SURABAYA | duta.co – Gelar yang disematkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) kepada Presiden Jokowi sebagai ‘The King of Lip Service atau Raja Membual’ telah menjalar ke berbagai kampus.

Upaya Direktur Kemahasiswaan UI, Dr Tito Latief Indro memanggil 10 jajaran BEM UI, dari Ketua sampai Kepala Departemen Kajian Strategis, ternyata tidak membuahkan hasil. Ibarat api, semakin membesar.

“Asli Gawat Pak Jokowi! Setelah menyaksikan debat terbuka Delpedro Marhaen (Blok Politik Pelajar) mahasiswa UI dengan Dr Ade Armando, rasa-rasanya gelar ‘The King of Lip Service’ makin heboh, makin klik di kampus. Pak Doktor Ade Armando kok tampak loyo,” demikian komentar warganet, Selasa (29/6/21).

Tanda-tanda keseriusan BEM UI itu, sudah terlihat saat mereka menerima undangan dari Direktur Kemahasiswaan UI, Dr Tito Latief Indro. Ada 17 coretan sebagai koreksi. Tidak jelas siapa yang mengoreksi undangan yang bersifat penting dan segera itu. Yang terang, tata cara penulisan menjadi perhatian serius para mahasiswa. Bahkan, pemanggilan hari Minggu (27 Juni 2021)  dinilai tidak wajar. “Kalian tidak libur?,” begitu bunyi coretan tersebut.

Walhasil, upaya melepas gelar Presiden Jokowi sebagai ‘The King of Lip Service atau Raja Membual’ pun gagal. Karena BEM UI tidak berkenan menghapus kritiknya. Akhirnya gelar ‘The King of Lip Service’ itu terus bergulir. Warganet pun turut meramaikan kritik BEM UI.

Bahkan BEM Universitas Gadjah Mada (UGM) ikut menyebut kepemimpinan Presiden Joko Widodo Orde (paling) Baru di hari ulang tahunnya pada 21 Juni lalu. Salah satu netizen yang mengapresiasi upaya BEM UGM dalam mengkritik rezim bekas Walikota Solo itu, adalah Erlangga Mohamad.

“BEM KM UGM juga mengkritik Pak Jokowi lho. Walau gak seheboh UI punya. Tp mau siapapun itu saya bangga dengan mahasiswa2 ini. Saya sempat menduga generasi skrg tidak melek politik, tp saya senang krn ternyata saya salah. https://t.co/0Kjacxh8tE, tulis @Erlangga Mohamad (@erlanggamohamad) June 28, 2021.

Sementara, akun Faizal meminta agar BEM UGM dan UI juga diikuti oleh kampus seperti ITB hingga di luar Jawa untuk mengkritik penguasa. Pentingnya BEM sekelas UGM, UI, ITB itu aktif bersuara untuk mengkritik pemerintah itu begini. Impactnya lebih didengar, lebih gampang mencuri perhatian media. dan percaya atau enggak punya deterrence effect ke pengambil kebijakan. Minimal banget itu masuk ke group WA mereka. https://t.co/KztXZaKtKE__Faizal (@zalkad) June 27, 2021

Kritik BEM UGM lebih menohok. “Sugeng ambal warsa (selamat ulang tahun) Bapak Presiden Orde (Paling) baru.” tulis akun instagram @bemkm_ugm, yang dikutip pada Senin (28/6). “Semoga masih ingat dengan janji kampanye 2019 lalu. Penyelesaian kasus HAM berat masa lalu. Semoga semakin dewasa dalam menanggapi kritik dan masukan dari rakyat (UU ITE dan RKUHP dikondisikan nggih pak),” tulisnya lebih lanjut.

Selain itu mereka juga berharap agar produk hukum berpihak pada rakyat, ekonomi segera pulih dan Indonesia semakin berjaya, bukan kroni-kroninya. “Terakhir, semoga bisa merestorasi demokrasi Indonesia,” tuturnya.

Masalah ini pun merembet ke Jatim. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Malang Raya Zulfikri Nurfadhilla menilai semua ucapan yang keluar dari Istana Negara saat ini hanya omong kosong semata. Hal itu ia sampaikan untuk mendukung BEM Universitas Indonesia (UI) yang memberi julukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai ‘King of Lips Service’.  “Pada akhirnya menjadi alat pukul bagi siapa pun yang melawan dengan relasi kuasa,” kata Zulfikri dalam keterangan resminya, Selasa (29/6/2021).

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) lebih panas lagi. Mereka mengajak revolusi. Mereka panggil masyarakat Indonesia untuk melakukan revolusi dan bentuk pemerintahan sementara. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Umum PB HMI MPO, Affandhy Ismail melalui akun Instagram-nya, @affandhy.ismail. Dia mengunggah poster ajakan revolusi terhadap pemerintahan Jokowi di 2021.

“HMI bersama rakyat memanggil revolusi Indonesia 2021. Jokowi harus turun. Rakyat berdaulat bentuk pemerintahan sementara. Selamatkan demokrasi Indonesia untuk Indonesia menang,” demikian bunyi tulisan dalam poster itu yang dilihat pada Selasa (29/6).

Affandhy Ismail juga menjelaskan bahwa seruan revolusi untuk menyelamatkan NKRI dari oligarki kekuasaan. “Selamatkan NKRI dari penjajahan oligarki politik konglemerasi asing dan aseng demi kesejahteraan rakyat indonesia,” katanya.

Affandhy Ismail juga menyatakan dukungan kepada Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang menyebut Presiden Jokowi The King Of Lip Service. “Soal label Jokowi sebagai King of Lips Service saya kira itu bisa dibenarkan dengan melihat dan merasakan banyaknya janji-janji politik Jokowi yang sampai saat belum mampu direalisasikan oleh Jokowi, padahal saat ini adalah periode ke dua Jokowi menjadi presiden RI,” ucap Affandhy.

Dia menilai, persoalan multi dimensi yang tengah dihadapi oleh bangsa ini semakin memperjelas kegagalan Jokowi sebagai presiden RI setelah memimpin Negara ini lebih kurang tujuh tahun. “Terutama jika kita melihat masa depan pendidikan, ekonomi, hukum dan kesehatan bangsa kita yang semakin terpuruk dengan salah satu indikasinya adalah di bidang ekonomi yaitu hutang luar negeri yang semakin meroket,” ungkapnya. (net,fin.co.id, fajar.co.id, cnnindonesia.com)