SURABAYA | duta.co  — Pengasuh Pondok Pesantren Al Amin Ngasinan Kediri, Kiai Anwar Iskandar tampak kecewa berat menyaksikan jagonya Gus Ipul-Puti tumbang dalam Pilgub jatim. Gus War, panggilan akrabnya menyebut kekalahan ini (diantaranya) karena Gubernur Soekarwo tidak kesatria dan komitmennya.

Tetapi, di mata pengamat, tidak sesederhana itu. Pengamat politik dari Unair Surabaya, Hari Fitrianto, mengatakan bahwa kemenangan pasangan nomor urut 1 (Khodidah-Emil) ini terbantukan masa kampanye yang lebih panjang yakni selama 4 bulan, sehingga dia mampu membangun narasi yang lebih solid saat menyapa masyarakat.

“Khofifah mempunyai ketahanan gerilya membangun komunikasi politik yang sangat baik di tingkat grass root maupun tingkat elit. Bayangkan, sejak pilgub Jatim 2008, 2013 dan  2018 dia tetap konsisten,” ujar pengajar FISIP Unair Surabaya, Jumat (29/6/2018).

Faktor lain yang cukup menentukan, kata Hari adalah partai-partai pendukung KIP-Emil relatif lebih solid dibanding partai-partai pendukung pasangan Gus Ipul-Puti. “Survei terakhir, dukungan partai yang menembus angka 60 persen hanya mampu dicapai oleh parpol pendukung KIP-Emil. Sebaliknya parpol pendukung paslon GI-Puti pemilihnya relatif terbagi rata ke kedua paslon,” ungkapnya.

“Sejarah juga mencatat bahwa PKB dan PDIP belum pernah memenangi kontestasi Pilgub Jatim paska era reformasi,” tambah akademisi yang dikenal memiliki hubungan baik dengan Gubernur Jatim Soekarwo.

Bahkan, lanjut Hari, kaum nasionalis di Jatim bukan hanya dimiliki oleh PDIP. Tetapi juga terbagi ke Partai Demokrat karena adanya sosok Pakde Karwo yang menjadi ketua DPD Partai Demokrat Jatim dan mampu menghantarkan pasangan Pakde dan Gus Ipul  memenangi Pilgub Jatim 2008 dan 2013 silam.

“Fatwa fardlu ain kiai itu saya rasa kalah sakti effect electoralnya dibanding surat edaran dari Pakde Karwo. Terbukti daerah-daerah lumbung suara kaum nasionalis ternyata lebih loyal ke Pakde Karwo,” dalihnya.

Ia juga memberikan catatan menarik, bahwa pada Pilgub Jatim 2018 ini terdapat anomali dimana suara electoral di tingkat kabupaten/kota tidak linier dengan suara electoral di tingkat provinsi. Dicontohkan Hari, Pilkada di Tulungagung paslon PDIP yang menjadi musuh bersama justru menang mutlak. Tapi suara paslon GI-Puti justru kalah telak dengan paslon KIP-Emil.

“Partai-partai harus instropeksi dalam menentukan koalisi dan paslon jangan sampai menafikan semangat kelokalan di Jatim harus dinegasikan dengan konsesi-konsesi elit politik di Jakarta. Sebab masyarakat bisa melawan apa yang menjadi fatsun politik elit,” ungkap pria berkaca mata ini.

Salah satu penyebab kekalahan Gus Ipul, kata Hari adalah akibat kawin paksa oleh waktu dan elit partai sehingga dia mengalami kesulitan recovery. Padahal bersama pasangan sebelumnya (Anas) dia jauh unggul dibanding bacagub yang  lain.

“Saya rasa elektabilitas Gus Ipul-Puti sudah baik karena mampu bertahan tidak sampai mengalami penurunan. Hanya KIP-Emil di dua bulan terakhir mengalami kenaikan pesat sehingga mampu menyalip eletabilitasnya,” bebernya.

Hasil rekap C1 yang sementara yang menunjukkan selisih suara kedua paslon dikisaran angka 5-7 persen, juga membuktikan bahwa Gus Ipul bukan hanya menjadi pelengkap Pakde Karwo pada Pilgub Jatim sebelumnya karena dia mempunyai kekuatan electoral yang besar di Jatim.  “Saya kira kalau suara Gus Ipul-Puti mencapai 46 persen, maka yang 36 persen itu disumbang Gus Ipul dan sisanya disumbang Puti,” kata Hari Fitrianto.

Suara nahdliyin di Pilgub Jatim juga diyakini terbagi rata ke kedua paslon seperti suara kaum nasionalis. Begitu juga suara pendukung Jokowi terbagi rata ke kedua paslon. Suara pendukung Prabowo juga tidak otomatis ke Gus Ipul walaupun gerindra menjadi partai pendukung sebab mereka yang tak suka dengan PDIP akan lebih memilih KIP. Pemilih PKS juga hampir sama dengan Gerindra tak memilih Gus Ipul-Puti karena ada faktor PDIP.

“Artinya cross cutting yang dihadapi pasangan Gus Ipul-Puti faktornya lebih banyak dibanding paslon KIP-Emil. Jadi kemenangan Khofifah itu karena sumbangsih Pakde Karwo, partai pendukung yang solid dan memilih pasangan yang tepat (Emil),” tambah Hari Fitriyanto.

Secara khusus, Hari juga memberikan pesan moral kepada pasangan KIP-Emil supaya bisa meresapi posisi Jatim dalam geopolitik dan ruang politik yakni penyeimbang wilayah Barat dan Timur Indonesia karena Jatim menjadi meeting point atau punjer.

“Kalau sudah resmi ditetapkan sebagai pemenang dan memimpin Jatim harus mampu bersikap moderat tak boleh terlalu ke kanan atau ke kiri, terlalu elitis dan terlalu ke bawah maupun tak boleh terlalu populis (merakyat) sebab di Jatim ada komunitas yang harus tetap terjaga previllegnya yaitu para kiai dan pesantren,” pungkas akademisi berpenampilan kalem ini. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry