PONOROGO | duta.co Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo tengah mengumpulkan data dan informasi terkait program seragam batik bagi SD dan SMP di Kabupaten Ponorogo. Hal ini dilakukan karena korps Adyaksa itu mencium adanya ‘aroma’ penyelewengan program pemerintah Kabupaten Ponorogo yang nilainya Rp 24 miliar pada tahun 2017 itu.

Namun Kejari membantah bila pihaknya melakukan gelar perkara atas masalah itu. Sebab sebelumnya  dikabarkan, Kejari melakukan  gelar perkara kasus  program batik  untuk bantuan khusus siswa miskin  (BKSM), pada  Senin  30 April  kemarin.

“Kejaksaan belum melakukan langkah apapun. Kejaksaan  baru sebatas mengumpulkan informasi  dan data. Kejaksaan belum melakukan gelar perkara apalagi melakukan penyidikan terhadap kasus  batik seragam sekolah ini.  Karena ini  baru sebatas  mencium aroma  penyelewengan saja, belum mengarah ke indikasi yang kuat,” kata Kepala Kejari (Kajari) Ponorogo Hilam Azizi, Rabu (2/5/2018).

Usai menghadiri upacara peringatan hardiknas di halaman Pendopo Kabupaten Ponorogo, Hilman Azizi mengatakan, pihaknya baru mengumpulkan infromasi dan data saja, belum mengarah ke gelar perkara karena indikasi penyelewengan itu belum kuat.

Seperti diketahui , program Pemerintah Kabupaten  Ponorogo tahun 2017 berupa seragam batik untuk siswa miskin, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 24 miliar. Program  bantuan khusus  bagi siswa miskin ( BKSM) ini khusus untuk siswa miskin SD dan SMP  yang berjumlah 95 ribu anak.

Program ini diadakan karena pada tahun-tahun awal Bupati Ponorogo Ipong Muhclissoni  menjabat, mendapat keluhan terkait mahalnya biaya pendidikan di Kabupaten Ponorogo, salah satunya adalah biaya seragam. Karena sesuai dengan  aturan UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bisa dibebankan ke pemerintah dan masyarakat untuk  kegiatan  seperti pembelian buku dan seragam. Maka  pemerintah membantu  siswa dari kalangan  keluarga miskin dengan program pembelian seragam batik khas Ponorogo secara bertahap.  Hal ini dilakukan karena keterbatasan  anggaran pada APBD Ponorogo.

Siswa miskin penerima program BKSM ini sebanyak 95 ribu anak  dan 65 ribu anak diantaranya diterimakan pada Agustus 2017 lalu . Sedangkan mekanisme  pencairan dana dilakukan dengan mentransfer  ke rekening masing- masing siwa penerima   sebesar Rp. 175.000  persiswa.

Karut marut program seragam ini mulai terlihat sejak diluncurkannya program itu, yang ternyata belum semua pengrajin batik siap menerima order besar. Bahkan masalah pengadaan batik khas Ponorogo untuk seragam sekolah dan ASN itu menjadi perbincangan  hangat masyarakat Ponorogo. Sebab untuk membeli seragam batik itu pihak sekolah ‘diperintah’ untuk membeli dari salah satu distributor yaitu CV Elemenz . Padahal CV di Jl.Soekarno Hatta Ponorogo ini tidak menyediakan batik melainkan toko jam. Selain itu pengrajin juga tidak kenal dengan CV tersebut. Akibatnya pembatik yang sudah terlanjur mengerjakan ribuan lembar batik tidak berani melayani pembelian batik, sehingga hasil produk mereka nganggur, tidak terbeli.

“Kalau CV Elemenz kami tidak kenal, dan tidak tahu. Pun soal penunjukan CV Elemenz. Dari 10 IKM nama elemenz tidak ada. Kok tidak pernah ada nama itu. Coba tanya ke bu Addin (Kepala Dinas Perdakum). Yang jelas stok batik kawan-kawan di IKM masih banyak, belum terserap,” kata Achmadi, Ketua Paguyupan Pembatik, yang membawahi 10 IKM pengrajin batik di Ponorogo. (sna)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry