SURABAYA | duta.co – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Jatim, Anwar Sadad jadi tokoh pertama yang secara terbuka saja menyatakan kesiapannya maju sebagai calon gubernur (Cagub) Jatim di 2024.
Bagi dirinya maju menjadi Cagub Jatim adalah konsekuensi politik sebagai ketua partai di level provinsi.
“Kalau seorang ketua partai di tingkat provinsi terus dia enggak mau (maju) jadi kepala daerah, ngapain jadi ketua partai?” katanya saat menjadi narasumber di acara salah satu stasiun televisi lokal di Surabaya, Kamis (30/12/2021).
Tak hanya menyatakan siap maju sebagai Cagub Jatim di 2024, politikus keluarga Pondok Pesantren (Ponpes) Sidogiri, Pasuruan yang akrab disapa Gus Sadad itu,
juga menegaskan kesiapan Partai Gerindra dalam menghadapi Pemilu 2024.
“Kita persiapkan betul ‘pasukan’ kita dalam menghadapi Pemilu 2024, baik Pileg, Pilpres, maupun Pilkada,” ucap pria yang juga wakil ketua DPRD Jatim tersebut.
Apalagi Gerindra, lanjut Sadad, punya modal politik tidak kecil. Di Jatim, partai besutan Prabowo Subianto itu menjadi nomor tiga dan di tingkat nasional nomor dua secara perolehan suara.
“Dan alhamdulillah, Gerindra ini termasuk partai politik yang digawangi sebagian besar adalah politikus yang relatif fresh, mereka muda,” katanya.
Sadad juga gembira, karena dalam beberapa survei partai yang digemari milenial adalah Gerindra. “Ini artinya Gerindra adalah partai masa depan, partai yang diharapkan berkiprah lebih besar,” ujarnya.
Karena itu, tandas Sadad, potensi ini harus benar-benar dioptimalkan. Anak muda tidak boleh dijadikan sebagai beban, tapi justru harus diberi kesempatan.
Direktur Utama Surabaya Survei Center (SSC), Mochtar W Oetomo yang juga hadir sebagai narasumber di acara tersebut, menegaskan jika yang diungkapkan Anwar Sadad merupakan konsekuensi politik.
Sementara soal sorotan publik bahwa parpol harus punya uang hingga tingkat ranting kalau ingin besar dan memenangkan kontestasi, Moechtar berpendapat dalam politik tidak ada faktor tunggal.
“Bahwa uang, rupiah, itu dalam setiap kontestasi politik pasti diperlukan, tapi bukan berarti uang adalah segala-galanya, penentu satu-satunya. Selalu ada variabel lain yang berpengaruh, berperan penting,” paparnya.
“Ini yang disebut sudah masuk khazanah atau wilayah strategis. Itu (uang) soal bagian dari strategi, manajemen pengelolaan partai, pengelolaan kontestasi, dan sebagainya, itu tidak bisa dihindarkan,” jelas Moechtar. Zal