KH Yahya Cholil Staquf, Katib Aam Rais Syuriah PBNU. (FT/Maatir)

JAKARTA | duta.co – “Doktrin dasar Wahabi itu adalah pengamalan tekstual Alquran dan hadits tanpa ada takwil (penafsiran) dan qiyas (analogi). Dengan dasar itu, Wahabi selalu menolak segala bentuk konstektualisasi agama Islam. Karena itu, Wahabi selalu anti peradaban,” demikian disampaikan Katib Aam Rais Syuriah PBNU KH Yahya Cholil Staquf sembari mengingatkan gerakan Wahabi di Indonesia yang makin massif.

Menurutnya, ajaran Wahabi sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa ini karena sifatnya yang anti peradaban, tidak mengakui keabsahan hukum produk demokrasi, dan cenderung menebar permusuhan serta kekerasan.

Ia mengungkapkan hal itu sehubungan dengan maraknya gerakan Wahabi di Indonesia dengan berbagai bentuk. Wujudnya semakin banyaknya gerakan yang dengan mudah menganggap kelompok umat yang lain dengan sebutan kafir. Juga memaksa umat Islam untuk memusuhi umat agama lain.

Kiai yang juga jebolan Fisipol UGM ini menjelaskan, dengan doktrin dasar tersebut, Wahabi ingin mengembalikan semuanya pada cara hidup 1400 tahun lalu. Mereka anti keragaman budaya dan menentang segala manifestasi keagamaan di luar cara hidup Islam masa lalu.

“Karena menolak konstekstualisasi agama, maka pandangan mereka terkait perbedaan pendapat dan pandangan terhadap kelompok lain menjadi kaku, bermusuhan, dan penuh kekerasan,” jelas pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Thalibin Rembang, Jawa Tengah ini,

Karena tidak mengakui konstektualisasi agama, lanjutnya, maka pernyataan tentang permusuhan dan kekerasan di dalam teks Alquran dan hadits harus dikaitkan dengan zaman turunnya Islam. Teks tentang permusuhan dan kekerasan dianggap berlaku umum dan absolut.

“Di Indonesia mereka tidak mau mengakui bahwa tidak ada peperangan dan permusuhan antar ummat. Padahal, kenyataannya kita hidup tidak dalam peperangan tapi dibingkai dalam Bhineka Tunggal Ika. Nah, mereka tetap saja menggunakan teks permusuhan itu dalam konteks peperangan seperti saat turunya ayat tersebut,” jelas Gus Yahya –demikian ia biasa dipanggil.

Akibat doktrin dasar seperti itu, maka Wahabi selalu memaksa ummat Islam untuk memusuhi ummat lainnya. Kalau tidak mau memusuhi umat agama lain, maka mereka akan menganggapnya sebagai kelompok kafir dan semacamnya.

Selain itu, menurut Gus Yahya, Wahabi tidak mengakui keabsahan dan otoritas hukum produk demokrasi. Dengan demikian, mereka mengajarkan ummat Islam untuk tidak mengakui hukum positif. Bahkan, mereka berjuang untuk mengganti hukum yang dipersepsikan berbeda itu  dengan cara apa pun.

“Kalau mereka punya anggota banyak, bisa belanja senjata. Ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Dalam kenyataanya, tidak ada teroris di mana pun yang bukan Wahabi,” tegas mantan Juru Bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid ini.

Lantas lebih bahaya mana gerakan Wahabi di Indonesia jaman dulu dan sekarang? Menurutnya sama-sama bahaya. Kalau dulu mereka berjuang dengan cara terbuka dan lewat perang. Sekarang menggunakan kekuatan uang.

Mereka tahu bahwa militer di Indonesia kuat. Makanya, mereka bergerak dengan menggunakan kekuatan uang. Mereka mendirikan sekolahan, pesantren, TV, dan radio. “Bahkan membeli TV untuk menampilkan penyiar dan ustad yang sealiran dengan mereka,” tambahnya. (hrs/ngopibareng.id)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry