Universitas Slamet Riyadi Surakarta tersebut.

Kegiatan ini  juga mengundang Pembahas yaitu Prof Dr. Arif Darmawan dan Dr. Mundzar Fahman  Beliau memberikan penjelasan mulai dari system penulisan dan isi Buku  Membangun Demikrasi Indonesia yang disusun oleh 13 Penulis dari Alumni Doktor Ilmu Administrasi UNTAG Surabaya, diantaranya : Dr. Kodrat Sunyoto, Dr. Suwardi,Dr. Dewi Mardayanti,  Dr. Moh. Mukhrojin, Dr. NUrsobah, Dr. Lukman Yudho Prakoso, Dr. Sutadi, Dr. Tri Yulianti, Dr. Ismawan Darmita, Dr. dr. Siswanto Pabidang,  Dr. Ketut Astina, Dr. Tjatur Ermitajani Judi dan Dr. Wahid Hidayat. Terakhir beliau merekomendasikan buku ini sebagai buku yang layak dibaca. (zi)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry