“Tidak mudah mengajak kaula muda menjadi social worker. Mereka masih menganggap kegiatan fundraising adalah ‘meminta-minta”
Oleh Syarif Thayib*
BEBERAPA Minggu terakhir, hingga awal Setember ke depan, musimnya pendaftaran mahasiswa baru dan pendaftaran ulang mahasiswa lama. Di antara mereka ada yang melanjutkan studinya karena bisa melunasi UKT (uang kuliah tunggal), sebagian yang lain terpaksa cuti atau berhenti kuliah sementara karena tidak bisa melunasi UKT hingga batas waktu yang ditentukan.
Penulis yang mengelola Lembaga Amil Zakat (LAZ) Almadina hampir tiap hari menerima pengajuan beasiswa kuliah dari kolega tempat penulis mengajar, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) dan beberapa dari kampus negeri maupun swasta di Surabaya.
Di awal operasional LAZ Almadina, hampir seluruh “permohonan” disetujui. Mereka mendapat full bantuan pendidikan yang kami sebut dengan beasiswa “Simbiosis Mutualisme”, khususnya untuk pengabdi/pelayan Pesantren.
Setelah mengalami proses evaluasi dan monitoring dari Pembina dan Pengawas LAZ Almadina, akhirnya beasiswa Simbiosis Mutualisme itu kami “typo” menjadi Beasiswa Perjuangan. Artinya, calon penerima beasiswa itu lebih dahulu diajak (berjuang) membantu mencarikan beasiswa adik-adiknya (pelajar/santri SD-SMA) dari kalangan yatim atau keluarga dhuafa yang tinggal di sekitar mereka.
Mereka dilatih terlebih dahulu untuk menjadi social worker atau pekerja sosial dengan tugas mendata Mustahik (orang yang berhak menerima zakat) dari kalangan fakir, miskin, ibnu sabil, dan sabilillah yang membutuhkan biaya sekolah dan/atau biaya mondok Pesantren.
Setelah data Mustahik mereka peroleh, langkah berikutnya adalah mencarikan Muzakki (dermawan pembayar zakat) di sekitar Mustahik yang terdata di atas untuk membantu para pelajar dan santri-santri itu. Skill mencari dan mengajak Muzakki itu disebut Fundraising. Ini juga diajarkan kepada mereka (social worker).
Konsepnya adalah, jika mereka sudah berjuang menolong orang lain, maka LAZ Almadina akan membantu penuh kuliah mereka tanpa syarat lainnya. Dasarnya, “Wahai orang-orang mukmin, jika kamu menolong orang-orang yang sedang berada di jalan Allah (termasuk penuntut ilmu dll), niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)
Inilah yang kami sebut dengan Beasiswa Perjuangan. Mereka belajar – berjuang membantu sesama terlebih dahulu sebelum mendapatkan bantuan “Beasiswa Perjuangan” dari LAZ Almadina.
Pertanyaannya, dari mana LAZ Almadina memberi beasiswa mereka? Tentunya dari kas LAZ yang sudah ada sebelumnya. Kami yakin, bahwa menggerakkan pejuang-pejuang atau penolong pendidikan anak-anak Asnaf (tidak mampu) ibarat sedang mengirimkan sinyal ke alam semesta, bahwa LAZ Almadina layak mendapatkan ‘Mukjizat’ (keajaiban) berupa keberlimpahan donasi, sebagaimana dimaksud Dalil di atas.
Selama ini, penulis merasa bahwa pemberian beasiswa-beasiswa, seperti jalur “Prestasi”, berpotensi menciptakan generasi ‘egois’ yang mementingkan prestasi akademiknya saja demi keberlanjutan beasiswa mereka. Begitupun beasiswa “fakir-miskin” melalui Surat Keterangan tidak mampu dan seterusnya, rentan melahirkan generasi “tangan di bawah” atau generasi ‘peminta-minta’.
Sebaliknya, Beasiswa Perjuangan diharapkan mampu melahirkan generasi muda (usia mahasiswa) yang peka dengan adik-adik pelajar atau santri fakir-miskin yang belum siap diajak “berjuang” seperti social worker.
Memang tidak mudah mengajak kaula muda menjadi social worker, peraih Beasiswa Perjuangan. Mereka masih beranggapan bahwa kegiatan fundraising adalah ‘meminta-minta’. Padahal Fundraising adalah pengambil “pajak Tuhan” yang membantu para Muzakki membersihkan dan mensucikan harta mereka. Dalilnya bukan “mintalah dari harta mereka”, tetapi “ambillah dari harta mereka”.
Khuż min amwālihim ṣadaqatan tuṭahhiruhum wa tuzakkīhim bihā wa ṣalli ‘alaihim, inna ṣalātaka sakanul lahum, wallāhu samī’un ‘alīm.
“Ambillah ZIS (zakat-infak-sedekah) dari sebagian harta mereka untuk dibersihkan dan disucikan, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu (Nabi dan penerusnya) itu menjadi ketenteraman jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. At-taubah: 103).
Penulis mencoba searching kesana-kemari di website LAZ se-Indonesia, belum ditemukan konsep/bentuk dan realisasi “Beasiswa Perjuangan” yang saling memberdayakan para-pihak, hingga menjadi gulungan bola salju Rahmatan Lil’alamin. Wallahu a’lam bish-Shawab.(*)
Syarif Thayib adalah Dosen UINSA, Pelayan ZIS Jawa Timur