DIBELI LION: Pesawat Boeing 737 MAX 10 yang hendak dibeli Lion Air dalam Mou, Selasa (10/4) besok. (ist)

JAKARTA | duta.co – Mendag Enggartiasto Lukita melaporkan perkembangan negosiasi Indonesia dan Uni Eropa (UD) terkait pembatasan penggunaan produk turunan crude palm oil (CPO) untuk biodiesel, kepada Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Enggar sebagai salah tim perunding meminta izin Wapres untuk menggertak Uni Eropa jika mereka tetap melakukan pembatasan tersebut. Salah satu bentuk ancaman adalah menghentikan pembelian pesawat Airbus dan Boeing.

“Saya laporkan kepada Pak Wapres bahwa kalau mereka juga masih bersikeras, saya minta izin sebagai tim perunding, saya harus mempunyai mandat untuk itu (tindakan pembalasan),” ujar Enggar saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Senin (9/4/2018).

Parlemen Uni Eropa diketahui telah menyetujui rencana phase out biodiesel berbahan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) pada 2021. Kendati belum final, rencana ini mengancam ekspor biodiesel RI.

Enggartiasto Lukito (ist)

Enggar mengatakan, dalam hal ini Indonesia dan Malaysia sebagai negara produsen CPO terbesar di dunia harus melakukan kerja sama untuk menentang pembatasan tersebut. Karena itu, duta besar Indonesia untuk Malaysia diminta untuk menjembatani pertemuan dengan Malaysia. “Itu segera harus kita ambil langkah-langkah agar bisa berjalan dengan baik,” kata Enggar.

Enggar mengatakan, Indonesia sudah beberapa kali memenangkan perkara pembatasan ekspor CPO tersebut. Namun, Uni Eropa tetap bersikeras untuk melakukan pembatasan penggunaan produk turunan CPO.

Enggar menegaskan, jika Uni Eropa menetapkan kebijakan phase out biodiesel berbahan minyak sawit mentah, Indonesia tidak segan akan melakukan tindakan balasan. Salah satunya adalah menghentikan pembelian pesawat Boeing dan Airbus.

“Kita melakukan pembelian pesawat terbang, antara lain, dengan Airbus dan Boeing. Kalau ini terus berkembang, kita mungkin akan menghentikan (pembelian pesawat terbang) itu juga,” ujar Enggar.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengatakan, persoalan pembatasan CPO di Uni Eropa harus ditangani dengan serius. Sebab, CPO merupakan salah satu penyumbang ekspor bagi Indonesia, yakni sekitar 12 persen. Menurut dia, aturan yang dibuat oleh Uni Eropa tersebut dapat memengaruhi kebijakan-kebijakan yang lain.

“Sekarang itu yang terbangun adalah negative impression terhadap produk sawit. Jadi, arahan yang disampaikan oleh Pak Menteri Perdagangan adalah kita jangan selalu defensif. Mulailah bergerak ke arah next step,” kata Oke.

Minyak sawit telah mengalami kampanye hitam sejak beberapa tahun lalu. Oke mengatakan, pada saat itu Indonesia selalu bersikap defensif dengan kampanye negatif bahwa sawit tidak sehat dan menjadi penyebab deforestasi.

Oke mengatakan, saat ini Indonesia tidak bisa lagi menghadapi kampanye hitam CPO di Uni Eropa maupun Amerika Serikat (AS) dengan cara defensif. Menurut dia, Indonesia harus meningkatkan cara untuk menghadapinya melalui negosiasi dengan level playing field yang sama.

“Jadi, kalau dulu itu disebut sawit itu tidak sehat, kita sebut sehat, kemudian disebut deforestasi, kita sebut enggak, selalu defensif. Sekarang kita harus ada next level, masuk ke apa yang kita beli di sana, level playing field-nya disamakan,” ujar Oke.

Lion Pesan 50 Boeing

Pesawat berbadang bonsor Boieng memang masih menjadi incaran maskapai di Indonesia. Maskapai Lion Air, misalnya, berencana membeli 50 pesawat jenis Boeing 737 MAX 10 baru untuk memperkuat armadanya. Boeing, pabrikan pesawat asal Amerika Serikat (AS), dijadwalkan akan menandatangani Certificate of Purchase untuk ke-50 pesawat tersebut dengan petinggi Lion Air hari Selasa (10/4) besok. Penandatanganan tersebut akan dilakukan oleh Presiden Direktur Lion Group Edward Sirait dan Dinesh Keskar selaku senior VP Asia Pacific & India Sales Boeing Commercial Airplanes.

Pendiri Lion Air Group Rusdi Kirana, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Dubes AS untuk Indonesia, Joseph R Donovan, juga dijadwalkan hadir dalam acara tersebut.

Sebelumnya, Edward sempat mengatakan perusahaannya akan menambah 36 pesawat tahun ini untuk meningkatkan operasional perusahaan. Ia mengungkapkan jenis armada baru itu adalah 20 unit ATR72 500/600, 4 unit Boeing 737 MAX 9, 2 unit Boeing 737/900ER, 3 unit Airbus A320, 4 unit Boeing 737-800, dan 3 unit Boeing 737 MAX 8.

Seiring dengan penambahan jumlah pesawat tersebut, Lion Air, yang menguasai penerbangan domestik Indonesia, berencana menambah beberapa rute dalam negeri tahun ini. “Kalau untuk rute internasional kita belum ada rencana buka lagi. Kalau domestik, ada beberapa, seperti Solo-Lombok, Banjarmasin-Denpasar, dan beberapa lagi saya lupa,” ujarnya ketika dihubungi CNBC Indonesia bulan lalu.

Di bulan yang sama, Lion Air Group juga resmi menyepakati pembelian 380 unit mesin jet senilai USD5,5 miliar (Rp 74,25 triliun) dari CFM International. Seluruh mesin itu akan dipasangkan di pesawat Airbus A320neo/ A321neo yang telah dipesan perseroan sejak Maret 2013.

Airbus-Boeing Terbesar

Pesawat Airbus dan Boeing memang merupakan pesawat terlaris di jagat ini. Pada 2017, misalnya, Airbus menyalip Boeing dan memenangi persaingan pesanan tahunan untuk tahun kelima berturut-turut setelah mengejar kesepakatan pembelian pada minggu-minggu terakhir 2017, Reuters melaporkan, Senin (15/1/2018).

Produsen pesawat terbang Eropa ini, mengatakan pesanan bersih, setelah pembatalan, naik 52 persen menjadi 1.109 pesawat jet pada 2017, mengungguli jumlah pesanan untuk Boeing 912 pesawat.

Jumlah pesanan kotor Airbus tanpa disesuaikan dengan pembatalan adalah 1.229 pesawat, dibandingkan 1.053 pesawat untuk Airbus. Setelah memuncak pada 2014, Airbus mengatakan permintaan pesawat jet tumbuh pesat dari yang diperkirakan. Hal ini menggambarkan kesibukan lalu lintas udara seiring dengan membaiknya perekonomian global. “Semua pasar menguat,” kata kepala penjualan Airbus, John Leahy mengatakan kepada wartawan.

Airbus memastikan sudah memenuhi target utama 2017, yaitu melakukan pengiriman lebih dari 700 pesawat. Airbus mengirim 718 pesawat pada 2017 kepada para pembeli, naik 4 persen dari tahun sebelumnya.

Namun Boeing masih pembuat pesawat jet terbesar di dunia untuk tahun keenam berturut-turut, dengan total pengiriman 763 pesawat. “Kami mengalahkan Boeing sekali lagi…kami maju saja,” kata Leahy kepada Reuters.

Leahy memperkirakan pemesanan akan melampaui jumlah pengiriman pada 2018 untuk tahun kesembilan berturut. Sedangkan Kepala Operasi Airbus Fabrice Bregier memperkirakan “hampir 800” pengiriman tahun, karena produksi akan melesat setelah penundaan mesin.

Angka itu termasuk 30 pesawat yang sudah dibuat dan menunggu pengiriman mesin dari Pratt & Whitney milik United Technologies. Namun Bregier mengatakan dia yakin bisnis Amerika akan membaik setelah penundaan pengiriman mesin baru. hud, mer, voa

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry