KERJA SAMA: Para personel grup Band Wali bersama Ketum PBNU KH Said Aqil Siradj (empat kiri) di Kantor PBNU Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu sore (18/1). (IST)
KERJA SAMA: Para personel grup Band Wali bersama Ketum PBNU KH Said Aqil Siradj (empat kiri) di Kantor PBNU Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu sore (18/1). (IST)

JAKARTA | Duta.co – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) KH Said Aqil Siradj menerima tamu para personel grup Band Wali di ruangan kerjanya, lantai tiga gedung PBNU, Jakarta, Rabu sore (18/1) lalu.  Apa saja yang diobrolkan.

Setelah mengobrol sejam lebih, Kiai Said menorehkan catatnnya pada jilid map putih berlogo Nahdlatul Ulama. Di jilid itu, kiai asal Cirebon tersebut menuliskan sebagai berikut:

Jangan sombong dipuji

Jangan minder dicaci

Ya rahman, ya rahim, ya qowiy ya mathin, ya fattahu ya alim ya rozzaqu ya karim ya hayyu ya qoyyum ya ghaysal mustaghits, aghitsna wal muslimin.

Kemudian tulisan tersebut ditandatangani Kiai Said.  Selain itu, PBNU juga menyerahkan satu eksemplar Ensiklopedi NU, kalender NU tahun 2017 dan karya-karya Kiai Said. Sementara pihak Wali menyerahkan sorban yang langsung dikalungkan oleh salah seorang personelnya, Aan Kurnia, kepada Kiai Said.

Pada kesempatan itu, Kiai Said ditemani Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini, Ketua PBNU KH Hasib Wahab, dan Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul ULama KH Abdul Ghaffar Rozin. Sedangkan dari Wali, selain Aan Kurnia (Apoy), ada Farhan ZM (Faank), Ihsan Bustomi, dan Hamzah Shopi, serta manajemen Wali.

Dari pertemuan tersebut, kedua belah pihak berencana akan bekerja sama mensosialisasikan program “Ayo Mondok” ke beberapa kota dan pesantren.

Band Anak Pesantren

Wali Band memang beranggotakan sejumlah anak pesantren.  Sebelum sukses, mereka anak kos yang hidup apa adanya di kawasan Ciputat, dekat Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Personel Wali Band pun tak bisa melupakan masa lalunya itu. Karena itu, di sela-sela kesibukannya show di berbagai daerah, kesempatan kumpul dengan teman-temannya juga tetap ada. Mungkin hanya sekedar ngopi atau makan bersama, tapi hal itu sangat penting untuk menjaga komunikasi sesame teman dekat. Jangan sampai muncul kesan, personil Wali Band sombong setelah sukses.

Muhammad Nu’man (Nunu) pernah mengatakan, kesempatan untuk kumpul dengan teman-teman dekatnya, terutama sesama mahasiswa UIN memang jadi berkurang banyak, setelah jadwal show Wali Band mulai padat. Namun, sekecil apapun waktu itu, katanya, tetap diupayakan.

”Kalau ada waktu senggang, ya kumpul sama-sama teman-teman sambil ngopi. Memang tak bisa seperti dulu,” kata Nunu dalam obrolannya dengan Duta beberapa waktu lalu.

Namun, Nunu merasa bersyukur, kesuksesannya bersama Wali Band membuatnya punya cukup uang saat kumpul dengan teman-temannya. Paling tidak, kata Nunu, ia sekarang bisa menanggung semua biaya, jika ingin sekedar makan atau minum kopi bareng.

”Ya lumayan lah, sekarang ini ada uang untuk ngopi sama teman-temannya,” tutur pemuda yang pernah menjadi santri di pondok Tebuireng selama enam tahun ini.

Suatu yang lebih disyukuri olehnya, yaitu bisa membantu kedua orang tua dan keluarganya di Sidoarjo. Saat kuliah, dulunya ia sering merepotkan orang tua karena selalu minta kiriman uang. ”Patut saya syukuri, saya sekarang bisa membantu orang tua di rumah,” kata anak kedua dari dua bersaudara ini.

Nunu lahir dari keluarga yang memang teguh ajaran Islam ala Nahdlatul Ulama (NU). Karena itu, kedua orang tuanya mengarahkannya untuk nyantri di Tebuireng Jombang, pesantren tua hingga kini selalu lekat dengan NU.

Maklum, pendiri pondok pesantren tersebut, KH Hasyim As’ari, adalah pendiri NU. ”Orang tua saya NU nyel (tulen). Ya seperti orang Lamongan lah,” cerita Nunu soal kondisi keluarganya.

Keluarga Nunu bukan dari keluarga orang top. Ayahnya setiap harinya berangkat ke tambak, sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa yang kebetulan punya took sebagai sumber ekonomi. ”Orang tuaku orang biasa Cak. Ayah petani tambak. Ibu pedagang, ada toko di rumah,” katanya.

Karena keluarganya yang NU dan orang biasa itu pula, Nunu sama sekali tak pernah bercerita soal hobinya bermain musik kepada kedua orang. Sesekali dia hanya bercerita ke kakak perempuanya.”Orang tua sama sekali gak ngerti kalau saya main musik. Yang tahu paling Mbak Yu (kakak), karena saya kadang curhat,” jelasnya.

Apa ada rasa takut? Menurut Nunu, jika bercerita banyak sebelum sejak awal, kemungkinannya bisa didukung atau dilarang bermusik.”Jadi kalau saya dapat kiriman uang, kalau ada sisa ya kadang saya belikan sound system atau alat musik. Itu tanpa sepengetahuan orang tua,” katanya.

Orang tua Nunu baru tahu anaknya bermain musik setelah Wali mulai terkenal dengan album “Orang Bilang” dengan album andalan “Dik”. Saat itu, Wali sudah mulai tampil pada acara musik di stasiun televisi nasional. ”Orang tua tahunya saya main musik setelah Wali mengeluarkan album dan nongol di TV. Jadi, tahunya justru dari TV,” tutur Nunu.

Pada saat itu, kata Nunu, kedua orang tua dan semua keluarganya yang tinggal di Jl Mujaer, Desa Banjar Kemuning, Sedati, Sidoarjo terkejut saat melihatnya tampil di TV. Antara percaya dan tidak, Nunu yang santri bisa nongol di TV bersama kawan-kawanya di Wali Band. ”Kata orang tua saya, iku anakku bener opo ora (itubenar anakku atau tidak). Anakku kok bisa masuk TV,” kisahnya.

Nunu merasa bersyukur, kini orang tua dan semua keluarganya mendukung karirnya di musik. Bahkan, Nunu kini menjadi kebanggaan keluarga. Cermin orang ndeso yang mampu bersaing dalam kerasnya persaingan dunia musik Indonesia.”Alhamdulillah, kini semua mendukung, dan bangga,” katanya.

Kini dukungan juga datang dari teman-teman Nunu di Sidoarjo dan di Tebuirang Jombang. Bahkan, kata Nunu, saat Wali Band sudah mulai manggung di berbagai daerah dan disiarkan langsung oleh televisi, teman-temannya saat nyantri di Tebuirang sempat meneleponnya.

Dukungan itu tak hanya dari kalangan santri, ada pula keluarga pondok yang meneleponnya.”Ya banyak yang kaget. Konco-konco Tebuireng juga nelpon, kasih ucapan selamat dan mendukung. Cak Dhowi (Ahmad Baidhowi) dari keluarga pondok juga nelpon. Ngono iku Cak ceritane (begitu itu ceritanya),” kenang Nunu yang kadang menyempatan diri pulang kampung halaman jika show di Jatim.

Kini, bersama Farhan alias Faank (vokalis) dan Aan Kurnia alias Apoy (gitaris), jebolan Ponpes La Tansa, Pandegelang Banten, Ihsan Bustomi alias Tomi (drum), lulusan ponpes Al Fatah Lampung, Muhammad Nuam alias Nunu (Bass) alumni ponpes Tebuireng Jombang, dan Hamzah Shopi alias Ovie (keybord), lulusan ponpes Al Hikmah Annajiyah Bogor, Nunu ingin terus berkarya melalui musik. hud, nuo

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry