Proyek Betonisasi Jalan Barengkrajan-Sidorejo, Kecamatan Krian, Sidoarjo.

SIDOARJO | duta.co – Jalan rusak di Kabupaten Sidoarjo, sering menjadi rasan-rasan publik. Baik karena lambatnya perbaikan, kurangnya kontrol (kualitas) lapangan, mau pun beban berat akibat pertumbuhan kawasan industri.

Betonisasi jalan Barengkrajan-Sidorejo, bisa menjadi contoh. “Kebijakan Bupati Sidoarjo (H Ahmad Muhdlor Ali, SIP red) ini sangat tepat. Betonisasi jalan sangat bermanfaat bagi masyarakat luas. Ini sudah lama menjadi aspirasi warga,” demikian M Mustain, warga Desa Sidorejo kepada duta.co, Rabu (15/3/23).

Namun sayang, jelasnya, dalam pelaksanaan lapangan kurang maksimal. Padahal, proyek jalan itu baru beberapa minggu mereka kerjakan. “Kabarnya juga baru saja serah terima. Tetapi, fakta di lapangan banyak keretakan, terputus melintang dan ambles. Kualitasnya terbilang rendah, sehingga mudah rusak,” jelasnya.

Menurut Pak Tain, panggilan akrabnya, masyarakat sebagai penerima manfaat, sesungguhnya bisa memberikan masukan. “Masalahnya adalah tidak adanya papan nama. Tidak tahu perusahaan atau CV apa yang mengerjakan? Di mana alamat dan telephonya? Berapa anggarannya? Ini semua penting, karena bagian dari keterbukaan informasi publik. Ada UU-nya,” tegasnya.

Sebagai orang Sidoarjo, tegasnya, kita harus memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Termasuk mengawal program Gus Bupati agar berjalan sesuai target yang diharapkan. “Kita bantu (mengawasi), sehingga kebijakan Gus Bupati bisa berjalan baik. Walhasil, infrastruktur jalan di Kabupaten Sidoarjo tidak semrawut seperti yang dikeluhkan banyak orang,” terangnya.

Banyak Faktor

Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Sidoarjo, pernah menyampaikan kepada suarasurabaya.net, bahwa, cepat rusaknya proyek jalan di Sidoarjo ada beberapa faktor. Pertama, pertumbuhan kawasan industri yang, tidak didukung infrastruktur dan pendukung yang memadai.

Kedua, pertumbuhan kendaraan di Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2013 lalu tercatat hampir 30 persen. Ini tidak seimbang dengan pertumbuhan jumlah panjang jalan yang tidak lebih dari 3 persen pertahunnya.

Ketiga, sistem saluran tepi jalan hanya terdapat di dalam kota Sidoarjo. Sedangkan jalan-jalan kabupaten yang ada di luar perkotaan biasanya digabungkan fungsinya dengan saluran irigasi. Di banyak ruas jalan, bahkan tidak ada saluran tepinya.

Keempat, anggaran pemeliharaan jalan tahun ini hanya Rp13 miliar. Padahal anggaran ini idealnya Rp100 miliar.

Kelima, perubahan iklim yang mengakibatkan hujan dengan curah tinggi mengakibatkan aspal mudah terkelupas. Genangan air di aspal ditambah kendaraan melebihi kapasitas beban jalan mengakibatkan umur teknis jalan yang harusnya 5 tahun, menyusut jadi 2 tahun saja. Keenam, tentu, pelaksanaan lapangan, apakah sesuai dengan kualitas yang kita harapkan. (mky)