SURABAYA | duta.co – H Tjetjep Mohammad Yasien, SH, MH menunggu jawaban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati (nonaktif) Sidoarjo H Ahmad Muhdlor (Gus Muhdlor). “Saya ingin tahu netralitas KPK dalam kasus ini,” terangnya kepada duta.co, Selasa (23/7/24).
Lelaki yang akrab dipanggil Gus Yasien ini, melihat bahwa tuduhan korupsi terhadap Gus Mudhlor dipaksakan. “Pertama, saksi mengatakan tidak ada kerugian negara. Kedua, KPK mengarah ke regulasi pemotongan insentif. Padahal, regulasi itu bukan barang baru. Ketiga, Kalau bicara penikmat uang tersebut, jelas sekali, bukan cuma Gus Muhdlor. Nah, sekarang KPK harus jelaskan, mana yang dikorup Gus Muhdlor,” terang alumni PP Tebuireng, Jombang ini.
Ia kemudian menyodorkan kabar terkait kesaksian sejumlah orang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (22/7/2024). Di mana sejumlah saksi kasus pemotongan dana insentif ASN di BPPD Sidoarjo itu, menyebut tidak ada kerugian negara dalam potongan insentif mereka.
Karena dana insentif itu sudah masuk pada rekening pribadi masing-masing pegawai, kemudian dipotong dan diserahkan kepada Siskawati.Hal itu disampaikan beberapa saksi diantaranya, Kabid Pajak Daerah Setya Handaka dan Ninik Sulastri dalam sidang terdakwa Siskawati. Menurut Ninik, pemotongan insentif itu murni bersumber dari pribadi masing-masing pegawai yang telah menerima insentif sesuai kinerja mereka.
Kemudian diberikan sebagian untuk pemotongan insentif melalui pengambilan masing-masing pegawai. “Iya potongan itu kami ambil dari rekening kami sendiri setelah insentif atau bonus kinerja masuk dan kami ambil sesuai nominal potongan untuk diberikan kepada terdakwa,” kata Ninik di persidangan sebagaimana diunggah beritajatim.com.
Dari pengakuan itu, kuasa hukum terdakwa Siskawati, Erlan Jaya menegaskan bahwa KPK tebang pilih dalam menindak kasus tersebut. “Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam kasus ini hanya menetapkan tiga tersangka, padahal sudah jelas di sini banyak pihak terlibat dan sekali lagi saya tegaskan tidak ada kerugian negara kalau ngomong hukum yang bener,” tegas Erlan.
Menurutnya, jika KPK tidak mau disebut tebang pilih keterlibatan pihak lain juga harusnya diusut sesuai prosedur. Apalagi, kata dia banyak aliran uang yang mengalir ke beberapa instansi lain yang harusnya turut ditindak.
“Jadi pada prinsip dan intinya telah terjadi diskriminasi disini, perkara ini syarat akan politik. Apalagi Siskawati pegawai eselon berapa dan peran yang dilakukan juga hanya perintah pimpinan dan sebelumnya juga ada pegawai yang melakukan hal yang sama,” tambah Erlan.
Dia menduga kasus pemotongan insentif itu menjadi pintu masuk urusan politik. Menurutnya, KPK harus berani menindaklanjuti sebuah kasus tanpa muatan apapun. “Silakan KPK usut dan proses semua yang menerima aliran dana, tanpa tebang pilih,” paparnya menutup. (zal, beritajatim.com)