Kajian Strategis Penguatan Character Building di Dunia Pendidikan

Oleh: Dr Abd. Ghofur M.Pd*

Selasa, 27 Desember 2016, pengurus Satuan Komunitas (SAKO) Pramuka Maarif NU Cabang Lamongan resmi dilantik. Pengukuhan ini sebagai tindaklanjut dari pembentukan SAKO Maarif Nasional sejak tahun 2013 silam.

Sejatinya agak telat, hal ini disebabkan beragam dinamika organisasi di NU Lamongan sebagai induk organisasi yang berlarut dan tak berujung. Melalui beberapa kali perubahan pengurus dan jadwal pengukuhan, akhirnya pagi ini tuntas terbentuk dan siap dilantik.

Hal ini didasarkan pada semangat untuk menunjukkan jati diri pada aktivitas kepramukaan di sekolah/madrasah yang ada di lingkungan Maarif NU. Sebab, gerakan pramuka dianggap mampu menjadi sarana membentuk kepribadian dan nilai-nilai karakter pada generasi bangsa yang berada pada situasi memprihatinkan.

Kepribadian dan karakter generasi bangsa era ini memang sudah menunjukkan gejala mengkhawatirkan. Empat tahun silam, Maimanah (2012) telah menganalisis bahwa Indonesia sedang dilanda enam fenomena negatif yang jika dibiarkan akan merusak generasi bangsa.

Pertama, fenomena kekerasan dan anarkisme yang setiap hari selalu mewarnai berbagai media massa, fenomena ini bisa dimunculkan dari kalangan mana saja, baik orangtua terhadap anak kandungnya hingga berbagai organisasi mengatasnamakan agama dan lainnya.

Kedua, pemaksaan kebijakan pada level institusi, dimana seringkali menimbulkan pro dan kontra antarsesama pengambil kebijakan baik di Pemerintah Pusat maupun di daerah.

Ketiga, manipulasi informasi yang kerap melanda berbagai sarana informasi, bahkan industri media, dampaknya informasi tersebut berkembang menjadi opini yang mampu menebar kebencian antar sesama.

Keempat, penekanan dan pemaksaan kehendak suatu kelompok terhadap kelompok lainnya.  Dan, kelima, masalah hukum yang tidak berpihak pada keadilan sehingga banyak diantara kalangan merasa terzalimi, dan keenam adalah perilaku negatif masyarakat yang lebih sering dipublikasikan oleh media.

Berbagai fenomena tersebut dengan cepat menyebar dan seakan mengkristal sehingga memunculkan sikap pesimis dan individualis hampir di semua kalangan. Mulai dari pejabat, konglomerat, hingga dari kalangan orang biasa. Mulai dari anak kecil, dewasa, hingga orang tua, dan bahkan dibanyak profesi di negeri ini sedang merasakan darurat karakter.

Hal sederhana yang sering terlihat misalnya banyak pelajar yang bolos sekolah, dengan memilih nongkrong di warung kopi, warnet, dan sejenisnya, namun banyak orang yang mengetahui kondisi tersebut lebih memilih membiarkannya.

Selain itu, negeri ini juga telah kehilangan figur panutan, bahkan setiap hari berita buruk dari para figur di negeri telah menjadi konsumsi yang biasa. Korupsi, kekerasan dan pelecehan seksual oknum guru terhadap siswa, kriminalisasi guru oleh orangtua siswa, pergaulan bebas antar pelajar, dan tawuran antar pelajar  menjadi secuil contoh betapa karakter generasi bangsa harus diselamatkan.

Ini tentu ironis untuk bangsa timur yang dulu dikenal dengan kuatnya beragam karakter dan budaya yang menjadi ciri khas Indonesia, misalnya saja gotong royong, tenggang rasa, peduli sesama, saling menghormati dan lainnya. Memang banyak faktor yang melatarbelakangi beragam fenomena tersebut, namun paling tidak harus ada upaya yang massif agar generasi bangsa memiliki karakter yang semestinya.

Pendidikan Pramuka di Kurikulum 2013

Istilah pendidikan karakter sudah mulai dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun pelajaran 2011/2012. M. Nuh, Mendikbud saat itu sudah menemukan gejala mulai mengikisnya nilai karakter di negeri ini, khususnya di dunia pendidikan. Hal sederhana yang mudah diamati adalah langkanya sikap jujur bagi siswa maupun guru. Kantin kejujuran yang diyakini bisa berkembang pesat di sekolah ternyata tidak bertahan lama, karena pengelolanya terus mengalami kerugian. Bahkan setiap tahun, angka kecurangan dan jual beli kunci jawaban pada saat Ujian Nasional terus menunjukkan grafik yang tinggi.

Di satu sisi, pemerintah ingin nilai-nilai karakter bisa tumbuh dan berkembang di dunia pendidikan. Namun di sisi lain, banyak sistem yang dibangun ternyata malah memberi ruang untuk bertolakbelakang dengan tujuan pendidikan karakter itu sendiri. Bahkan sudah hampir 6 tahun pendidikan karakter tersebut digulirkan, namun sepertinya belum ada tanda-tanda yang menggembirakan, bahkan cenderung menggila. Persoalan karakter di negeri ini memang kompleks, tak cukup teori atau hanya sekedar narasi abstrak belaka. Perlu strategi nyata, dan terpenting teladan positif dari semua kalangan.

Gerakan pramuka menjadi opsi penting dari sekian banyak opsi yang telah dicanangkan oleh pemerintah dalam membangun kepribadian dan karakter bangsa. Pendidikan pramuka mengajarkan nilai-nilai karakter yang melekat dalam setiap kegiatannya. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No.12 Tahun 2010, gerakan pramuka bertujuan untuk membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup.

Tak hanya itu, pada Permendikbud RI nomor 63 tahun 2014 juga diuraikan bahwa kegiatan pramuka adalah salah satu kegiatan sebagai aplikasi dari konsep-konsep mata pelajaran. Sehingga, pramuka tak hanya dikenal sebagai kegiatan ekstrakulikuler biasa, namun dalam konsep Kurikulum 2013, pramuka hadir dalam bentuk pendidikan kepramukaan yang secara teknis mengejawaentahkan nilai-nilai dalam SKU (Syarat Kecakapan Umum) yang ada di pramuka dengan kompetensi dasar mata pelajaran yang ada di sekolah.

Maarif NU sebagai badan hukum pengelola pendidikan swasta terbesar di negeri ini merasa perlu mengambil langkah kongkrit untuk ikut serta memperbaiki karakter generasi bangsa. Hal tersebut yang juga menjadi gagasan utama PC. LP. Maarif NU Lamongan yang mengelola 668 satuan pendidikan untuk turut serta memperbaiki karakter generasi muda nahdliyin khususnya. Oleh karena itu, keterlibatan Satuan Komunitas (SAKO) pramuka Maarif menjadi pilihan terbaik. Komunitas yang baik tentu menyajikan beragam kegiatan dan pergaulan baik pula yang akan menghasilkan output yang baik, dan sebaliknya. Pepatah Arab menyatakan, “anil mar’i la tas’al, was’al an qoriinihi fainna qoriina bil muqorini yaqtadi.” Terjemahan bebasnya, setiap teman meniru temannya. Bila kita berada pada suatu kaum maka bertemanlah dengan orang yang terbaik dari mereka. Sebaliknya, janganlah berteman dengan orang yang rendah (hina), niscaya kita akan hina bersama orang yang hina.

SAKO Pramuka Maarif menjadi wadah yang penting dalam mencetak para generasi yang berkarakter. Generasi yang dididik untuk menjadi pribadi yang tangguh, mandiri, cekatan dan yang terpenting mampu menyelesaikan masalah dan tantangan hidup yang tengah dihadapi. Selamat dan sukses untuk SAKO Pramuka Maarif NU Cabang Lamongan, terus menebar aksi dan karya untuk generasi bangsa yang lebih berkarakter.

*penulis adalah pengurus SAKO Pramuka Maarif Cabang Lamongan dan Dosen di STKIP PGRI Lamongan.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry