“Yahudi memang dikenal menjadikan harta adalah segala-galanya. Sampai Allah berfirman, tidak ada yang lebih rakus di dunia ini melebihi Yahudi. Bahkan kaum musyrik pun kalah rakusnya.”

Oleh Anwar Hudijono

ADA sejumlah persamaan antara Nabi Daud dan Taliban dalam konteks proses mengemban kekuasaan. Antara lain, sama-sama muncul sebagai pahlawan dari krisis internal ketika menghadapi peperangan. Tidak pernah diperhitungkan sebelumnya. Kemenangannya nyaris tak mungkin karena menurut kalkulasi logika musuh jauh kebih kuat. Dan begitu berkuasa dihadapkan ujian yang sangat berat.

Nabi Daud muncul sebagai pahlawan ketika bangsanya, Yahudi atau Bani Israil sedang berperang melawan bangsa Filistin. Kisahnya bisa ditelurusi sejak Nabi Musa membawa etnis Yahudi keluar dari Mesir.  Kisah itu diabadikan di dalam Quran surah Al Maidah 20-27.

Musa mengajak kaumnya masuk ke Baitulmakdis atau Palestina.Tetapi mereka menolak karena takut sebab di dalam negara itu terdapat orang-orang kuat. Malah mereka menyuruh Musa agar berperang sendiri.

“Mereka berkata, wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasuki selama mereka masih ada di dalamnya. Oleh karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja.”(Quran: Al Maidah 24).

Akibat menolak itu, Allah menjatuhkan hukuman bagi kaum Yahudi tidak bisa memasuki Palestina selama 40 tahun. Mereka telantar terlunta-lunta di padang gurun.

Kutukan Nabi Daud

Musa wafat. Setelah remuk menggelandang  selama 40 tahun mereka berniat masuk Baitulmakdis. Mereka meminta petunjuk seorang Nabi untuk mengangkat seorang raja yang akan memimpin mereka berperang melawan bangsa Falestin. Segmen ini diabadikan di Quran surah Al Baqarah   246- 251.

Nabi itu menyatakan bahwa Allah sudah mengangkat Talut menjadi raja kaum Yahudi. Talut memiliki kelebihan ilmu dan fisik.

“Bagaimana Talut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu darinya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak.” (Quran: Al Baqarah 247.

Yahudi memang dikenal menjadikan harta adalah segala-galanya. Sampai Allah berfirman, tidak ada yang lebih rakus di dunia ini melebihi Yahudi. Bahkan kaum musyrik pun kalah rakusnya.

Talut akhirnya memimpin pasukan Yahudi. Talut menegaskan kepada pasukannya bahwa Allah menguji dengan sebuah sungai. Siapa yang meminum airnya kecuali sekadar seciduk dengan tangan, maka tidak termasuk pengikutnya. Yahudi mengkhianati Talut. Mereka meminum.

Drama meminum air sungai ini bisa menjadi petunjuk siapa subyek Yakjud dan Makjud. Mereka saat kembali ke Baitulmakdis akan memimum air Danau Tiberias sampai kering.

Hanya sedikit saja yang mematuhi Talut sehingga pasukannya kecil. Tapi Allah menegaskan bahwa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar atas ijin Allah.

Dalam perang itu muncullah Daud, seorang penggembala belia, menjadi pahlawan.  Dia berhasil membunuh Jalud, seorang panglima pasukan yang sangat kuat dan ditakuti musuh. Kemudian Allah mengangkat Daud sebagai penguasa (khalifah) di Baitulmakdis atau Yerusalem.

Pada saat Daud berkuasa, ada kelompok atau persekutuan rahasia kaum Yahudi yang mengkhianatinya. Di antaranya berusaha mengkudetanya. Kelompok inilah yang kemudian disebut Yakjuk dan Makjuj. Sampai Daud marah dan mengutuk kaum kafir Yahudi.

“Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (Quran: Al Maidah 78).

Melawan imperialisme

Jamiyah Mujahidin Taliban lahir dari kelompok kecil santri di pondok pesantren. Miriplah dengan Tentara Hisbullah dan Sabilillah di Indonesia ketika melawan imperialisme Belanda sekitar tahun 1945.  Taliban berjihad melawan imperialisme Uni Soviet tahun 1979-1989.

Di tengah konflik faksi-faksi perjuangan Afghanistan setelah tentara Uni Soviet tumbang, Taliban mendapat kepercayaan rakyat Afghanistan berkuasa atas negara itu tahun 1996 -2001. Namun kemudian dijatuhkan oleh imperialisme Amerika, Oktober tahun 2001. Taliban tetap melawan penjajah Amerika beserta pemerintahan bonekanya selama 20 tahun. Akhirnya Taliban berhasil memenangi peperangan medio Agustus 2021 dengan serangan superkilat dan spektakuler.

Seperti halnya Daud, Taliban diberi khilafah (kekuasaan) untuk menjalankan kebenaran Ilahi.

“Wahai Daud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat karena melupakan Hari Perhitungan.” (Quran: Sad 26).

Kekuasaan adalah ujian dari Allah juga. Kini Taliban menghadapi ujian internal maupun eksternal yang  sangat berat sehingga posisinya benar-benar laksana telor di ujung tanduk.

Faktor internal antara lain warisan penjajah Amerika berupa kemiskinan absolut bahkan ancaman kelaparan. Korupsi merajelela. Perdagangan obat bius. Kriminalitas yang sangat tinggi. Kerusakan moral sepert LGBT. Rusaknya infrastruktur dan sebagainya.

Di Afghanitan, Amerika itu layaknya serigala yang masuk kadang domba, kemudian menerkam dan mencabik-cabik domba itu. Pada saat domba di antara hidup dan mati, penuh luka arang keranjang, ditinggal begitu saja untuk melarikan diri karena takut saat singa datang.

Faktor eksternal berupa perang dalam bentuk non militer yang terus dilakukan oleh Amerika. Amerika memang sudah pergi dengan menyeret kaki sambil mbrebes mili. Tetapi tidak mau menyerah. Karena memang tidak ada kata “kalah” dalam kamus Amerika.

Amerika adalah First Nation. Imperium dunia tunggal. Sosok penganut eksepsionalisme yaitu negara superpower yang tidak perlu mengikuti aturan atau prinsip umum. Amerika  itu teroris nomor satu, kata filosuf Yahudi baik, Noam Chomsky.

Maka, Amerika akan terus melakukan perang multidimensi sampai musuh benar-benar tunduk bersujud di bawah duli kakinya seperti yang selama ini dilakukan terhadap Iran, Cuba, Venezuela. Amerika, kata Imam Khomeini, tidak mencari sahabat tetapi mencari jongos untuk melayani kepentingan Amerika.

Intinya,  Amerika ingin Taliban harus mengikuti sistem nilai dan budaya Amerika. Sangat menolak penerapan syariat Islam. Secara substansial, sistem negara khilafah yang hendak dibangun Taliban itu merupakan lawan sistem “khilafah sekuler” Amerika. Isu pemerintahan inklusif, hak-hak perempuan untuk menyerang Taiban itu hanya asapnya saja.

Pimpinan Taliban sudah menegaskan tidak akan menyerah untuk mengikuti sistem nilai dan budaya Amerika. Rupanya Taliban sangat mafhum dihadapkan dua pilihan. Sungai berisi air, dan sungai berisi api.

Jika memilih sungai berisi air berarti harus tunduk  kepada kemauan Amerika dan sekutunya. Berarti harus berkhianat terhadap Allah. Air itu adalah tipuan duniawi.  Berlindung di bawah duli Amerika itu juga peruma. Ibarat rumah, Amerika itu rumah laba-laba.

Maka Taliban sepertinya sudah memutuskan memilih sungai api. Berarti mereka yakin akan pertolongan Allah. “Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah dan Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama) Allah itulah yang menang.” (Quran: Al Maidah 55-56).

Dan Taliban rupanya sudah sangat yakin dengan janji Allah. “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yangtertindas di bumi  itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). (Quran: Al Qashas 5).

Astaghfirullah. Rabbi a’lam (Tuhan Maha Tahu).

Anwar Hudijono, veteran wartawan dan penulis tinggal di Sidoarjo.

30 September2021

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry