
JOMBANG | duta.co – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang menggelar rapat paripurna dengan agenda penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2023 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), Kamis (7/8/25).
Perubahan regulasi ini dinilai penting untuk menyelaraskan kebijakan fiskal daerah dengan kebijakan nasional, sekaligus menjawab kebutuhan penataan sistem perpajakan dan retribusi yang lebih berkeadilan di tingkat lokal.
Fraksi Golkar, melalui juru bicaranya, Andik Purnawan, secara khusus menyoroti perubahan skema tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Ia menjelaskan, dalam raperda baru ini, penarikan tarif PBB-P2 yang sebelumnya terdiri dari sepuluh lapisan tarif akan disederhanakan menjadi tarif tunggal sebesar 0,2 persen.
Sementara, untuk objek pajak berupa lahan produksi pangan dan peternakan, tarifnya ditetapkan lebih rendah, yakni 0,175 persen.
“Kami mempertanyakan, apakah penyederhanaan ini tidak akan menimbulkan kendala di lapangan? Terutama karena sebelumnya ada perbedaan tarif antar objek yang disesuaikan dengan nilai dan jenis tanahnya,” ujar Andik, Kamis (7/8).
Ia menambahkan, yang terpenting dari kebijakan ini adalah tidak membebani wajib pajak dan tidak memicu dampak negatif, terutama dalam konversi lahan produktif menjadi non-produktif akibat pergeseran tarif.
Meski begitu, Fraksi Golkar juga mengapresiasi langkah pemerintah daerah yang memberikan pengecualian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam kepemilikan rumah pertama.
“Kebijakan ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat kecil. Ini bentuk nyata bahwa kebijakan fiskal bisa selaras dengan keadilan sosial,” imbuhnya.
Sementara itu, Fraksi PDI Perjuangan, melalui Jawahirul Fuad, memberikan catatan penting bahwa perubahan perda ini harus mampu menciptakan sistem perpajakan dan retribusi yang adil, efektif, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat.
“Ini bukan semata penyesuaian administratif, tetapi menjadi bagian dari instrumen fiskal untuk meningkatkan kesejahteraan wong cilik. Pajak dan retribusi daerah harus digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik yang pro-rakyat,” tegas Jawahir.
Ia juga menekankan pentingnya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan daerah. Menurutnya, perubahan peraturan harus diikuti dengan sistem pengawasan dan pelaporan yang lebih ketat.
Sedangkan Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmaji, menyampaikan bahwa pembahasan raperda perubahan Perda Nomor 13 Tahun 2023 telah melewati tahapan awal di Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) serta di komisi-komisi teknis terkait. Rapat paripurna kali ini menjadi tahap lanjutan berupa penyampaian pandangan umum fraksi.
“Prosesnya memang masih panjang, tapi tahapan demi tahapan terus berjalan. Kita ingin memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan benar-benar berpihak kepada masyarakat dan mampu menjawab kebutuhan fiskal daerah secara adil,” jelas Hadi.
Raperda ini akan terus dibahas lebih lanjut dalam forum DPRD hingga nantinya ditetapkan sebagai perda yang sah. (din)