Tampak anggota TNI ikut membantu petani di sawah dalam rangka swasembada beras. (FT/postnews)

JAKARTA | duta.co – Keikutsertaan TNI dalam percepatan swasembada pangan disorot banyak pihak. Salah satunya Imparsial,  LSM yang bergerak mengawasi dan menyelidiki pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia. Belakangan, kerja Babinsa (Bintara Pembina Desa) memang bertambah, ikut mengawasi distribusi pupuk bersubsidi, bahkan tidak jarang yang turun langsung ke sawah.

Al-Araf, Pengamat Militer dari Imparsial, mengkritik langkah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait sejumlah nota kesepahaan (MoU) yang dinilai tidak sesuai dengan Tupoksi TNI. Salah satunya, MoU dengan Kementerian Pertanian soal pencetakan sawah tersebut.

“Panglima jangan mikirin cetak sawah, tapi (dampak konflik) Laut Cina Selatan,” begitu disampaikan Al-Araf dalam diskusi “Membangun Pertahanan Modern, Profesionalisme Militer dan Rotasi Panglima TNI” di Jakarta, Sabtu (18/11/2017).

Apalagi, lanjut Al-Araf, persiapan menghadapi dampak konflik dari Laut Cina Selatan, ini juga sudah dilakukan negara-negara lain. Jangan sampai, kata dia, saat terdampak, Indonesia malah gagap.

Ia kemudian memandang Panglima TNI yang saat ini memiliki misi politik, sehingga tidak berfokus pada memodernkan pertahanan. Ia juga menyinggung hanya 50 persen alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang layak pakai. Panglima TNI, menurutnya, lebih dominan menghadiri agenda politik, ketimbang fokus terhadap Tupoksinya.

Direktur Imparsial itu sekaligus meminta Panglima TNI yang baru nantinya agar fokus saja memodernkan pertahanan negara ketimbang menghadiri munas-munas partai. “Fokus turun ke batalyon, perbatasan. Mengapa demikian? Fakta sisi pertahanan kita sangat memprihatinkan,” ujarnya. (rep)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry