
SURABAYA | duta.co – Mengenang perjuangan masa lalu. Itulah Pameran Surabaya City Of Heroes – Prodi SI Pendidikan Sejarah 2025, dalam rangka Spesial FISPOL Action Week 2025, yang dibuka Rabu (24/9/25) di Kampus FISIP UNESA (Universitas Negeri Surabaya).
Sejumlah Museum di Kota Surabaya ikut meramaikan event tersebut. Ada Museum Dr Soetomo, Museum 10 November, Museum WR Soepratman, Museum Sejarah dan Budaya Unair, termasuk Museum Nahdlatul Ulama (NU) yang berlokasi di Jl Gayungsari Timur 35 Surabaya.
“Ini momen baik untuk penguatan Museum di Jawa Timur. Anak-anak kita harus disadarkan sekaligus dipahamkan tentang sejarah perjuangan bangsa,” demikian disampaikan Sejarawan dari UNAIR, Edi Budy Santoso kepada duta.co di lokasi pameran.
Menurut Edi, gagasan UNESA ini patut diapresiasi. Mahasiswa jurusan sejarah dan budaya harus meletakkan museum benar-benar di hati. Slogan kampanye nasional yang diprakarsai Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 itu mendorong masyarakat agar lebih mencintai, menghargai, dan berkunjung ke museum-museum di Indonesia, sehingga museum menjadi bagian penting dalam hati masyarakat. Museum di hatiku.
“Ini kreasi mahasiswa magang di kampus kami, mereka sangat rajin mempelajari benda-benda klasik,” tambah Edi sambil memperlihatkan Museum Sejarah dan Budaya UNAIR yang standnya bersebelahan dengan Museum NU.
Salah satu pengurus Museum NU — yang hadir dalam event itu — Mokhammad Kaiyis, mengatakan, bahwa Museum NU bukan saja merekam jajak perjuangan, tetapi juga ikut serta menjaga konsistensi perjuangan.
“Keberadaan Museum NU sangat penting, ini supaya anak-anak kita tetap sambung dengan perjuangan para pendahulu. Di samping itu, generasi berikut bisa belajar tentang Islam yang rahmatan lilalamin. Ini perekat perjuangan arek-arek Suroboyo,” tegasnya.
Karena itu, selain keris dan replika tongkat KH M Hasyim Asy’ari, stand Museum NU juga diwarnai surat balasan dari Raja Arab Saudi kepada kiai-kiai NU yang tergabung dalam Komite Hijaz. “Surat Raja Saud ini memiliki makna yang begitu besar. Dengan surat tersebut, Arab Saudi (tanah suci) menjadi milik umat Islam dunia, tidak hanya Wahabi,” tegas Kaiyis.
Baju Banser juga menjadi catatan penting, betapa warga NU rela berkorban demi kebersamaan. “Banser Riyanto Mojokerto menjadi korban demi kebersamaan dan keutuhan bersama. Dia seorang anggota Barisan Ansor Serbaguna NU yang menjadi pahlawan kemanusiaan, gugur saat mengamankan perayaan Natal di Gereja Eben Haezer, Mojokerto, pada 24 Desember 2000,” jelas Kaiyis yang juga anggota Dewan Kehormatan PWI Jatim ini.
Ikut menjaga stand Museum NU adalah lima (5) mahasiswa UNESA yang sedang magang di Gedung Bundar (Museum NU). Mereka adalah Adam Arya Ahmadi, Ajeng Retno Sari, Yosep Mario Tato Dwi P, Samsudin Budi Pratama dan Nisrina Naya Dewi. “Kita bagikan stiker Museum NU agar pengujung mengenal lebih dekat isinya. Hari pertama stiker sudah habis, ini hendak bikin lagi,” demikian Samsudin Budi Pratama lelaki yang selalu tampil sumringah ini.
Hadir dalam acara pembukaan pameran oleh Wakil Dekan FISIPOL Unesa Dr Harmanto, SPd, MPd adalah MT Agus dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, HM Bambang Sulistomo, SIP, MSi (putra Bung Tomo), Perwakilan dari Malaysia Prof Din Samsudin, Kaprodi Pendidikan Sejarah Prof Dr Wisnu MHum, Kepala Lab Rumah Sejarah Unesa, Dr Izzatul Fajriyah MPd, Koord Lab Unesa Satria Putra Abimanyu serta Ketua Pelaksana Bagus Aprilian Putra dan sejumah pimpinan Museum di Surabaya. (mky)