SURABAYA | duta.co – Jumlah dokter di Indonesia sebenarnya sangat mencukupi untuk bisa melayani masyarakat di Indonesia. Permasalahan yang saat ini timbul adalah tidak meratanya penyebaran dokter-dokter tersebut khususnya di daerah-daerah terpencil (mal distribusi).
Itu yang sampai sekarang masih menjadi problematika. Sementara ikatan profesi dokter pun tidak bisa berbuat banyak karena melakukan praktik di suatu daerah murni hak dari dokter yang bersangkutan. Karena itu, pemerintah berusaha untuk membuat aturan baru, di mana lulusan dokter spesialis selama setahun harus bersedia ditempatkan di daerah di Indonesia berdasarkan zona di mana dokter tersebut menempuh pendidikan. Jika menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga maka akan ditempatkan di daerah yang ada di Kawasan Indonesia Timur.
Diakui Anggota Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Poedjo Hartono program ini khususnya diperuntukkan bagi lima lulusan dokter spesialis yakni spesialis kandungan, spesialis anak, spesialis penyakit dalam, spesialis anastesi dan dokter bedah.
“Mereka harus satu tahun di daerah tersebut. Dan penempatannya sesuai dengan permintaan daerah yang bersangkutan. Misalnya daerah A hanya butuh dokter anak dan kandungan, maka kita akan kita kirim ke sana dua dokter spesialis itu,” ujar dr Poedjo di sela-sela pelantikan anggota dan pengurus IDI Surabaya, Minggu (9/7).
Bagi dokter spesialis, program ini adalah kewajiban dan harus dijalankan. Namun permasalahan yang ada kata dr Poedjo, terkadang pemerintah daerah setempat tidak mendukung program ini. Misalnya, ketidakketersediaan peralatan yang menunjang profesi dokter tersebut untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat setempat. Sehingga, akibatnya, dokter-dokter tersebut hanya bisa menuliskan rujukan ke rumah sakit lain, padahal jika alat tersedia dokter yang bersangkutan bisa melakukan tindakan medis.
“Kalau sudah begitu apa bedanya dengan dokter umum yang hanya memberikan surat rujukan. Dokter spesialis itu memberikan tindakan medis. Kalau begitu sayang ilmunya. Percuma akhirnya program itu dijalankan,” tukas dr Poedjo.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Adib Khumaidi mengakui sudah melakukan usulan-usulan pada daerah-daerah yang akan ditempati para lulusan dokter itu untuk bisa bekerjasama dan memberikan fasilitas peralatan kesehatan yang memadai. “Selain itu, kami juga sudah memperjuangkan kesejahteraan mereka,” ungkap dr Adib.
Ketua IDI Surabaya, dr Brahmana Askandar pun mengakui kesejahteraan dokter itu penting. Dokter selain sejahtera juga harus sehat untuk bisa melayani masyarakat yang ingin sehat. “Di erah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di mana pada 2020 mendatang seluruh masyarakat Indonesia sudah terkover BPJS Kesehatan, maka dokter juga dituntut professional karena yang dilayani juga banyak orang. Yang terpenting dokternya harus sehat dan sejahtera juga,” tuturnya. (end)