Toni Syafuddin, Ketua Ancab GP Ansor Kesamben, Kabupaten Jombang (paling kanan). (DUTA.CO/ITS)

JOMBANG | duta.co –  Ketua PW GP Ansor Jatim, H Rudi Tri Wahid menjelaskan hasil bahtsul masail PP GP Ansor di Jakarta,  11-12 Maret 2017 tentang terpilihnya pemimpin nonmulsim. Ini penting karena menurutnya, belakangan banyak yang salah persepsi.

“Ya! Intinya jangan sampai masalah ini berkepanjangan lantaran persepsi yang salah. Ansor banyak garapan, jangan sampai perbedaan persepsi malah menghabiskan banyak energi, itu saja,” demikian disampaikan Toni Syafuddin, Ketua Ancab GP Ansor Kesamben, kepada duta.co, Minggu (19/3/2017).

Rudi Tri Wahid mengawali penjelasannya dengan mengambil latar belakang bahtsul masail. “Pertanyaan yang dibahas dalam bahtsul masail GP Ansor Pusat itu, adalah sah atau tidak pemimpin nonmuslim yang terpilih di Republik Indonesia ini?” tuturnya saat Turba di Kantor PCNU Jombang, Sabtu  (18/3/2017).

Nah, atas pertanyaan ini, jawabannya tentu saja sah. Sebab konstitusi kita tidak mengharuskan seorang pemimpin harus beragama Islam. Sekali lagi, konstitusi Republik Indonesia tidak mengharuskan pemimpin (pemerintahan) itu harus beragama Islam.

“Dan para ulama kita sudah sepakat NKRI harga mati,” tegasnya di hadapan ratusan kader utama GP Ansor Jombang sambil menekankan bahwa semua produk konstitusi NKRI, harus ditaati.

Ketika terpilih seorang pemimpin dari nonmuslim, maka, hukumnya sah. Secara otomatis, sah pula pilihan warga.  Baik itu warga muslim maupun nonmuslim. Lebih jelasnya, karena di Indonesia ini, baik muslim maupun nonmuslim boleh jadi pemimpin. Maka memilih pemimpin muslim maupun non-Muslim juga boleh dalam tataran konstitusi negara. Ini sesuai kaidah lil wasail hukmul maqosid.

Fatwa ini, kata Rudi Tri Wahid, sangat penting karena untuk menjaga NKRI. Dalam kondisi seperti ini, kebalikan dari fatwa tersebut sangat berbahaya. Ini yang sekarang sedang terjadi. Ada golongan atau kelompok orang yang mengharamkan memilih  pemimpin nonmuslim, pemahaman ini berpeluang untuk dibalik, misalnya dengan mengeluarkan fatwa bahwa terpilihnya pemimpin nonmuslim adalah tidak sah. Kalau pemahaman ini diteruskan, hanya tinggal satu langkah untuk menggerakkan pemberontakan. Karena pemimpin nonmuslim yang sudah terpilih secara konstitusi itu dianggap tidak sah.

Padahal, jika sampai pemimpin nonmuslim tidak boleh memimpin orang-orang muslim, dalam konteks ke-Indonesiaan, ini sangat berbahaya. Bisa-bisa muslim yang menjadi  prajurit TNI/Polri yang di kesatuannya dipimpin oleh nonmuslim akan berontak. Ini yang menjadi dasar GP Ansor Pusat.

“Sekali lagi GP Ansor hanya membuktikan, bahwa, setiap derap dan langkah adalah untuk membela ulama dan NKRI. Sekarang NKRI dalam ancaman yang serius,” tegasnya. Dengan demikian, rasanya tidak ada perbedaan yang substantif. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry